Indonesia Negara Demokrasi

Oleh: Agung Virdianto, Mahasiswa Pascasarjana Studi Perbandingan Ilmu Politik

Kehadiran Perppu Ormas telah menuai ketidapuasan dari sekelompok anak bangsa yang seolah-seolah melihat Negara telah merampas demokrasi yang saat ini masih terus berproses. Jika ditelesik lebih mendalam bahwa demokrasi yang berproses saat ini lebih memproteksi masyarakat yang heterogen di Indonesia. Demokrasi Pancasila tidak dapat bersifat eksklusif tapi lebih sangat inklusif mengaktualitasikan, menyerap dan berkomunikasi dengan semua aspirasi yang muncul dan berkembang di masyarakat. Fenomena tersebut dapat dilacak dari tahapan dekade pembangunan politik di Indonesia. Bukti otentikasinya perjalanan sejarah bangsa Indonesia dari tiga fase pembangunan politik (Orla, Orba dan Reformasi), bahwa NKRI masih kokoh berdiri sampai saat ini. Namun demikian adanya pihak-pihak yang mengkritisi Perppu Ormas yang mengangap negara memberangus kebebasan bersyerikat dan berkumpul ataupun menilai kemunduran dalam pembangunan berdemokrasi, kiranya memunculkan pertayaan, dari perspektif mana melihat Indonesia sudah meninggalkan spirit demokrasi bersendikan Pancasila tersebut ?

Demokrasi kita, judul buku yang ditulis oleh Hatta setebal 35 halaman yang berisikan kritikan Hatta terhadap Soekarno yang dianggap sudah menyimpang dari cita-cita demokrasi. Soekarno tidak sepenuhnya keliru dalam pembangunan sistem politik di era tahun 1945 sd 1965, jika diibaratkan seorang koki masak semua resep demokrasi harus diolah untuk disajikan kepada pelanggan masakannya yang mana kiranya rasa demokrasi yang dapat dinikmati dan memberikan efek positif terhadap publik. Dan apa yang terjadi dari demokrasi parlementer, liberal dan  presidensil yang pada akhirnya kembali lagi ke sistem demokrasi Pancasila. Begitu juga dalam persoalan kepemimpinan antara Soekarno dan Soeharto yang memiliki karekteristik perbedaan namun ada kepentingan bangsa yang lebih besar dalam perspektif jangka panjanganya yaitu tetap mempertahanakan NKRI dan Ideologi Pancasila. Pewarisan kata kunci ideologi Pancasila tersebut menjadi suatu amanat yang harus dipertahankan oleh pemimpin di Republik ini.

Demokrasi Pancasila sudah membuka lebar dalam ruang kebebasan berserikat dan berkumpul tercermin  kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan serta diberlakukannya multi partai dalam pemilu tahun 1999 yang berjalan sampai saat ini dengan peyempurnaan peraturan UU Pemilu. Bahkan demokrasi Pancasila mentoleransi amandemen UUD 1945, terkait hubungan kelembagaan negara yang terfokus aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan antar lembaga-lembaga negara. Momentum tersebut menandai pembangunan demokrasi yang sangat luar biasa terjadi di Indonesia dalam iklim demokrasi Pancasila. Perubahan yang mengarah ke hal-hal positif dan untuk kemaslahatan bangsa dan negara tidak menjadi persoalan bagi demokrasi Pancasila.

Kini persoalan menjadi aneh, ketika sekelompok anak bangsa yang intensif menkampanyekan bertajuk negara memberangus kebebasan berserikat dan berkumpul hanya dikarenakan persoalan Ideologi yang mereka usung mendorong berdirinya negara berdasarkan syariat Islam secara formal dengan kepemimpinan tertinggi di tangan Khalifah. Niat tersebut tentunya tidak dapat diakomodir oleh Negara sejak dikeluarkannya Perppu tentang Ormas. Beragam jebakan pemikiran dicoba untuk memperkeruh opini masyarakat pasca diterbikan Perppu Ormas dari koreksi spektrum pasal demi pasal sampai masuk ke wilayah politik adanya kepentingan penguasa dalam kontestasi pemilihan presiden 2019. Padahal tahapan untuk memproses dan menjadikan Perppu tersebut sudah terukur dan direnungkan sangat mendalam oleh pembuat kebijakan, bahwa rakyat adalah komponen anak bangsa yang wajib dilindungi dari serangan virus ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan sejarah sudah berkali-kali mencatat bahwa konflik ideologi menjerumuskan Indonesia ke perang saudara seperti yang pernah dilakukan oleh PKI.

Momentum Perppu Ormas jauh dari spirit haus kekuasaan atau mempertentangkan agama dengan ideologi tetapi ada ada satu faktor kekuatan spirit suatu bangsa membangun model sistem demokrasinya disesuaikan dengan catatan sejarah. Bhinneka Tunggal Ika untuk Indonesia dan Unity in Diversity untuk Amerika. Artinya pada setiap pihak penduduk tetap mempertahankan keterikatan dengan setiap subkultur seperti suku, daerah, ras dan agama serta ada istiadat. Pada pihak lain seluruh penduduk mempunyai keterikatan yang dasar dan tujuan yang sama. Dasar yang sama berupa keterikatan pada lembaga demokrasi, saling percaya dan  kesedian hidup berdampingan secara rukun dan damai. Sebaliknya tujuan yang sama itu pengembangan seluruh potensi individu secara maksimal dan mencapai kesejahteraan anggota masyarakatnya. Dengan kata lain, keterikatan penduduk terhadap subkultur atau penyeragam ideologi yang homogen akan menimbulkan benturan (konflik) tetapi keterikatan pada dasar dan tujuan berdasarkan pengalaman sejarah dan menganut ideologi heterogen akan melahirkan suatu konsensus.

Dalam distribusi alokasi kekuasan sistem demokrasi pancasila, perenungan dari distribusi kekuasaan yang ada di masyarakat untuk melahirkan kebijakan Perppu sudah diatas rel yang benar.  Sangat kuat aspirasi dari Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Ma'ruf Amin, Ormas Islam berbasis kultural yang sudah mengakar  di Indonesia serta 14 ormas islam yang dominan serta lintas suku dan agama yang ada, mendukung langkah pemerintah mencabut status badan hukum HTI dan baginya HTI berhak menggugat keputusan tersebut lewat pengadilan kalau dirinya bukan anti Pancasila. Ruang dialogpun di buka seluas-luasnya oleh Negara bahwa HTI dapat menempuh jalur hukum melalui MK dalam menyelesaikan persolan tersebut.

Pencabutan status badan hukum HTI sudah melewati tahapan legal teknis secara hukum dan dalam spriti menjaga kualitas demokrasi. Lantas demokrasi seperti apa yang belum komplit diberikan Negara kepada warga negaranya yang sudah jelas melanggar aturan main kehidupan berbangsa dan bernegara melawan ideologi Pancasila, namun  masih diberikan kesempatan untuk mengkoreksi kembali kebijakan Negara tersebut, yang sudah pasti mewakili aspirasi semua lapisan masyarakat yang hidup sudah harmonis di alam demokrasi Pancasila. Kini saatnya elemen-elemen terbesar masyarakat sebagai alokasi otoritatif bagian distribusi kekuasan menunggu langkah riil dan objektif dari kekuasan politik yaitu Parpol yang ada di parlemen, bersikap arif dan bijaksana mendukung langkah Negara yang sudah mengeluarkan Perppu Ormas.  

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…