Menghapus Opini Negatif Masyarakat terhadap Utang Indonesia

Oleh: Faisal Reza Mahendra, Mahasiswa PKN STAN *)

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki pasar yang besar bagi global serta salah satu dari duapuluh kekuatan ekonomi besar dunia (G20). Sebagai negara berkembang yang juga merupakan anggota G20, dunia selalu memperhatikan Indonesia dalam mengambil setiap kebijakan ekonomi yang strategis. Salah satu hal yang diperhatikan oleh dunia dan masyarakat Indonesia sendiri adalah kebijakan utang dari Indonesia. Suatu negara menghitung utangnya secara lebih baik proporsional bukan menggunakan jumlah nominal utang tersebut tetapi menggunakan rasio utang terhadap PDB dari negara tersebut. Sebagai suatu negara, Indonesia juga memiliki utang yang mempunyai kewajiban untuk dibayar. Rasio utang Indonesia terhadap PDB mencapai tiitk tertinggi setelah krisis keuangan 1999, yaitu sebesar 88%. Tahun demi tahun rasio ini menurun karena bergeraknya ekonomi Indonesia setelah pulih dari krisis, hingga pada akhir 2016 rasio utang Indonesia menjadi 27,9%. Namun, meskipun rasio terhadap PDB cenderung menurun, nilai nominal utang Indonesia terus meningkat, dari jumlah yang masih dibawah 1.000 triliun rupiah di sebelum 1999 menjadi diatas 3.000 triliun rupiah di akhir 2015.

Banyak alasan yang membuat Indonesia memiliki utang sampai sekarang. Dari mulai peninggalan pemerintahan sebelumnya hingga struktur APBN yang defisit menjadi alasan terus bertambahnya jumlah utang Indonesia. Struktur APBN yang defisit merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk mendorong penggunaan anggaran yang ekspansif yang membuat belanja negara lebih besar daripada pendapatan negara. Hal ini dimaksudkan agar terdorongnya perekonomian dari sisi pemerintah karena pasar komoditas yang menjadi andalan dalam mendorong perekonomian masih belum kembali ke posisi yang menguntungkan perekonomian Indonesia. Di sisi lain, pemerintah harus memanfaatkan defisit yang telah ditetapkan untuk belanja barang modal dan jasa agar terjadi multiplier effect yang membuat ekonomi berjalan lebih cepat, pembangunan infrastruktur juga dijadikan sebagai suatu hal yang utama agar laju pertumbuhan perekonomian lebih merata. Dengan demikian defisit tersebut bisa menjadi dorongan agar ekonomi terus bergerak meski ditengah turunnya harga komoditas andalan Indonesia serta dinamika global dan nasional.

Menurut Undang-undang no.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, telah mengamanatkan cara memanfaatkan APBN dengan sebaik-baiknya untuk rakyat Indonesia. Di sana juga telah disebutkan bahwa defisit APBN maksimal berada di angka 3% terhadap PDB dan rasio utang terhadap PDB maksimal sebesar 60%. Pemerintah sebenarnya tidak ingin menambah utang dengan membuat APBN yang defisit, namun ini tidak bisa dihindari karena kebijakan ekonomi ekspansif yang membuat hal ini perlu dilakukan. Dalam undang-undang juga disebutkan jika angaran pemerintah surplus, penggunaannya yang utama yaitu untuk mengurangi utang. Namun hal ini tidaklah realistis sekarang ini, di tengah kondisi perekonomian global yang melambat, kebijakan ini akan membuat ekonomi Indonesia melambat karena turunnya dorongan belanja pemerintah untuk menggerakkan perekonomian. Sehingga defisit dalam APBN tidak sepenuhnya berakibat buruk pada perekonomian jangka panjang Indonesia.

Di dunia ini bukan hanya Indonesia yang menghadapi masalah utang. Hampir seluruh negara memiliki utang. Dengan rasio di angka 27,9% dapat dikatakan utang Indonesia masih rendah dibandingkan negara lain di dunia. Jepang yang merupakan negara dengan PDB terbesar ketiga di dunia memiliki rasio utang dengan PDB sebesar 229,2%, Yunani dengan 176,9%, bahkan Amerika dengan predikat negara adidaya dan penguasa ekonomi dunia memiliki rasio utang sebesar 104,17%. Dari dua contoh diatas,Jepang dan Amerika, dapat dilihat bahwa tingkat utang suatu negara bukan sesuatu yang berbahaya selama negara tersebut memiliki kestabilan perekonomian, indikator makro yang aman, dan pondasi perekonomian yang kuat. Namun satu contoh negara diatas,Yunani, menjadi contoh bahwa utang tidak selamanya baik jika tidak dikelola dengan baik dan benar. Untuk negara tetangga, utang Indonesia juga terhitung cukup rendah jika dibandingkan dengan Singapura (104,7%), Malaysia (53,2%), Filipina (42,1%), dan Thailand (44,4%) (sumber: www.tradingeconomics.com). Sehingga dapat dilihat bahwa Indonesia memiliki rasio utang yang cenderung rendah jika dibandingkan negara lain.

Dengan utang sebanyak 3.549,169 triliun rupiah (per 31 Januari 2017, sumber: www.djppr.kemenkeu.go.id), banyak orang yang sedikit meragukan kemampuan Indonesia dalam melunasi utangnya, tetapi sebenarnya hal ini tak usah diragukan. Pemerintah Indonesia setiap tahun telah menganggarkan APBN untuk melunasi utangnya yang jatuh tempo. Utang Indonesia memiliki jatuh tempo yang panjang, sehingga di masa depan bukan suatu yang tidak mungkin bahwa utang tersebut akan terlunasi semuanya. Selama perekonomian Indonesia yang terus tumbuh ditengah melambatnya ekonomi dunia hal itu bukanlah tidak mungkin dan penggunaan APBN yang bijak dan benar akan menjadikan hal ini semakin mungkin. Karena ditengah optimisme global akan perekonomian Indonesia membuat semakin kuatnya pondasi ekonomi Indonesia yang berdampak signifikan terhadap laju perekonomian Indonesia.

Oleh karena itu perlu diubahnya opini masyarakat yang buruk tentang utang Indonesia agar tidak terjadi ketidaktahuan yang menyebabkan kebingungan di dalam masyarakat. Perlu dibukanya informasi publik ini kepada masyarakat seluas-luasnya melalui media cetak, media sosial, dan media-media lainnya agar tidak ada lagi opini negatif tentang utang Indonesia yang ada di masyarakat. Selama ini sebagian besar masyarakat tidak mengetahui hal ini yang membuat mereka menyalahkan pemerintah selaku pemangku kebijakan yang dianggap tidak bisa mengatur utang negara. Padahal kenyataannya pemerintah telah berusaha keras memperbaiki kondisi perekonomian dan struktur utang Indonesia. Masyarakat harusnya memberikan kepercayaannya kepada pemerintah dan mendukung segala kebijakan strategis yang berdampak signifikan bagi kesejahteraan. Karena dengan adanya dukungan tersebut akan membuat masyarakat global semakin percaya dengan Indonesia yang lebih baik dan kuat. (www.kemenkeu.go.id) *) Tulisan ini adalah pendapat pribadi 

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…