KPK Permasalahkan Bukti Novanto Terkait LHP BPK

KPK Permasalahkan Bukti Novanto Terkait LHP BPK

NERACA

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempermasalahkan bukti terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 115/HP/XIV/2013 yang diajukan oleh pihak Setya Novanto dalam sidang praperadilan.

"Ada dua ya substansinya, pertama kami tanyakan bagaimana cara dapatnya. Kalau tadi disampaikan pemohon sudah datang sendiri ke BPK ya kita hormati saja cara mereka mendatangi instansi pemerintah untuk mendapatkan informasi itu," kata Kepala Biro Hukum KPK Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/9).

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakum Tunggal Cepi Iskandar menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan agenda pemberian bukti dari pihak pemohon dan termohon.

Menurut Setiadi, pihaknya mempermasalahkan bukti itu karena didapatkan setelah dimulainya sidang praperadilan pada Selasa (12/9) lalu."Cuma permasalahannya adalah dalam hal mendapatkannya. Itu kan didapatkan tanggal 19 September sementara sidang dimulai seminggu sebelumnya yang waktu itu kami minta ditunda. Tanggal 20 kan mulai pembacaan pemohonan jadi rekan-rekan bisa simpulkan sendiri," tutur dia.

Sebelumnya, LHP BKP dengan Nomor 115/HP/XIV/2013 juga dipergunakan dalam perkara sidang praperadilan Nomor 36/Pid.Prap/2015/PN.JKT.Sel. yang diajukan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo "Substansi LHP itu, itu sebenarnya menurut informasi rekan-rekan kami yang hadiri sidang Hadi Poernomo itu tidak menjadi suatu bukti," ujar Setiadi.

Namun, kata Setiadi, pihaknya akan mengecek kembali apakah LHP tersebut masuk dalam daftar bukti pada sidang praperadilan Hadi Poernomo itu."Dan substansinya adalah bukan mempermasalahkan hasil pemeriksaan kinerja, tetapi ingin mengetahui perbandingan SOP KPK dari pelaksanaan kegiatannya," ucap Setiadi.

Sementara itu, Ketut Mulya Arsana, anggota tim kuasa hukum Setya Novanto menyatakan bahwa pihaknya mendapatkan LHP BKP dengan Nomor 115/HP/XIV/2013 itu karena sudah menjadi domain publik dan juga dipergunakan dalam perkara praperadilan Hadi Poernomo.

"Kami diberikan secara resmi sesuai dengan alur informasi publik di BPK RI, Karena ada dua pilihan apakah dalam bentuk 'hard copy' atau "soft copy", kami minta 'soft copy' dan pihak BPK memberikan 'flash disk' resmi BPK sehingga menurut kami itu tidak perlu dipermasalahkan lagi karena memang semuanya merupakan informasi publik yang bisa diakses semua masyarakat Indonesia," tutur dia. 

193 Bukti Dibawa KPK

Lalu, KPK membawa 193 bukti pada lanjutan sidang praperadilan yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (25/9)."Kami sampaikan hari Jumat bahwa ada 450 sekian lembar dari dokumen dan surat, setelah kami rekap ada 193 surat dan dokumen yang kami sampaikan hari ini," kata Setiadi.

Dalam 193 bukti yang dibawa itu, kata dia, terdapat akta perjanjian, surat tentang pembayaran, termin-termin pembayaran, dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi-saksi."Tentunya tidak hanya surat dan dokumen tetapi ada beberapa BAP dari beberapa saksi yang mana pemeriksaannya jauh sebelum penetapan tersangka," ujar Setiadi.

Namun, kata dia, pihaknya juga akan menambahkan lagi beberapa surat atau dokumen sebagai bukti yang akan dibawa pada sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto pada Rabu (27/9) mendatang."Ternyata setelah kami cek kembali tadi pagi beberapa jam sebelum kami ke pengadilan, ada beberapa surat lagi atau dokumen yang akan kami tambahkan pada saat hari Rabu. Jadi ini masih sebagian dari dokumen dan surat yang menjadikan dasar untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka," ucap Setiadi.

Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak berbicara masalah kuantitas tetapi masalah kualitas terkait 193 bukti dokumen yang dibawa tersebut."Alasan itulah yang akan kami sampaikan, yang kami jadikan dasar hukum untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka. Jadi bukan semata-mata dari banyaknya surat atau dokumen tetapi juga kualitas dari keterangan dokumen ataupun surat itu," tutur dia. 

KPK telah menetapkan Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017. Ant

 

BERITA TERKAIT

UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran

Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus melanjutkan agenda pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan…

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran

Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus melanjutkan agenda pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan…

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…