Potensi Ekonomi di Pilkada Serentak 2018

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan dilakukan di 171 daerah pada pertengahan tahun 2018 bakal mendongkrak ekonomi daerah.

 

NERACA

 

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita optimistis pada tahun politik seperti ini, kondisi perdagangan akan tetap stabil. Justru, pada tahun politik seperti ini, ia menilai uang akan beredar banyak, khususnya di daerah untuk memenuhi kebutuhan Pilkada. “Dari sisi perdagangan tidak perlu ada kekhawatiran. Mulai dari kumpul-kumpul, mencetak kaos, menyablon, berbagai hal lainnya itu tidak ada yang gratis,” jelas Enggar.

Hanya saja, ia menilai ekonomi di daerah yang meningkat di tahun politik bisa mengakibatkan kenaikan jumlah uang beredar. Hal itu dinilai tetap perlu dipantau oleh pemerintah agar tidak mendorong peningkatan inflasi.

Hal senada juga dilontarkan Politikus PDI Perjuangan Darmadi Durianto menilai pelaksanaan Pilkada serentak 2018 berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi. Terutama perekonomian di daerah yang menyelenggarakan Pilkada tersebut. "Pelaksanaan Pilkada serentak di 171 daerah akan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi daerah," kata Darmadi.

Anggota DPR ini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2018 mencapai 5,2 persen. Salah satu faktornya karena besaran belanja pemerintah yang akan memicu naiknya pertumbuhan ekonomi. "Semoga Pilkada serentak dapat berlangsung aman, damai, demokratis dan berdampak positif bagi ekonomi daerah," ucap dia.

Namun begitu, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira mengatakan dampak peningkatan ekonomi ke daerah akibat dari Pilkada serentak tidak akan signifikan.

Menurutnya hanya ada beberapa sektor yang mengalami peningkatan ekonomi terdampak dari Pilkada serentak di pertengahan tahun nanti. “Dampak ke daerahnya bukan tidak ada tapi hanya ke beberapa sektor. Rokok, makanan, konveksi, perhotelan dan restoran buat tempat-tempat kumpul konsolidasi,” terang Bima.

Ia mencermati Pilkada kali ini terjadi di provinsi besar seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung masyarakatnya dinilai sudah melek teknologi.

Hal itu berdampak pada penurunan belanja jasa periklanan oleh pihak-pihak yang berkontestasi politik yang tidak meningkat sesuai ekspektasi. Menurutnya saat ini kampanye sudah bergeser ke Media sosial. “Hal itu sudah terlihat dari Pemilu 2014 lalu, pertumbuhan dari jasa periklanan itu dibawah ekspektasi karena udah pada pake medsos kampanyenya, jadi ada perubahan shifting. Iklan-iklan caleg di televisi berkurang di koran berkurang jadi semuanya sudah menggunakan media digital,” terangnya.

Selain itu, menurut dia pembatasan pemasangan baliho dan reklame kontestan politik dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga berkontribusi terhadap turunnya pendapatan jasa periklanan di masa pesta demokrasi ini. “Jadi order untuk jasa periklanan termasuk cetak mencetaknya jadi agak berkurang itu mungkin dampaknya kesana,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada A Tony Prasetiantono mengatakan, kehadiran Pilkada serentak tahun 2018  tidak begitu banyak berimbas kepada ekonomi Indonesia.

Tony merinci, jika anggaran Pilkada di 171 daerah masing-masing sebesar Rp 100 miliar dan diakumulasi menjadi Rp 17 triliun, maka tidak cukup banyak untuk mendongkrak ekonomi tahun depan. "Kalau dikalikan Rp 100 miliar 170 Pilkada ketemunya Rp 17 triliun kan enggak gede. APBD DKI Rp 76-77 triliun, APBN Indonesia Rp 2.200, kalau Pilkada Rp 17 triliun enggak ada apa-apanya," kata Tony.

