Sektor Perkebunan Penyumbang Besar Devisa ke Indonesia

NERACA

Jakarta - Benar, sektor pertanian adalah basis penting yang secara kongkret berhasil menyumbang kontribusi besar, salah satunya perkebunan yang sudah terbukti sebagai penyumbang devisa terbesar.

“Dari mulai timur sampai barat kita memiliki kopi, Sulawesi Selatan produksi utamanya coklat. Selain itu merica di belitung dan bangka jadi suplai merica dunia. Jadi pertanian kita ini sangat unggul sekali,” ujar Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Perdagangan, Benny Soetrisno dalam webminar yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian, pekan ini.

Melihat perkembangan yang ada, kata Benny, semua pihak, terutama para pengusaha harus mendukung dan mendorong bisnis yang bergerak dari sektor pertanian menjadi luas dan besar. Apalagi, Indonesia memiliki kelebihan comperative komoditi yang tidak dimiliki oleh semua negara.

Sebelumnya, Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Bio Industri, Bambang pun mengakui bahwa potensi perkebunan memang luar biasa seperti kakao, kopi, kelapa sawit, teh dan lainnya.

Dari informasi Kementerian Perdagangan, terdapat 5 negara tujuan pasar minyak sawit asal Indonesia, yakni China dengan nilai pasar sekitar US$ 3,1 miliar, lantas disusul India mencapai US$ 2,3 miliar, Pakistan sekitar US$ 1,17 miliar, Malaysia mencapai US$ 820,9 juta dan Bangladesh sejumlah US$ 710,8 juta.

Kemudian contoh lainnya yakni kakao. Dari catatan Ditjen Perkebunan (Ditjenbun) Kementerian Pertanian bahwa tahun 2018 bahwa nilai ekspornya juga sedikit mengalami peningkatan dari US$ 1.12 juta pada tahun 2017 menjadi US$ 1,25 juta di tahun 2018 (Ditjenbun 2019).

Bahkan meskipun ekspornya tidak kecil tapi sebagian besar atau sekitar 97 persennya adalah perkebunan rakyat dan hanya 3 persen saja yang dikembangkan oleh perusahaan besar swasta dan nasional.

“Ini artinya komoditas kakao memiliki peran strategis yang sangat penting, bukan hanya sebagai penyumbang ekspor tetapi juga sebagai sumber mata pencaharian utama lebih dari 2 juta keluarga petani dan sumber bahan baku indurtri,” jelas Bambang.

Sehingga, kata Bambang upaya peningkatan produksi, produktivitas dan mutu kakao bisa dilakukan melalui gerakan intensifikasi, peremajaan dan pengembangan kakao sebagai tanaman tumpang sari dibawah tanaman perkebunan lainnya. Diantaranya kelapa dan karet serta perluasan di areal perhutanan sosial.

Kemudian, pemerintah dengan koordinasi para pemangku kepentingan terkait menyediakan sarana prasarana budidaya, irigasi, distribusi dan pasca panen. Kegiatan perluasan areal, intensifikasi dan peremajaan dikawal dengan baik agar petani secara konsisten mampu menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP)  budidaya kakao dengan baik. 

Melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat, petani didorong untuk meningkatkan keswadayaan, budaya kerja dan menyelenggarakan tata kelola usaha perkebunan kakao yang berbasis teknologi, berdaya saing dan berkelanjutan. 

Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN), Kementerian Perdagangan, Dr. Kasan, menambahkan minyak sawit mentah dan turunannya memiliki peran penting terhadap ekspor non migas, misalnya saja pada periode Januari sampai Mei 2020, ekspor CPO dan turunannya mencapai US$ 7,6 miliar dan mampu memberikan kontribusi terhadap ekspor non migas sebesar 12,5%. Secara nilai, ekspornya meningkat dari tahun sebelumnya. Namun demikian, terdapat penurunan pangsa ekspor pada periode 2017-2019. “Kita perlu mewaspadai tren penurunan pangsa ekspor sawit Indonesia yang terjadi dalam tiga tahun belakangan ini,” tutur Kasan.

Sementara total ekspor bulanan CPO dan produk turunannya Indonesia tercatat anjlok semenjak merebaknya wabah virus korona (Covid-19), dimana ekspor CPO dan produk turunannya ke dunia melemah sejak awal Januari 2020. Kondisi demikian menyebabkan penurunan yang cukup dalam jika dibandingkan bulan Desember 2019 lalu.

Lebih lanjut kata Kasan, tercatat nilai ekspor minyak sawit Indonesia dan turunannya pada 2019 lalu mampu mencapai US$ 15,98 Miliar, atau sekitar 53,5% pangsa pasar dunia, nilai ini turun 12,32% dibanding pada periode yang sama tahun lalu, sementara tren ekspor sepanjang periode 2015-2019 tercatat melorot 0,04%.

Melihat fakta ini, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menilai bahwa dalam dua tahun ke depan, bisnis yang masih bisa berjalan dengan baik adalah bisnis di sektor pertanian. Hal ini dilihat dari data ekspor. “Komoditas perkebunan menyumbang paling banyak yakni sebesar Rp 138, 76 triliun. Untuk komoditinya yang menjadi andalan adalah kelapa sawit, karet dan kakao,” ujarnya. groho/iwan

 

BERITA TERKAIT

Kemendag: Barang Impor PMI Tidak Lagi Dibatasi

NERACA Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan bahwa tidak ada lagi pembatasan jumlah maupun jenis pengiriman atau barang impor milik…

BPS: INFLASI APRIL MENCAPAI 0,25 PERSEN: - Migor dan Gula Pasar Dominan Berpengaruh

Jakarta-Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat seluruh komponen mengalami inflasi pada April 2024, sehingga secara bulanan inflasi April mencapai 0,25 persen,…

UU Cipta Kerja Masih Jadi Ancaman Kaum Buruh

NERACA Jakarta - Setahun lebih telah berlalu sejak pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law, namun suara penolakan dari kalangan buruh…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

Kemendag: Barang Impor PMI Tidak Lagi Dibatasi

NERACA Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan bahwa tidak ada lagi pembatasan jumlah maupun jenis pengiriman atau barang impor milik…

BPS: INFLASI APRIL MENCAPAI 0,25 PERSEN: - Migor dan Gula Pasar Dominan Berpengaruh

Jakarta-Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat seluruh komponen mengalami inflasi pada April 2024, sehingga secara bulanan inflasi April mencapai 0,25 persen,…

UU Cipta Kerja Masih Jadi Ancaman Kaum Buruh

NERACA Jakarta - Setahun lebih telah berlalu sejak pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law, namun suara penolakan dari kalangan buruh…