Advokat Dikriminalisasi Minta Perlindungan Jaksa Agung

Advokat Dikriminalisasi Minta Perlindungan Jaksa Agung

NERACA

Jakarta - Advokat Mohammad Nashihan meminta perlindungan dari Jaksa Agung dan Jamwas atas penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan korupsi oleh Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau saat dirinya menjalankan tugasnya sebagai kuasa hukum Asuransi Bumi Asri Jaya (BAJ).

"Kami minta ulang ekspos (gelar perkara) ulang bagaimana pengumpulan bukti-bukti atas penetapan tersangka klien kami. Ekspos harus dilakukan secara terbuka oleh pengawasan," kata kuasa hukumnya, Pilipus Tarigan di Jakarta, Jumat (24/11).

Ia menjelaskan kliennya dituduh telah mengambil dana premi asuransi pegawai negeri sipil (PNS) dan Tenaga Harian Lepas Kota Batam yang tersimpan dalam rekening bersama. Dana itu disimpan dalam rekening bersama selama berlangsungnya gugatan perdata terhadap kepada PT Asuransi BAJ oleh Pemko Batam setelah asuransi itu tidak bisa membayar premi.

Dalam mediasi itu telah ada kesepakatan, Asuransi BAJ melakukan pembayaran sebagian kewajibannya sebesar Rp55 miliar. Uang tersebut kemudian di tempatkan dalam rekening bersama, M Nasihan dan Syafei pada rekening PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Menteng, Jakarta Pusat dengan nomor rekening."Perkara perdata itu masih berlangsung di Peninjauan Kembali (PK) setelah putusan kasasi," ujar dia.

Ia menyebutkan dana premi yang dibayarkan Pemkot Batam untuk pegawainya kepada BAJ sebagai uang negara. Oleh karena itu Nasihan lalu dipersangkakan melanggar UU Tipikor. Padahal dana premi itu bukan uang negara karena berasal dari potongan gaji para pegawai Pemkot Batam.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepulauan Riau (Kepri) diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam perkara korupsi Asuransi Bumi Asri Jaya (BAJ) atas nama tersangka pengacara Mohammad Nashihan."Akibatnya, pengacara yang sedang menjalankan profesinya sebagai advokat itu menjadi korban kriminalisasi," kata dia.

Dugaan penyalahgunaan itu terdapat dalam tiga perbuatan, yakni, pertama, memaksakan perkara perdata menjadi perkara tindak pidana korupsi (tipikor), kedua, menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) pencucian uang lebih dulu dari Sprindik perkara korupsi yang menjadi tindak pidana pokok. Dan ketiga, menerbitkan Sprindik perkara korupsi sekaligus menjadikannya tersangka tanpa menyebutkan pasal apa yang dilanggar Nasihan.

Menurut Pilipus, pemaksaan perkara perdata menjadi perkara tipikor itu terkait asal mula perkara itu sengketa perdata antara Pemkot Batam dengan BAJ. Sengketa perdata itu terkait perselisihan berapa uang premi yang harus dikembalikan BAJ kepada pegawai pemkot setelah pemkot membatalkan kerjasama."Sengketa perdatanya belum selesai tapi sudah ditarik ke ranah tipikor," kata dia.

Sedangkan soal sprindik, Pilipus memaparkan bahwa pada 17 Juli 2017, Kepala Kejati Kepri menerbitkan Sprindik No. Print-204/N.10.1/fd.1/07/2017 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dua hari kemudian yaitu 19 Juli 2017, Kepala Kejati Kepri menerbitkan Sprindik No. Print-205/N.10.1/fd.1/07/2017 tentang Tipikor.

"Kok Sprindik TPPU lebih dulu terbit dari Sprindik Tipikor yang menjadi pidana pokoknya. Bagaimana mungkin penyidik tahu ada pidana pencucian uang sebelum tahun pidana pokoknya," kata Pilipus.

Penyalahgunaan wewenang ketiga terkait penerbitan Sprindik Print-282/N.10.1/Fd.1/09/2017 yang bersamaan dengan penetapan Nashihan sebagai tersangka. Dalam sprindik itu tak dicantumkan sangkaan pasal yang dilanggar Nashihan. Termasuk dalam surat panggilan sebagai saksi maupun tersangka.

"Ini soal hak informasi dan kepastian hukum. Kalau tak dicantumkan tak ada kejelasan mengenai tuduhan pelanggaran terhadap klien kami," kata dia.

Selain itu, penetapan tersangka Nashihan bertentangan dengan putusan Pengadilan Negeri (PN)Jakarta Selatan No.97/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel yang telah menjadi yurisprudensi dan putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015. Dimana penetapan tersangka bersamaan dengan penerbitan Sprindik tidak sah. Sebab penetapan tersangka tidak didasarkan pada bukti hasil penyidikan yang sah.

Sementara itu, Kepala Kejati Kepri Yunan Harjaka menyatakan tidak ada kesalahan dalam mengeluarkan sprindik meski memang ada kesalahan tanggal pemanggilan sedangkan nomornya sendiri tidak salah."Itu benar-benar tindak pidana korupsi, itu uang negara karena jaksa sudah konsultasi dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata dia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…