Ia juga mengatakan bahwa pesta demokrasi yang hampir terjadi setiap tahun tidak perlu dianggap sebagai hal yang menakutkan. Sebab, kehadiran Pilkada serentak di tahun politik 2018 tidak banyak memberikan dampak ke ekonomi Indonesia. "Di 2018 optimistis enggak ada dampak negatif Pilkada. Kalau ada terkompensasi dari aktivitas lain," tutur Tony.

Melihat beberapa tahun ke belakang, Tony menambahkan, selama ini pesta demokrasi berlangsung cukup aman. Dengan demikian, kehadiran Pilkada serentak di 171 daerah tahun depan juga bisa berjalan tanpa hambatan sebagaimana mestinya.

Di tahun 2009 saat tahun Pilpres, ekonomi Indonesia berhasil tumbuh 4,5%. Angka ini bisa dibilang baik di tengah anjloknya pertumbuhan ekonomi negara tetangga. Di 2014, ekonomi Indonesia juga berhasil tumbuh 5,02%, meski mengalami sedikit penurunan dibandingkan tahun sebelumnya 5,58%, angka ini masih terbilang baik. "Saya kok enggak pesimis atau tidak takut mengalami tahun politik 2019 atau Pilkada 2018," tutur Tony.

 

Ekonomi Membaik

 

Menyikapi Pilkada serentak, para ekonom dan lembaga internasional memprediksi ekonomi Indonesia bakal membaik pada 2018. Apalagi, karena ada pesta politik: Pemilihan Pilkada serentak. Meski ada kenaikan tapi tidak signifikan, yang mana pertumbuhan ekonomi kemungkinan tak akan setinggi target pemerintah yaitu 5,4%.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, ekonomi berpotensi tumbuh sedikit lebih tinggi dari tahun ini. Penyebabnya, konsumsi rumah tangga semestinya membaik di tahun politik. Adapun tahun ini, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi kurang dari 5,1%, sedangkan tahun depan 5,15%. “Ekonomi 2018 kelihatannya agak membaik sedikit karena pemerintah fokus ke belanja sosial (bansos), kan ada Pilkada. Pasti dana daerah bergerak,” kata Lana .

Di sisi lain, ada juga dana kampanye dari partai politik yang akan mengguyur perekonomian. Namun, ia menekankan masih ada risiko ekonomi dari sisi belanja negara lantaran penerimaan pajak yang seret. Belanja pemerintah daerah (pemda) juga kemungkinan tak akan ekspansif. “(Kepala daerah) yang incumbent sekarang akan takut tanda tangan (proyek) karena takut tidak terpilih lagi,” ucapnya.

Namun begitu, bila kepala daerah yang terpilih adalah orang baru, butuh waktu tiga bulan untuk belajar pemerintahan sehingga realisasi belanja daerah akan tersendat.

Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede lebih optimistis. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,2-5,3% di 2018. Penyokongnya, kenaikan konsumsi masyarakat, sebagai efek positif dari Pilkada dan imbas program padat karya yang akan dilaksanakan pemerintah.

Adapun Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Destry Damayanti meyakini selain investasi swasta, belanja pemerintah juga bakal membantu pemulihan ekonomi. Belanja untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan yang sebesar Rp 292,8 triliun diyakini bakal membantu daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.

Begitu juga dengan anggaran infrastruktur sebesar Rp 409 triliun, diharapkan akan menambah penyerapan tenaga kerja. “Pemulihan ekonomi tahun depan semestinya akan didorong oleh perbaikan dari sisi investasi. Namun tetap perlu juga peran pemerintah, yakni dengan mempercepat distribusi bansos dan meningkatkan belanja utama yaitu di infrastruktur,” kata dia.

Di sisi lain, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) juga memprediksi ekonomi Indonesia bakal membaik. Namun, kemungkinan hanya akan mencapai 5,3%. Menanggapi prediksi tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pemerintah fokus menjaga pertumbuhan investasi dan ekspor. Harapannya, target pemerintah bisa tercapai.  (agus)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…