Apa Kabar Utang Luar Negeri Indonesia?

Oleh: Ricky Luthfi Fauzan, Mahasiswa PKN STAN

Masyarakat Indonesia beranggapan, “Indonesia negara kaya, kenapa berutang?”, “Kekayaan alam melimpah kenapa berutang?”, “Kenapa tidak memanfaatkan sumber daya yang ada?”, “Kenapa perlu utang?”. Seperti itulah anggapan dari sebagian masyarakat yang kurang memahami mengenai keadaan sebenarnya kebijakan utang seperti apa yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dan mengapa kebijakan itu perlu dilakukan.

Untuk lebih memahaminya kita lihat utang dari sisi pengertian. Utang atau dalam konteks ini utang negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara merupakan jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat dan/atau kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau berdasarkan sebab lain yang sah.

Utang luar negeri merupakan bentuk hubungan kerjasama antara negara debitur dengan negara kreditur dan merupakan cara yang efektif dalam menutupi defisit anggaran pemerintah dimana risiko kebangkrutan ekonomi yang ditimbulkan dari utang luar negeri relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan pencetakan uang (seignorage) yang dapat menimbulkan inflasi (Mulyani, 1994).

Pembangunan suatu negara memerlukan dana yang cukup besar, tidak terkecuali bagi negara berkembang seperti Indonesia. Namun, usaha untuk pembangunan tersebut sering menghadapi kendala khususnya dalam pembentukan modal yang bersumber dari penerimaan Pemerintah Indonesia maupun masyarakat yang kurang. Hal tersebut memerlukan adanya sumber pembiayaan yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut, salah satunya adalah melalui utang luar negeri.

Jumlah utang luar negeri Indonesia sampai akhir Januari 2018 mencapai Rp3.958,66 triliun. Dari sisi jumlah, memang setiap tahun utang Indonesia selalu mengalami peningkatan. Namun ukuran besar atau kecilnya utang suatu negara bukan dilihat dari nominalnnya melainkan menggunakan rasio utang terhadap PDB suatu negara. Penggunaan PDB sebagai penentu rasio utang karena PDB menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. Rasio utang terhadap PDB mencerminkan seberapa besar negara mempunyai kemampuan untuk melunasi utangnya tersebut. Semakin rendah rasio utang negara terhadap PDB maka dianggap akan semakin baik suatu negara dalam kemampuan melunasi utang. Kebijakan yang diterapkan Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara membatasi rasio utang terhadap PDB sebesar 60% (angka ini mengacu pada batasan maksimum yang ditetapkan oleh negara-negara Uni Eropa), jika dilihat kondisi sekarang rasio utang Indonesia berkisar 29,1% dari PDB. Dari data tersebut tentunya utang Indonesia masih sangat aman.        

Hal yang mungkin menjadi pertanyaan diantaranya, “Bagaimana utang negara lain?”, “Apakah rasio utang terhadap PDB Indonesia paling tinggi?”. Ternyata dibanding negara lain utang Indonesia tergolong rendah. Negara maju seperti Jepang yang mempunyai utang mencapai 233% terhadap PDB, Amerika Serikat mencapai 105% terhadap PDB. Bahkan dari negara tetangga ASEAN, Indonesia tergolong memiliki rasio utang yang rendah seperti Malaysia yang mencapai 53,20%, Vietnam 62,4%, Thailand 41,20%.

Dari data tersebut semoga dapat merubah persepsi bahwa Indonesia tidak harus berutang. Utang adalah suatu hal yang sangat normal dan wajar sebagai sumber modal bagi suatu negara tak terkecuali Indonesia. Sebagai pandangan warga negara yang belajar ekonomi sekurang-kurangnya utang luar negeri itu memperhatikan 2 aspek:

  1. Utang tersebut dapat dilunasi ketika jatuh tempo.
  2. Utang tersebut dapat mewujudkan pembangunan yang menumbuhkan ekonomi Negara Indonesia.

Kebijakan utang Indonesia tentu telah dipikirkan secara matang dan hati-hati dengan kebijakan-kebijakan yang strategis untuk memperbaiki perekonomian Indonesia. Seperti dengan mengefektifkan sumber pendapatan lain contohnya pajak. Tentunya tidak mungkin pemerintah membawa kebijakan yang merusak bangsanya sendiri. Dari sini kita harus percaya kepada kebijakan itu. Dari sisi jumlah dengan melihatnya dari rasio terhadap PDB utang Indonesia masih sangat aman dari batas yang telah ditetapkan sehingga hal tersebut tidak sepatutnya di khawatirkan. Namun yang harus jadi perhatian adalah apakah utang tersebut telah dialokasikan dengan benar untuk mencapai pembangunan yang menjadi tujuannya dan membawa perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik atau tidak. (www.kemenkeu.go.id)

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…