Pencabutan Subsidi BBM Beratkan UMKM

NERACA

Jakarta - Pembatasan subsidi BBM Premium memicu kegelisahan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kalangan pengamat menilai, kebijakan pembatasan BBM yang bakal mulai dilaksanakan awal April 2012 ini dinilai beratkan sektor UMKM.  Oleh karena itu, pemerintah perlu menyiapkan insentif kepada UMKM seperti subsidi Pertamax sesuai daya beli mereka.

“Solusi nyatanya dengan memberikan subsidi premium sementara kepada UMKM dengan perubahan warna plat kendaraan khusus hingga akses dapat diberikan,” kata pengamat ekonomi sekaligus mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Anggito Abimanyu di Jakarta, Jumat.

Dijelaskan Anggito, dengan menaikkan harga premium dari Rp4.500 menjadi Rp8.200 dapat menimbulkan inflasi yang sangat besar. Lebih jauh Anggito mengatakan, kenaikan harga premium secara bertahap dan diimbangi dengan pembangunan infrastruktur untuk pengalihan BBM ke BBG seharusnya berjalan beriringan.

Senada dengan Aggito, pengamat ekonomi Universitas Indonesia Uka Wukarya mengungkapkan, pembatasan BBM subsidi bakal sektor UMKM bakal tertatih-tatih karena kegiatan barang dan jasa terganggu dan akan menghambat kegiatan ekonomi serta kesejahteraan rakyat. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan inflasi sebesar 1,5%.

“Setiap kenaikan BBM, akan terjadi inflasi sampai 1,5%. Jika harga premium dari Rp4.500 – Rp8.200 akan menyebabkan inflasi sekitar 15%. Hal itu akan menyebabkan chaos dalam perekonomian kita. Solusinya seharusnya menaikkan harga premium secara bertahap, kenaikan Rp500 secara terus menerus per tiga bulan,” tandas Uka.

Terkait dengan rencana konversi BBM ke BBG, Anggito berpendapat, pemerintah mengalami dilema untuk menentukan jenis BBG apa yang akan digunakan sebagai sebagai pengganti BBM. Pemerintah harus menentukan antara CNG (compressed natural gas) atau LGV (liquid gas for vehicle). “Dualisme bahan bakar itu harus segera di tentukan,” jelas Anggito.

Sementara sejauh ini belum adanya kepastian pemerintah mengenai penyediaan BBG antara CNG dan LGV. Selanjutnya, Anggito menambahkan bahan baku dari CNG adalah gas alam yang negara kita sendiri mampu memproduksinya, bahkan bisa mengekspor ke luar negeri. Oleh karena itu, muncul beberapa aspek untuk membandingkan kedua BBG tersebut. “Pemerintah harus menentukan BBG yang mana yang dipakai. Yang aman dan murah bagi rakyat,” kata Anggito.

BERITA TERKAIT

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

BERITA LAINNYA DI Industri

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…