Otomatisasi Gerbang Tol Bukan Tanpa Masalah

 

 

 

NERACA

 

Jakarta – Pemerintah resmi mewajibkan transaksi tol melalui Gerbang Tol Otomatis yang mana menggunakan transaksi cashless yang artinya menggunakan kartu. Penerapan aturan tersebut terbilang bagai pisau bermata dua. Disatu sisi, aturan tersebut untuk mempercepat transaksi di gerbang tol sehingga tak terjadi kemacetan yang memanjang. Akan tetapi disisi lain, aturan tesebut membuat akan banyak tenaga kerja yang di PHK. 

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan otomatisasi jalan tol dengan penerapan transaksi nontunai menggunakan uang elektronik bukan tanpa masalah. "Seringkali mesin pembaca kartu uang elektronik lambat dalam merespon. Pada akhirnya justru lebih cepat tenaga manusia yang melayani pembayaran secara tunai," kata Tulus Abadi dihubungi di Jakarta, Selasa (24/10).

Selain respon mesin yang lambat, tidak jarang pula terjadi mesin yang rusak sama sekali sehingga pengguna jalan tol terpaksa harus mundur dan pindah ke gardu tol lainnya. Selain permasalahan pada mesin pembaca kartu uang elektronik, permasalahan juga terjadi pada sisi pengguna jalan tol. Misalnya, masih ada pengguna jalan tol yang gamang dalam menempelkan kartu pada mesin pembaca, bahkan sampai menjatuhkan kartu. "Tidak jarang pula konsumen kesulitan mengisi ulang di peritel modern sepert 'minimarket' karena berbagai alasan. Misalnya, saldo untuk mengisi ulang di minimarket sedang habis," tuturnya.

Karena itu, Tulus berpendapat pengelola jalan tol tetap harus memberikan pilihan bagi pengguna jalan tol untuk melakukan pembayaran secara tunai. Pilihan transaksi secara tunai juga terjadi di berbagai negara yang menerapkan otomatisasi di jalan tol, misalnya, Amerika Serikat, Singapura dan China. Menurut Tulus, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur hak-hak konsumen, termasuk hak untuk memilih. "Salah satunya adalah pilihan melakukan transaksi secara tunai maupun nontunai," ujarnya.

Di tempat terpisah, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia Mirah Sumirat mengatakan pekerja jalan tol tetap terancam dikenakan pemutusan hubungan kerja (PHK) menyusul pemberlakuan otomatisasi di jalan tol dengan transaksi nontunai. "Memang akan ada karyawan yang dialihkerjakan di bidang lain, tetapi pasti akan tetap lebih banyak yang di-PHK. Bohong kalau dikatakan tidak akan ada PHK," kata Mirah.

Mirah mengatakan manajemen pengelola jalan tol memang sudah merencanakan mengalihkan pekerja pengumpul tol di bidang kerja yang lain. Namun, kuota yang diperlukan pada pekerjaan tersebut hanya 900-an orang, sementara pekerja yang terancam kehilangan pekerjaan, Mirah perkirakan mencapai 10.000 orang. Apalagi, pengelola jalan tol di Indonesia bukan hanya badan usaha milik negara (BUMN). Ada beberapa jalan tol yang dikelola oleh swasta yang kemungkinan nasib karyawannya tidak diekspos di media massa terkait dengan penerapan otomatisasi di gardu tol.

Mirah mengatakan, selain kebohongan tentang tidak akan ada PHK, juga sudah ada kebohongan-kebohongan terjadi terkait dengan otomatisasi tersebut. Misalnya, otomatisasi akan mengurangi kemacetan di gardu tol. "Apa betul penerapan gerbang tol otomatis mengurangi kemacetan di gardu tol. Nyatanya tetap macet," tuturnya. Begitu pula dengan efisiensi waktu yang terjadi saat transaksi di gardu tol dilakukan secara nontunai. Dikatakan ada selisih waktu tiga detik lebih cepat, yaitu dari sembilan detik saat transaksi tunai menjadi enam detik saat transaksi nontunai. "Transaksi di gardu tunai tidak selama itu. Menurut standar pelayanan minimal, transaksi di gardu tol hanya tiga menit sampai empat menit saja," katanya.

