UKM Harus Mampu Manfaatkan Media Sosial

Sekretaris Kementrian Koperasi dan UKM Agus Muharram menekankan pentingnya UKM memanfaatkan media sosial (medsos) untuk meningkatkan kinerja penjualan produknya. "Dengan memanfaatkan sosmed, maka hambatan jarak, ruang dan waktu, serta harga barang, bisa tereliminir", kata Agus dalam sambutannya pada acara workshop bertema Pentingnya Sosial Media Untuk UMKM Dalam Meningkatkan Penjualan, di Jakarta.

Karena, lanjut Agus, dengan sosmed, UKM tak lagi butuh ruang yang besar untuk memajang produknya. Di kamar pun bisa membuka toko online. Waktu tanpa batas, bisa kapan saja dan dimana saja, tidak terhambat. "Jarak juga tidak menjadi hambatan untuk mengirim barang, karena sudah banyak perusahaan jasa kurir untuk mengantar barang dengan harga yang murah dan cepat sampai ke konsumen. Jangkauan pemasaran pun bisa mendunia. Tenaga kerja juga bisa dimanfaatkan dengan efektif dan efisien", imbuh Agus.

Oleh karena itu, Agus berharap para pelaku UKM di Indonesia sudah mulai melangkah mempromosikan dan menjual produknya melalui medsos agar tidak tergilas zaman. "Hanya saja, medsos hanyalah sebagai alat. Kita harus tetap memiliki pengetahuan dasar yang kuat dalam berbisnis", kata Agus.

Menurut Agus, ada beberapa hal yang harus dimiliki UKM dalam melakoni dunia medsos. Pertama, menjaga sikap dan perilaku dalam bermedsos. "Jagan berbohong akan produknya. Bilangnya tidak luntur, tapi luntur. Berjanji tapi ingkar. Bilangnya barang sampai dalam satu hari, faktanya lima hari. Harus bermitra dengan yang amanah. Dan juga harus mengontrol ketersediaan barang dalam stok", papar Agus.

Kedua, dengan medsos mampu menciptakan jaringan usaha atau network. Ketiga, harus bisa memanfaatkan medsos untuk membaca peluang usaha. Keempat, memiliki skill dalam berbisnis seperti pemasaran, kualitas produk, dan sebagainya, agar mampu menarik minat konsumen. "Yang tak kalah penting adalah ciptakan brand dan merek produk yang mudah diingat. Setelah itu, UKM harus mampu menjaga kepercayaan konsumennya. Sedikit saja kesalahan, bisa menghancurkan semuanya", tandas Agus lagi.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kemenkop dan UKM I Wayan Dipta mengatakan, pentingnya UKM dalam melindungi produknya. "Sebelum merilis produk ke pasaran, sebaiknya mengurus hak cipta dan mereknya agar tidak dijiplak pihak lain. Terutama bagi UKM dengan produk kreatifnya", kata Wayan.

Wayan menambahkan, tak sedikit konsumen yang komplain terkait produk yang dibeli tidak sesuai ekspektasi pembeli. "Kalau tidak bisa penuhi permintaan pasar, ya harus kerjasama dan berkolaborasi dengan pihak lain. Misalnya, ada lembaga khusus seperti ini di Bali, yang mendapat order barang, dan untuk memenuhi permintaan pasar maka dia menawarkan ke UKM lain dengan harga yang sudah disepakati", kata Wayan seraya menyebutkan bahwa pihaknya terus mengedukasi dan memfasilitasi UKM agar memanfaatkan medsos untuk meningkatkan penjualannya.

Pembicara utama dalam workshop tersebut, Billy Boen, mengungkapkan bahwa ada perubahan perilaku konsumen saat ini, dimana 84% konsumen membeli barang karena medsos (Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dan LINE). "Maka, sayang sekali bila UKM tidak memanfaatkan medsos untuk meningkatkan penjualan produknya", kata Founder &  CEO Young On Top dN GDIlab.com itu.

Menurut Billy, manfaat medsos diantaranya meningkatkan jangkauan dan eksposur (brand awareness), berinteraksi dengan follower (engagement), dan berikan solusi kepada follower (selling). "Jadi, dalam medsos itu selling nomor tiga, setelah brand awareness dan engagement. Baru kemudian akan menciptakan apa yang dinamakan brand loyality", kata Billy.

