1001 Masalah di Sektor Perikanan

Berdasarkan data Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), sejak Januari sampai dengan pertengahan September 2017, telah ditangkap sebanyak 107 kapal perikanan ilegal yang terdiri dari 68 KIA berbendera Vietnam, 4 KIA berbendera Filipina, dan 9 berbendera Malaysia. Sedangkan 26 kapal lainnya berbendera Indonesia. Solusinya?

 

NERACA

 

Kejahatan industri perikanan yang dilakukan secara lintas negara dan terorganisir bakal berpotensi melemahkan hukum dan kedaulatan negara. "Kejahatan ini tidak hanya mengancam keberlanjutan pangan, tetapi juga berdampak negatif terhadap ekonomi, merusak lingkungan, dan merongrong hak asasi manusia," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dalam siaran pers. Menteri Susi menyampaikan hal tersebut ketika menjadi pembicara dalam Simposium Internasional Kejahatan Perikanan yang digelar di Wina, Austria, 25 September 2017.

Menurut Susi, kejahatan tindak pidana perikanan lintas negara kerap sudah terjadi mulai dari perencanaan penangkapan ikan hyang berkaitan dengan asuransi, kepemilikan dan perizinan kapal, hingga korupsi dalam peroleh izin, pemalsuan dokumen, penggelapan pajak, pencucian uang, perdagangan orang dan obat-obatan terlarang.

Kejahatan tersebut, lanjutnya, juga seringkali melibatkan banyak pihak yang berdomisili di berbagai negara. "Kapal FV Viking adalah salah satu contoh praktik penangkapan ikan ilegal dan melanggar kedaulatan suatu negara. Kapal ini memiliki 25 bendera sehingga kapal dapat berganti bendera setiap saat. Mereka juga dengan mudahnya memalsukan dokumen registrasi dan perizinan," ucapnya.

Untuk itu, ujar dia, berbagai pihak juga dinilai harus menemukan solusi atas keterbatasan yang kadang dimiliki oleh peraturan perundang-undangan.

Simposium Internasional tentang Kejahatan Perikanan itu merupakan pertemuan lanjutan dari simposium sebelumnya yang telah diselenggarakan di Yogyakarta (Oktober 2016) dan Cape town, Afrika Selatan (September 2015).

Beberapa topik yang dibahas dalam simposium itu antara lain tantangan global dalam menangani kejahatan perikanan, kasus kejahatan ekonomi bidang perikanan, kasus lintas negara yang terorganisir, perdagangan orang dalam industri perikanan, serta program peningkatan kapasitas dan peran lembaga antarpemerintahan dalam membantu negara-negara memerangi kejahatan perikanan.

Adapun tujuan simposium tersebut untuk memperkuat komitmen internasional guna memerangi kejahatan perikanan melalui suatu pernyataan bersama yang menghasilkan langkah-langkah pemberantasan kejahatan perikanan melalui kerja sama internasional dan pengembangan kapasitas, serta meningkatkan kesadaran global terkait dengan isu itu.

Berdasarkan data KKP, sejak Januari sampai dengan pertengahan September 2017, telah ditangkap sebanyak 107 kapal perikanan ilegal yang terdiri dari 68 KIA berbendera Vietnam, 4 KIA berbendera Filipina, dan 9 berbendera Malaysia. Sedangkan 26 kapal lainnya berbendera Indonesia.

Di samping itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga menyatakan bahwa tantangan yang bakal dihadapi industri pengolahan perikanan nasional ke depan bakal lebih berat tetapi optimistis berbagai tantangan itu akan dapat dijawab.

Dirjen Peningkatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Nilanto Perbowo dalam keterangan tertulis, menyatakan, industri perikanan harus siap menghadapi tantangan yang lebih berat ke depannya.

Menurut Nilanto, secara global, industri perikanan khususnya pengalengan pada saat ini memang tengah menghadapi penurunan. Hal itu, ujar dia, terjadi karena pabrik pengalengan harus berproduksi 24 jam agar efisien.

