Dampak Bail-Out Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

Oleh: Rondi Pramuda Padang, Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu *)

Bank merupakan institusi keuangan yang berperan penting dalam perekonomian nasional maupun dunia, khususnya Indonesia. Bank bertugas menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan atau deposito dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit, pembiayaan atau bentuk lainnya. Bank memiliki posisi yang sangat strategis sebagai penunjang sistem keuangan sehingga bank harus dijaga ketahanannya, baik kelancaran pendanaan, transparansi, maupun kesehatan operasionalnya.

Cara mengukur tingkat kesehatan bank di Indonesia yaitu dengan cara mengukur CAMEL, yaitu Capital (Modal), Asset (Aset), Management (Manajemen), Earning (Pendapatan) dan Likuidity (Kecepatan Pergerakan Dana). Faktor ketaatan terhadap peraturan di bidang perbankan juga menjadi tolak ukur. Dilihat dari rasio kecukupan modal dan rasio kecukupan likuiditas bank dibedakan menjadi bank sistemik dan bank non-sistemik, yang menjadi objek dalam pembahasan ini ialah bank sistemik1.

Likuiditas dan Solvabilitas

Terdapat dua jenis permasalahan dalam bank sistemik, yaitu permasalahan Likuiditas2 dan permasalahan Solvabilitas3. Dalam hal usaha penyelamatan bank yang terbelit permasalahan likuiditas, melalui penilaian Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI) dapat memberikan bantuan likuiditas untuk mengembalikan kesehatan likuiditas bank sistemik tersebut. Namun demikian, dalam hal permasalahan solvabilitas, dimana kompleksitas masalahnya lebih tinggi dibandingkan permasalahan likuiditas, perlu peran bersama antara OJK, BI, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Kementerian Keuangan (jika harus melibatkan APBN) serta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)4 dalam menyelesaikannya.

Mekanisme bail-out tidak boleh dilakukan untuk menyelamatkan bank gagal yang tidak berdampak sistemik dan/atau lembaga keuangan lainnya. Secara jelas mekanisme bail-out diatur dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 yang berbunyi “Dalam hal terdapat Bank Sistemik yang mengalami permasalahan solvabilitas, Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan wewenangnya melakukan penanganan permasalahan solvabilitas, termasuk memastikan pelaksanaan rencana aksi Bank Sistemik”. Pasal tersebut memberikan tanggungjawab penuh kepada OJK untuk menangani permasalahan solvabilitas bank gagal serta menyusun rencana aksi menanggulanginya. OJK berkoordinasi dengan LPS melakukan peningkatan intensitas persiapan penanganan bank sistemik sesuai dengan Undang-Undang.  Jika masalah itu belum dapat teratasi, OJK meminta penyelenggaraan rapat KSSK disertai dengan rekomendasi langkah penanganan permasalahan bank sistemik.

Usaha-usaha penyelamatan bank seperti Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Bantuan Solvabilitas Dana Talangan oleh pemerintah berpotensi besar merugikan keuangan negara. Menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2000, BLBI merugikan negara Rp138,442 triliun dari Rp144,536 triliun BLBI yang disalurkan. Bantuan kredit itu diberikan kepada kepada 48 bank, bantuan kredit yang awalnya bersifat Likuiditas menjadi Solvabilitas karena pada ujungnya Pemerintah yang menanggung kerugian dengan mengambil tanggungjawab para Kreditor ke BI. Pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga menemukan penyimpangan senilai Rp54,561 triliun yang dilakukan oleh 28 bank yang diberikan bantuan likuiditas oleh BI. Lalu ditambah lagi sebesar Rp640,9 triliun dana penyehatan perbankan yang digelontorkan pemerintah pada sepanjang 1997-2004.5

Dalam laporan BPK yang diberikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebutkan bahwa kerugian negara atas pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) pada Bank Century sebesar Rp7,4 triliun. Nilai tersebut terdiri dari penyaluran kredit likuiditas dari BI kepada Bank Century sebesar Rp689,39 miliiar dan penyertaan modal sementara/dana talangan oleh LPS sebesar Rp6,76 triliun.6 Berdasarkan beberapa laporan hasil audit negara diatas, sangat jelas besarnya kerugian negara, apalagi KPK belum tuntas menyelesaikan penyelidikan mengenai kerugian negara dalam kasus BLBI terkait pengucuran dana ke berbagai bank (salah satunya Bank Dagang Nasional Indonesia7) sehingga kedepan kemungkinan dapat diidentifikasi bertambahnya jumlah kerugian negara.

Perlu Pertimbangan Matang

Negara, dalam hal ini Kementerian Keuangan, OJK, BI, LPS yang menjadi unsur pembentuk KSSK harus menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent) serta analisis secara komprehensif. Jika perlu, pemerintah harus melibatkan pelaku usaha (bank) dan akademisi (ahli perbankan dan ahli hukum) dalam menetapkan suatu bank berpredikat sistemik. Ini penting karena adanya predikat tersebut memungkinkan negara akan terjun menggelontorkan uang melalui LPS untuk menyelamatkan bank sangatlah besar.8

Jika sudah sampai pada tahapan mekanisme bail-out, maka tidak dapat dihindari bahwa penyertaan modal negara kelak dapat menggerus APBN serta inefisiensi dan inefektivitas penggunaan APBN. Padahal seharusnya konsentrasi penggunaan APBN untuk membangun infrastruktur ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Selain itu, bangsa Indonesia akan disuguhi kasus-kasus hukum yang memerlukan waktu yang lama, menghabiskan tenaga, pikiran dan waktu untuk menelusuri dan menemukan siapa yang bertanggungjawab yang pada ujung cerita akan menimbulkan ketidakstabilan ekonomi, hukum dan politik. (www.kemenkeu.go.id) *)Tulisan ini adalah pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…