KPK Harapkan Hakim Adil Proses Praperadilan Novanto

KPK Harapkan Hakim Adil Proses Praperadilan Novanto

NERACA

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan hakim tunggal Kusno dapat bersikap adil dalam memimpin sidang praperadilan yang diajukan oleh Ketua DPR Setya Novanto yang menjadi tersangka korupsi proyek KTP elektronik.

"Harapan kami pengadilan dalam hal ini hakim tunggal bisa bersikap 'fair'. Apa pun yang didalilkan oleh pemohon silakan tetapi kami seyakin-yakinnya penetapan tersangka sudah benar, sesuai prosedur, dan dapat dibuktikan nanti di pemeriksaan sidang perkara pokok," kata Kepala Biro Hukum KPK Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/12).

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/12) menggelar sidang perdana praperadilan Setya Novanto dengan agenda pembacaan permohonan praperadilan dari pihak pemohon.

Sementara soal telah dilimpahkannya berkas perkara Novanto ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, ia menyatakan bahwa tim biro hukum KPK tetap akan fokus menghadapi proses praperadilan itu.

"Kita harus bisa memahami dan juga mengerti prosedur pemeriksaan praperadilan dan perkara pokok dua hal yang berbeda, meskipun itu terkait satu sama lain. Kami prinsip praperadilan ini dilakukan untuk mengecek atau menguji bukti formal dan prosedur formalnya. Sementara untuk perkara pokok adalah membuktikan apakah bukti materil benar atau tidak," tutur dia.

Ia belum mengetahui soal jadwal sidang Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta."Kemudian selanjutnya kami jujur saja tidak tahu jadwal yang ada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dan siapa aja Majelis Hakimnya karena itu jadi otoritas pihak pengadilan dan kami hanya sifatnya menunggu pemberitahuan itu dari Jaksa Penuntut Umum," ucap Setiadi.

Sementara, Kuasa Hukum Setya Novanto mempermasalahkan KPK yang menetapkan kembali kliennya sebagai tersangka kasus korupsi KTP-elektronik (KTP-e) karena telah melanggar azas "ne bis in idem".

Menurut Ketut Mulya Arsana, kuasa hukum Novanto dalam putusan praperadilan pertama pada Jumat (29/9) yang dibacakan Hakim Tunggal Cepi Iskandar dinyatakan bahwa penetapan tersangka kliennya itu tidak sah."Isinya, menolak eksepsi seluruhnya, mengabulkan permohonan sebagian, penetapan tersangka tidak sah, dan memerintahkan menghentikan penyidikan," kata Ketut.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Kusno pada Kamis menggelar sidang perdana praperadilan Setya Novanto dengan agenda pembacaan permohonan praperadilan dari pihak pemohon.

"Dengan demikian, status pemohon tidak lagi tersangka. Bahwa penetapan tersangka yang kedua kalinya yang dilakukan termohon telah melanggar azas 'ne bis in idem' karena bentuk pengulangan berdasarkan penyidikan sebelumnya," ucap Ketut.

"Ne bis in idem" sendiri diatur dalam Pasal 76 ayat (1) KUHP yang menyebutkan "kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap".

"Dalam arti hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut". 

Sidang lanjutan praperadilan Novanto akan dilanjutkan pada Jumat (8/12) dengan agenda jawaban dari pihak KPK dan juga pengajuan bukti surat dari kedua belah pihak.

Setya Novanto selaku anggota DPR RI periode 2009-2014 bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjono, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Dirjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu koporasi, menyahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan sehingga diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atas perekonomian negara sekurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam pengadaan paket penerapan KTP-E 2011-2012 Kemendagri.

Sebelumnya, Setya Novanro juga pernah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus proyek KPK-e pada 17 Juli 2017 lalu. Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakim Tunggal Cepi Iskandar pada 29 September 2017 mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto sehingga menyatakan bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak sesuai prosedur. Ant

 

BERITA TERKAIT

UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran

Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus melanjutkan agenda pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan…

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran

Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus melanjutkan agenda pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan…

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…