Pemerintah 'Pede' Tingkatkan Inklusi Keuangan

 

 

 

NERACA

 

Jakarta - Pemerintah optimistis dapat meningkatkan indeks inklusi keuangan masyarakat mencapai 75 persen pada tahun 2019 atau sesuai dengan target yang sebelumnya sudah dipatok oleh Presiden Joko Widodo. "Kita menetapkan target yang sangat ambisius, menjadi 75 persen pada tahun 2019," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution pada Rapat Koordinasi Pembahasan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) di Jakarta, Jumat (17/11).

Hadir dalam rapat tersebut, antara lain, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri BUMN Rini Soemarno, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf. Guna mencapai target keuangan inklusif 75 persen pada tahun 2019, menurut Darmin Nasution, perlu penambahan 51.822.431 jiwa penduduk dewasa yang terinklusi. Oleh karena itu, pemerintah telah menetapkan lima pilar penyangga SNKI.

Lima pilar tersebut adalah edukasi keuangan, hak properti masyarakat dalam bentuk program sertifikasi lahan, fasilitasi intermediasi dan saluran distribusi keuangan, perlindungan konsumen, dan layanan keuangan pada sektor pemerintah. "Untuk layanan keuangan sektor pemerintah, di sini lebih banyak berperan Kementerian Sosial dan Bank Indonesia. BI melaksanakan perannya melalui sistem pembayaran," ucap Darmin.

Sebelumnya, Pemerintah juga telah meresmikan Dewan Nasional Keuangan Inklusif yang dibentuk menyusul terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengatakan bahwa Pemerintah juga telah menetapkan strategi percepatan pencapain target inklusi keuangan.

Strategi itu tertuang dalam bentuk inovasi keuangan yang dapat menjangkau seluruh masyarakat, perluasan layanan keuangan, peningkatan infratruktur yang mendukung inklusi keuangan dan peningkatan kesadaran dan literasi keuangan serta percepatan sertifikasi hak properti masyarakat yang dapat dijadikan agunan. Harapannya dengan meningkatnya indeks keuangan inklusif Indonesia, ini dapat memberikan dampak positif, khususnya agar masyarakat kecil dapat terangkat kesejahteraannya. "SNKI bukan sekadar angka, melainkan ini bertujuan lebih banyak untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui inklusi keuangan," katanya.

Sementara itu, pergeseran perilaku masyarakat pada aspek layanan digital dengan memanfaatkan penggunaan teknologi digital dan penetrasi pengguna internet dan smartphone yang tinggi telah memicu pesatnya perkembangan Fintech di Indonesia. Potensi yang dapat digarap oleh industri Fintech ini sangat besar, terutama dalam mendukung program Inklusi Keuangan Nasional.

"Kami mendorong kolaborasi dan sinergi antara Fintech startup, lembaga jasa keuangan incumbent dan menyedia layanan dasar digital untuk secara bersama-sama mencapai tujuan inklusi keuangan tersebut. Agar akses terhadap produk layanan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, memiliki jangkauan yang luas, efisien, nyaman dan juga aman akan dapat disediakan," kata Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida.


Menurutnya, dukungan OJK pada tumbuh kembangnya FinTech sejalan dengan program pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadikan Indonesia sebagai negara ‘Digital Economy’ terbesar di Asia Tenggara pada 2020 melalui beberapa keputusan dan program pemerintah. Pemerintah ingin memanfaatkan momentum bonus demografi angkatan muda produktif Indonesia yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2020. "Potensi ini harus kita manfaatkan sebaik-baiknya melalui penyediaan jasa keuangan digital atau FinTech yang tepat dengan preferensi angkatan muda yang memiliki perilaku baru dan digital savvy," ungkap Nurhaida.

Dia menjelaskan, saat ini OJK telah membentuk Satuan Kerja yang menjadi focal point inovasi keuangan digital yaitu Grup Inovasi Keuangan Digital dan Pengembangan Keuangan Mikro yang bertugas untuk meneliti dan mengembangkan Fintech di industri jasa keuangan Indonesia. OJK juga sedang memformalkan konsep Regulatory Sandbox sebagai tempat eksperimen inovasi jasa keuangan bagi pelaku industri dan regulator untuk mencari inovasi yang bernilai tambah dan tepat sekaligus cara mengawasi dan mengelola risikonya secara terkendali.

Melalui Sandbox, lanjut dia, diharapkan dapat melahirkan inovasi baru sehingga pertumbuhan industri Indonesia siap menghadapi tantangan perubahan jaman dalam 5-10 tahun kedepan. "Disamping mendorong inovasi keuangan digital melalui FinTech kami mengingatkan kembali prinsip dasar layanan keuangan yang aman dan berisiko rendah tetap harus dikedepankan," tutupnya.

 

BERITA TERKAIT

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial NERACA Jakarta - Dalam memperingati Hari Kartini 2024, PT Dana Tabungan dan…

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji NERACA  Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk merilis fitur terbaru…

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia NERACA Jakarta - Token fanC aset kripto baru akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial NERACA Jakarta - Dalam memperingati Hari Kartini 2024, PT Dana Tabungan dan…

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji NERACA  Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk merilis fitur terbaru…

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia NERACA Jakarta - Token fanC aset kripto baru akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token…