Masyarakat Tak Setuju

Berdasarkan survei yang dikutip dari Tirto.co,id, sebagian besar masyarakat yang tinggal di wilayah Jabodetabek telah mengetahui penerapan pembayaran non tunai/elektronik di jalan tol. Hal ini terlihat dari 90,6 persen masyarakat yang menyatakan mengetahui kebijakan ini. Hanya 9,4 persen masyarakat Jabodetabek yang tidak mengetahui elektronifikasi jalan tol.

Mayoritas masyarakat Jabodetabek mengetahui rencana ini dari media massa. Terlihat dari hasil riset, sebanyak 64,35 persen masyarakat menyatakan media massa, baik online, cetak maupun televisi merupakan sumber informasi penerapan pembayaran non tunai di jalan tol. Tak hanya dari media massa, 10,82 persen masyarakat menyatakan informasi mengenai hal ini didapatkan melalui rekan kerja dan kerabat.

Sedangkan bagi masyarakat yang menyatakan tidak mengetahui elektronifikasi jalan tol, mayoritas dikarenakan jarangnya mereka menggunakan akses jalan bebas hambatan ini (65,96%). Selain itu, 13,83 persen menyatakan bahwa Jasa Marga tidak pernah memberikan informasi ataupun pengumuman atas penerapan pembayaran non tunai di jalan tol.

Meskipun masyarakat sudah mendapatkan informasi yang cukup, akan tetapi masih ada yang tidak setuju dengan elektronifikasi jalan tol. Sebanyak 24,8 persen masyarakat Jabodetabek menyatakan tidak menyetujui penerapan e-toll ini dikarenakan mekanisme yang belum jelas. Mayoritas masyarakat, 75 persen, mempertanyakan bagaimana mekanisme pembayaran tol jika kartu tertinggal.

Selain itu, 9,68 persen masyarakat menyatakan sulitnya pengisian ulang menjadi alasan mereka tidak menyetujui penerapan pembayaran non tunai di jalan tol. Masyarakat pun menyatakan transaksi sendiri/mandiri dianggap masih merepotkan (9,68%). Di sisi lain, 75,2 persen masyarakat Jabodetabek menyetujui pembayaran non tunai di jalan tol. Kepraktisan merupakan alasan yang paling banyak diutarakan masyarakat yang menyetujui penerapan pembayaran non tunai di jalan tol (95,61%).

Hal ini terlihat dari 66,89 persen yang menyatakan bahwa dengan pembayaran non tunai di jalan tol, pengguna tidak perlu lagi membawa uang tunai. Selain itu, 28,72 persen juga menyatakan kartu yang digunakan untuk bayar tol pun dapat digunakan untuk pembayaran lain sehingga lebih praktis. Promosi/diskon juga menjadi alasan masyarakat setuju dengan penerapan pembayaran non tunai di jalan tol (3,19%).

 

BERITA TERKAIT

MIGRANT CARE MENILAI ATURAN BARU MEREPOTKAN - YLKI Pertanyakan Permendag No. 7/2024

Jakarta-Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mempertanyakan alasan dibalik berubahnya peraturan yang dirilis Kementerian Perdagangan terkait barang bawaan Pekerja Migran Indonesia…

PRESIDEN JOKOWI: - Anggaran Jangan Banyak Dipakai Rapat dan Studi Banding

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menekankan kepada kepala daerah agar tidak menggunakan anggaran untuk agenda rapat dan…

BPS MENGUNGKAPKAN: - Pertumbuhan Kuartal I Tembus 5,11 Persen

Jakarta-Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,11 persen di kuartal I-2024 ini. Adapun penopang utama pertumbuhan ekonomi…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MIGRANT CARE MENILAI ATURAN BARU MEREPOTKAN - YLKI Pertanyakan Permendag No. 7/2024

Jakarta-Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mempertanyakan alasan dibalik berubahnya peraturan yang dirilis Kementerian Perdagangan terkait barang bawaan Pekerja Migran Indonesia…

PRESIDEN JOKOWI: - Anggaran Jangan Banyak Dipakai Rapat dan Studi Banding

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menekankan kepada kepala daerah agar tidak menggunakan anggaran untuk agenda rapat dan…

BPS MENGUNGKAPKAN: - Pertumbuhan Kuartal I Tembus 5,11 Persen

Jakarta-Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,11 persen di kuartal I-2024 ini. Adapun penopang utama pertumbuhan ekonomi…