Vale Efisienkan Bahan Bakar Dengan Batu Bara

NERACA

Jakarta – PT Vale Indonesia perusahaan tambang nikel berhasil mencapai efisiensi bahan bakar pada tahun 2016 dengan konversi minyak dengan pemakaian batu bara. "Kinerja beban pokok pendapatan Perseroan terus membaik di tahun 2016, dan berhasil menurunkan 18 persen beban pokok pendapatan pada tahun 2015. Hal ini memberikan topangan dalam menghadapi harga nikel yang rendah yang turun 22 persen dari tingkat harga di tahun 2015, salah satunya faktor bahan bakar," berdasarkan data sebagaimana disalin dari Antara, pekan lalu.

"Dengan kinerja biaya yang membaik membantu kami mencatat laba dan EBITDA (pendapatan sebelum bunga dan pajak) positif meskipun banyak tantangan yang kita hadapi sepanjang tahun ini termasuk kondisi pasar nikel yang sangat menantang," kata CEO dan Presiden Direktur Perseroan Nico Kanter.

Penurunan beban pokok pendapatan di tahun 2016 didorong terutama oleh penurunan biaya bahan bakar (konversi ke batu bara), bahan pembantu dan jasa yang sedikit banyak terkompensasi oleh kenaikan biaya-biaya karyawan, depresiasi, amortisasi dan deplesi.

Efisiensi bahan bakar pada tahun 2016, sebagaimana diukur dengan konsumsi bahan bakar (baik HSFO atau diesel) per metrik ton nikel dalam matte yang dihasilkan, tercatat hasilnya meningkat jika dibandingkan dengan efisiensi di tahun 2015.

PT Vale mengonsumsi sebanyak 20,06 barel HSFO guna menghasilkan satu ton metrik nikel dalam matte pada tahun 2016, sedangkan dibandingkan dengan 2015, konsumsi minyak Vale Indonesia sebanyak 21,34 barel. Efisiensi tersebut karena digabungkan dengan batu bara pada proses pembakarannya.

Khusus untuk biaya bahan bakar, mampu mengalami penurunan sebesar 38 persen, hingga memberikan kontribusi lebih dari 47 persen dari penurunan beban pokok pendapatan. Selanjutnya, Perseroan berhasil mencapai tingkatan konsumsi bahan bakar yang lebih efisien di tahun 2016, baik pada konsumsi Minyak Berkadar Sulfur Tinggi (HSFO) dan diesel per metrik ton nikel dalam matte yang diproduksi.

Pada saat yang bersamaan biaya juga turun sebesar 24 persen untuk diesel dan 34 persen untuk HSFO. Setelah proses tes komersial dalam menggunakan batu bara, Perseroan melihat bahwa penggunaan batu bara per metrik ton produksi mampu meningkat produksi secara bertahap dari 4,87 metrik ton di triwulan pertama 2016, menjadi 5,36 metrik ton di triwulan empat 2016.

Selain mendapat keuntungan dari harga minyak dunia yang rendah, Vale juga memperbaiki praktik pengadaan, terutama untuk pembelian bahan strategis seperti diesel dan HSFO. Secara triwulanan, volume penjualan Perseroan di triwulan keempat tahun 2016 (4T16) meningkat 5 persen lebih tinggi dari volume penjualan di triwulan tiga, meskipun produksi menurun 10 persen di periode tersebut.

Menurut Nico, pengalaman tersebut menunjukkan pentingnya Perseroan tetap fokus pada optimalisasi kapasitas produksi, meningkatkan efisiensi dan menurunkan biaya. Ia percaya bahwa harga nikel di tahun 2017 masih akan berada pada tingkat yang rendah terutama karena masih tingginya persediaan baik di London Metal Exchange (LME) dan Shanghai Future Exchange (SHFE).

Selain itu adanya ketidakpastian di pasar nikel global mengenai apakah kuota ekspor bijih dari Indonesia akan menambah volume atau sekadar menggantikan pasokan bijih dari Filipina ke China yang semakin berkurang.

Sebelumnya, Presiden Direktur PT Vale Indonesia Nico Kanter mengatakan bahwa dibukanya keran ekspor bijih mentah nikel (terbatas pada nikel berkadar rendah) dapat berdampak negatif terhadap industri nikel yang tengah berkembang di Indonesia.

"Setelah terbitnya peraturan ini (PP No 1 tahun 2017), harga nikel sudah langsung menurun, di mana penurunan harga nikel ini diperkirakan akan berkepanjangan, dan akan berdampak langsung pada pendapatan perusahaan smelter di Indonesia dan juga pada pendapatan pemerintah dari sektor nikel," kata Nico Kanter disalin dari Antara.

Ia juga mengatakan, jika kewajiban menyerap bijih dengan kadar rendah, akan meningkatkan unit biaya produksi smelter, dan hal tersebut akan mengakibatkan operasional smelter menjadi kurang kompetitif.

Di samping itu, kendala lain yang mungkin terjadi menurutnya adalah dari sisi pengawasan dan penegakan hukum (law enforcement) yang dapat menjadi celah bahwa, pada prakteknya ekspor tidak hanya terbatas pada jumlah tertentu dan bijih nikel kadar rendah saja.

BERITA TERKAIT

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

BERITA LAINNYA DI Industri

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…