NERACA
Jakarta – Menanggapi tuduhan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait masuknya PT Aurum Karya Indonesia sebagai perusahaan investasi tak memiliki izin usaha atau sebagai perusahaan bodong, membuat George B Sumantri sebagai CEO PT Aurum Karya Indonesia angkat bicara. “Saat ini PT Aurum Karya Indonesia sedang berkordinasi dengan OJK mengenai pengajuan perbaikan izin usaha,”ujarnya dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin.
Disampaikannya, PT Aurum Karya Indonesia berkomitmen mematuhi aturan yang berlaku, dan terus berkonsultasi dengan pihak terkait perizinan agar operasional dapat berjalan seperti sediakala. Selama proses pengajuan perbaikan izin usaha berlangsung, lanjutnya, perseroan menjamin keamanan saldo emas pengguna serta memastikan nilai investasi yang sesuai dengan fluktuasi harga emas di pasar.
Oleh karena itu, pengguna juga dapat menjual dan mengambil emasnya sesuai dengan standar operasional yang berlaku.”Kami akan memberikan informasi terkini secara berkala kepada Anda mengenai proses pengajuan izin usaha. Jika membutuhkan informasi lebih lanjut, silakan menghubungi kami di info@e-mas.com,”ungkapnya.
Sebagai informasi, sebelumnya satgas waspada investasi OJK menemukan 182 layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (fintech peer to peer lending/P2P) tak memiliki izin usaha dan berpotensi merugikan masyarakat. Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam Lumban Tobing pernah bilang, fintech P2P lending yang tak berizin harus menghentikan kegiatannya, menghapus aplikasi penawaran, dan menyelesaikan segala kewajiban kepada penggunaan. Entitas tersebut pun diminta segera mendaftarkan diri ke OJK jika tetap ingin menjalankan bisnisnya.
Selain fintech P2P, OJK juga menemukan 10 entitas yang melakukan praktik usaha tanpa izin pihak berwenang. Walhasil, total entitas yang diduga bakal merugikan masyarakat karena bersifat ilegal sejak Januari-September 2018 bertambah menjadi 108 entitas. Perusahaan investasi tersebut juga disebut Tongam, berpotensi merugikan masyarakat. “Pelaku memanfaatkan kekurangpahaman sebagian anggota masyarakat terhadap investasi dengan menawarkan imbal hasil yang tidak wajar,"ujarnya.
Tongam menjabarkan 10 entitas itu, yakni PT Investasi Asia Future, PT Reksa Visitindo Indonesia, PT Indotama Future, PT Recycle Tronic, dan MIA Fintech FX. Kemudian, PT Berlian Internasional Teknologi, PT Dobel Network Internasional (Saverion), PT Aurum Karya Indonesia, Zain Tour and Travel, dan PT WhatsappIndonesia.”PT Aurum Karya Indonesia ini penjualan emas dengan sistem digital, jadi dengan menabung emas tapi digital," kata Tongam.
Menurut Tongam, beberapa waktu terakhir Satgas Waspada Investasi menemukan beberapa entitas sejenis Aurum Karya Indonesia yang menawarkan keuntungan dari tabungan emas digital. Disampaikan Togam, sebenarnya usaha emas digital tak bermasalah asalkan memiliki izin di bawah Bappebti. Sebab, investasi emas digital ini masuk dalam bursa berjangka.
Secara umum Tongam mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dengan tawaran investasi dengan tingkat keuntungan yang menggiurkan dan di luar kewajaran. Setidaknya, masyarakat perlu memastikan pihak yang menawarkan investasi apakah memiliki izin dari pihak berwenang sesuai kegiatan usahanya dan memiliki logo pemerintah dalam menawarkan produk investasi.
NERACA Jakarta – Sebagai bentuk apresiasi kepada pemegang saham, PT Intanwijaya Internasional (INCI) berencana membagikan dividen tunai tahun buku 2024…
NERACA Jakarta – Di kuartal pertama 2025, PT Daaz Bara Lestari Tbk (DAAZ), salah satu pemain di sektor perdagangan komoditas…
Berhasil mencatatkan pertumbuhan laba di kuartal pertama 2025 dan juga seiring tren kenaikan harga, likuiditas, dan market capital membuat saham…
NERACA Jakarta – Sebagai bentuk apresiasi kepada pemegang saham, PT Intanwijaya Internasional (INCI) berencana membagikan dividen tunai tahun buku 2024…
NERACA Jakarta – Di kuartal pertama 2025, PT Daaz Bara Lestari Tbk (DAAZ), salah satu pemain di sektor perdagangan komoditas…
Berhasil mencatatkan pertumbuhan laba di kuartal pertama 2025 dan juga seiring tren kenaikan harga, likuiditas, dan market capital membuat saham…