Sementara, lanjutnya, sumber daya ikan tidak selamanya bisa konstan karena bergantung kepada musim. Oleh karena itu, ia menilai impor dapat dilakukan sebagai pilihan pengganti dan hanya bila sangat dibutuhkan.

Sebagaimana diwartakan, percepatan industrialisasi perikanan sebagaimana tercakup dalam Peraturan Presiden No 3/2017 jangan sampai terhambat oleh ego sektoral berbagai institusi tetapi diharapkan adanya optimalisasi sinergi antarlembaga.

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Minggu (3/9), menyatakan, pelaksanaan Perpres tersebut merupakan acuan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi penerapan Rencana Aksi Industrialisasi Perikanan. "Saat ini momentum yang tepat bagi pemerintah untuk evaluasi Perpres 3/2017, mengingat APBN 2018 akan segera ditetapkan, dan pemerintah bisa mengetahui perkembangan dan efektivitas pelaksanaan Perpres 3/2017," kata Abdi Suhufan.

Sebagamana diketahui, Perpres No 3/2017 tersebut merupakan acuan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi implementasi Rencana Aksi Industrialisasi Perikanan.

Perpres No 3/2017 memuat 5 program dan 27 kegiatan serta memberi mandat dan penugasan kepada 20 Kementerian, Badan Informasi Geospasial, TNI/Polri dan Pemerintah Provinsi untuk saling bersinergi melaksanakan rencana aksi industrialisasi perikanan nasional.

Menurut dia, dalam perkembangannya, pelaksanaan Perpres tersebut menemui sejumlah hambatan seperti adanya ego sektoral antar kementerian.

Ia memaparkan, indikasi ego sektoral dan lemahnya koordinasi dapat terlihat antara lain dari belum selesainya tiga Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang mengatur Tata Ruang dan Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut.

Ketiga RPP tersebut adalah RPP tentang Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, RPP tentang Perencanaan Ruang Laut dan RPP tentang Tata Ruang Laut Nasional.

 

Penguasaan Pengusaha

 

Sedangkan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menyatakan penguasaan lahan di kawasan pesisir oleh pengusaha dan beragam perusahaan swasta berpotensi menghambat nelayan tradisional untuk melaut di sejumlah daerah. "Pemberian hak atas tanah di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk pariwisata nyata-nyata akan mendorong perampasan," kata Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata.

Menurut dia, penggunaan tanah di pesisir dan pulau-pulau kecil untuk pengusaha dapat mencapai sekitar 70 persen di mana sisa 30 persen dikuasai negara, sedangkan nelayan dan petambak akan mengalami kesulitan.

Ia berpendapat bahwa proyek pengembangan kawasan pariwisata strategis di sejumlah daerah akan mendorong dan mempermudah perampasan lahan untuk investasi pariwisata. "Masalah penguasaan tanah pulau kecil dengan menggunakan nama perorangan untuk usaha pariwisata, istilah umumnya penggunaan 'nominee' atau perjanjian pinjam nama oleh warga negara asing, juga luput dari perhatian," paparnya.

Untuk itu, KNTI mendesak pemerintah melakukan pengakuan dan identifikasi termasuk pencatatan atas setiap pemanfaatan sumber daya perikanan dan tanah yang telah ada dan berjalan di pesisir dan pulau-pulau kecil.

Kemudian, dalam perencanaan tata ruang laut dan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil hendaknya memberikan perlindungan kepada wilayah perikanan nelayan dan tanah yang telah dimanfaatkan oleh nelayan dan petambak selama ini.

Marthin juga menginginkan pemerintah mengimplementasikan UU No 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam dengan standar panduan FAO tentang Pedoman Tenurial Tahun 2012 dan Pedoman Perlindungan Perikanan Skala Kecil 2014.

Ia mendesak pula revisi peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Perikanan, Undang-Undang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar sejalan dengan cita-cita UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria serta TAP MPR RI No. IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. (iwan, agus)

 

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…