Billy pun mengutarakan apa yang harus UKM lakukan dalam bermedsos-ria untuk memasarkan produknya. Pertama, harus tahu apa yang follower suka dan tidak suka, termasuk kapan mereka membuka medsos. Kedua, harus mengetahui apa yang dikatakan follower terhadap brand produknya (brand perspective). Ketiga, harus mengetahui apa yang diposting dalam medsos, kapan soft sell, kapan hard sell (right contents). "Keempat, mampu memenej ekspektasi follower terhadap brand produk Anda", imbuh Billy.

Selain itu, lanjut Billy, cara main FB, Twitter, dan Instagram, juga berbeda, termasuk beda dalam kegunaan dan algoritmanya. "Twitter itu mirip running text di televisi, harus berulang-ulang agar follower melihat. Sedangkan FB dan Instagram tidak begitu. Cukup ada yang me-like, maka postingan kita akan muncul lagi ke depan para follower. Maka, jangan lagi ada kebiasaan memposting sesuatu atau produk secara bersamaan dalam ketiga medsos tersebut", tukas Billy.

 

Indonesia Baru 2%

 

Menurut Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Aulia Marinto, pertumbuhan e-commerce di Indonesia belum sebesar negara lain yang sudah memulai lebih dulu contoh misal saja Tiongkok. Tiongkok lebih dahulu menerapkan e-commerce sekitar 10 tahun lebih dibandingkan negeri ini.  Yang mana pertumbuhan e-commerce di Indonesia masih di angka 1-2 persen. Progres itu, dikata dia, merupakan hal yang lumrah. Sebab, negeri ini terbilang baru menerapkan. "Jadi ya lumrah jika negara-negara seperti Tiongkok dan lainnya bisa mencapai 7-10 persen pertumbuhan e-commerce-nya dibandingkan dengan kita. Kita kan baru memulai sekitar 2-3 tahun yang lalu," terang dia.

Oleh karenanya, Aulia meminta angka pertumbuhan e-commerce itu, jelasnya, jangan dijadikan sebagai landasan tolok ukur ketertinggalan negeri ini. Justru, seharusnya mengubah pola pikir bahwa negeri ini memiliki potensi yang luar biasa untuk digenjot di mana angka itu baru sekitar 2 persen yang dicapai. Berbeda hal, jika sudah lama menerapkan e-commerce. Angka 2 persen itu layak untuk dikritisi. "Mindset tertinggal itu perlu diubah. Itu justru potensi Indonesia yang harus dicapai karena masih 2 persen. Belum ada ini, belum ada itu, bukan sesuatu kekurangan. Itu malah harus segera dilakukan. Kita punya potensi yang belum tergali dan digital ekonomi besar sekali," ungkapnya.

Kendati begitu, diakuinya, percepatan pertumbuhan e-commerce di negeri ini bisa dibilang lebih cepat dibandingkan saat awal-awal negara lain mulai menerapkan. Ini terletak pada keikutsertaan seluruh stakeholder untuk mempercepat penetrasi dari pertumbuhan perdagangan online.

"Kita membangun industri ini pasti benchmark dengan negara-negara yang menerapkan lebih dulu. Di sisi lain, kita juga menyadari bahwa semua stakeholder sudah terlibat. Oleh karenanya, kita optimis pertumbuhan kita lebih cepat, prosentase antara online dengan offline akan terakselerasi lebih cepat. Kalau negara lain, kan mereka memulai dulu baru pemerintahnya. Kita kan berbeda. Pemerintah pun sudah mendukung dengan adanya road map e-commerce," kata dia.

Jika menilik paket kebijakan ekonomi jilid 14. Dalam peta jalan itu, terdapat tujuh poin utama yakni logistik, pendanaan, perlindungan konsumen, infrastruktur komunikasi, pajak, pendidikan dan sumber daya manusia, dan keamanan siber. Bila peta jalan ini benar-benar dijalankan, maka prediksi nilai transaksi e-commerce di Indonesia pada tahun 2020 mencapai USD 130 miliar bisa jadi bukan sebuah isapan jempol belaka. Bahkan sanjungan dan harapan menjadi negara yang kuat se Asia Tenggara dari sisi digital ekonomi, benar-benar terjadi. (agus, iwan)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…