NERACA
Jakarta – Di balik mundurnya komisaris independen PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), Roy Edison bukan tanpa sebab. Pasalnya, dirinya melihat ada proyek yang dinilai ganjil dan berpotensi merugikan perusahaan. Dimana proyek yang dimaksud adalah proyek blast furnace. Disampaikannya, fasilitas blast furnace yang mampu menghasilkan hot metal 1,1 juta ton per tahun berpotensi merugikan perseroan senilai Rp1,3 triliun per tahun.
Harga pokok produksi slab yang dihasilkan dari fasilitas blast furnace diklaim lebih mahal US$82 per ton dari harga pasar. Oleh karena itu, lanjutnya, beroperasinya fasilitas blast furnace dipaksakan. Apalagi keamanan fasilitas itu diragukan karena belum memiliki gas holder. “Sekitar empat pekan lalu, fasilitas ini akan segera beroperasi. Saya langsung sampaikan tidak setuju dan menyatakan dissenting opinion. Alasannya karena fasilitas blast furnace ini dibuat dengan tambal sulam," ujarnya di Jakarta, Selasa (23/7).
Selain itu, kata Roy, investasi untuk proyek yang dimulai sejak 2011 ini telah membengkak dari rencana semula Rp7 triliun menjadi US$714 juta atau setara Rp10 triliun. Dirinya menyoroti pengujian fasilitas blast furnace yang semestinya dilakukan selama 6 bulan untuk menguji keandalan dan keamanan, dipaksakan selesai dalam 2 bulan. Pengujian selama 2 bulan karena bahan baku yang terbatas.
Potensi kerugian proyek tersebut dipandang dapat memengaruhi kinerja emiten berkode KRAS itu ke depannya. Pernyataan dissenting opinion yang disampaikannya diharapkan dapat menjadi perhatian bagi Kementerian BUMN untuk menyelamatkan uang negara.”Proyek ini over Rp3 triliun tanpa tahu hasilnya. Jika diteruskan rugi Rp1,3 triliun per tahun, tetapi jika tidak diteruskan kehilangan Rp10 triliun,"tandasnya.
Melihat memburuknya kinerja keuangan emiten baja plat merah ini, membuat wakil presiden Jusuf Kalla angkat bicara. Disampaikannya, penyelesaian permasalahan yang melilit PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) hanya dapat dilakukan melalui pembenahan manajeman dan teknologi.”Ya memang Krakatau Stell itu mengalami kesulitan keuangan yang berat dengan utang yang begitu besar hampir Rp30 triliun," kata Jusuf Kalla.
Menurutnya, persoalan yang dihadapi perseroan merupakan permasalahan yang sudah puluhan tahun. Untuk itu dibutuhkan penyelesaian menyeluruh agar pabrik baja terintegrasi di Cilegon itu dapat bersaing."Masalah pokoknya ialah Krakatau Steel itu menggunakan teknologi lama, kemudian dapat saingan baja dari China yang lebih murah. Sehingga impor makin banyak dan [KRAS] sehingga tidak bisa bersaing,"ujarnya.
Jusuf Kalla menyebutkan, saat ini persoalan terbesar ada pada Krakatau Steel. Sebagai perbandingan, ia menyebutkan perusahaan baja patungan yang bekerjasama dengan KRAS yakni Nippon Steel dan Posco tetap berjalan dan dapat bersaing di pasar. Meski begitu pemerintah, kata dia, tidak bisa membayar hutang perusahaan begitu saja. JK hanya menegaskan pemerintah sebagai pemegang saham akan membantu perusahaan agar segera terlepas dari lilitan masalah.
NERACA Jakarta –Sampai dengan April 2025, emiten teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) melaporkan telah menghabiskan dana sebesar Rp1,79…
NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) mencatatkan kinerja positif di kuartal pertama 2025. Dimana perseroan…
NERACA Jakarta – Emiten migas milik Grup Bakrie, PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG) baru saja menemukan kandungan minyak bumi…
NERACA Jakarta –Sampai dengan April 2025, emiten teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) melaporkan telah menghabiskan dana sebesar Rp1,79…
NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) mencatatkan kinerja positif di kuartal pertama 2025. Dimana perseroan…
NERACA Jakarta – Emiten migas milik Grup Bakrie, PT Energi Mega Persada Tbk. (ENRG) baru saja menemukan kandungan minyak bumi…