Korporasi Terkait Karhutla Harus Dikenakan Hukum Tegas

Korporasi Terkait Karhutla Harus Dikenakan Hukum Tegas

NERACA

Jakarta - Sejumlah korporasi yang terbukti terkait dengan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) harus bisa dikenakan hukuman dengan tegas agar peristiwa asap yang membahayakan kesehatan dan keselamatan warga dapat diatasi.

"Penyebab kebakaran adalah banyaknya izin konsesi yang diberikan di atas lahan gambut, akibatnya pemegang konsesi mengeringkan gambut agar bisa dikelola dan membakarnya agar biaya operasional dapat ditekan seminim mungkin bahkan tanpa biaya," kata Direktur Eksekutif Walhi Daerah Sumatera Selatan Hadi Jatmiko dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Rabu (9/8).

Dia juga mengeritik perintah tembak di tempat bagi pelaku pembakaran karena dinilai sebagai "menutup mata" atas akar persoalan masalah kebakaran hutan dan lahan di Sumsel.

Ia mengingatkan sejak awal Juli lalu, kebakaran hutan dan lahan telah terjadi di Aceh, Kalimantan Barat, Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Menurut data BMKG per 6 Agustus 2017, daerah yang masih berpotensi terjadi kebakaran adalah Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi, Sumatra Selatan, Lampung, dan Riau.

Data Pusat Analisis Situasi Siaga Bencana (PASTIGANA) hingga 6 Agustus 2017 terdapat 207 titik panas (hotspot) dengan kategori sedang, dan 75 titik panas dengan kategori tinggi di Indonesia.

Sebelumnya, Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Eksekutif Nasional Walhi, Fatilda Hasibuan mengingatkan bahwa pada kebakaran hutan yang terjadi pada 2015, berdasarkan catatan Walhi ada sebanyak 439 perusahaan yang terlibat pembakaran pada lima provinsi.

Dari ratusan perusahaan tersebut, lanjut Fatilda Hasibuan sebanyak 308 di antaranya merupakan perusahaan yang bergerak dalam komoditas sawit."Selain mengajak publik untuk tidak lupa pada peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015 dan dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan hidup, Walhi juga mengingatkan komitmen pemerintah dalam penanganan karhutla," papar dia.

Menurut dia, komitmen Presiden Joko Widodo untuk mengkaji ulang perizinan, penegakan hukum, pemulihan dan pengakuan wilayah kelola rakyat, merupakan hal yang harus segera dilakukan oleh kementerian terkait sebagai pembantu presiden.

Ia berpendapat meski berbagai kebijakan sudah dikeluarkan oleh pemerintah, tetapi beragam upaya penegakan hukum yang telah dilakukan dinilai masih jauh menjangkau korporasi yang terkait dengan aktivitas kebakaran hutan dan lahan gambut.

Selain Walhi, LSM lingkungan hidup lainnya, Greenpeace juga menyoroti titik api kebakaran hutan dan lahan yang kembali muncul di sejumlah daerah, yang ternyata sebagian ada yang diduga merupakan wilayah konsesi perusahaan yang bergerak di sektor kehutanan.

"Ini adalah lonceng peringatan bahwa janji perlindungan hutan dan gambut tidak boleh hanya di atas kertas, namun yang terpenting adalah pelaksanaannya. Upaya mendorong bisnis dari pada perlindungan hutan dari pemerintah adalah pilihan sangat buruk," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Annisa Rahmawati. 

Menurut dia titik api bermunculan di lahan gambut milik konsesi perusahaan, bahkan sepertiga dari titik api pada bulan Juli diduga terjadi di wilayah moratorium yang seharusnya dilindungi.

Berdasarkan analisis dengan memakai data dan metodologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas titik api dengan tingkat kepercayaan 80 persen, telah terjadi peningkatan dua kali lipat dari 148 menjadi 283 titik api.

Ia menyatakan perintah Presiden Joko Widodo sejak 2014 untuk segera melakukan pembendungan kanal-kanal dan pembasahan di gambut-gambut kritis pada wilayah konsesi perusahaan untuk mencegah kebakaran hutan jelas tidak dipatuhi oleh kalangan perusahaan. Ant

 

BERITA TERKAIT

UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran

Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus melanjutkan agenda pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan…

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

UU Perampasan Aset dan BLBI Jadi PR Prabowo-Gibran

Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus melanjutkan agenda pemberantasan korupsi yang sudah dicanangkan…

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…