Tiada Kejanggalan Uji Materi Peternakan-Kesehatan Hewan - Kesaksian Ketua MK

Tiada Kejanggalan Uji Materi Peternakan-Kesehatan Hewan

Kesaksian Ketua MK

NERACA

Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menyatakan, tidak ada kejanggalan terkait permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Saya tidak melihat, selama ini saya tidak melihat kejanggalan. Saya tidak melihat dan semuanya berjalan dengan wajar," kata Arief seusai diperiksa sebagai saksi dalam tindak pidana korupsi suap terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 di gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/2).

Namun, dirinya tidak mengetahui apabila ternyata di balik itu ada seorang hakim yang kemudian membocorkan putusan tersebut."Karena satu, ketua itu sifatnya primus interpares. Artinya apa? Saya itu hanya 'didahulukan selangkah ditinggikan seranting'. Tidak bisa mengatakan hakim harus begini, hakim ini tidak bisa begitu. Karena kedudukan kita sederajat. Berbeda dengan struktur kepala misalnya. Kalau ini ketua sehingga saya tidak boleh melarang ini itu kepada hakim. Tidak bisa," tutur dia.

Ia pun menyatakan bahwa MK telah membangun sistem pengawasan terhadap hakim konstitusi."Hakim juga sudah kita monitor. Sudah terekam sehingga terang-benderang. Maka, KPK silahkan memeriksa secara profesional dan proporsional kepada semua hakim," ucap Arief.

Ia pun menambahkan bahwa setelah ada kasus Patrialis Akbar, MK membuka akses seluas-luasnya kepada KPK untuk memeriksa siapa pun di MK termasuk seluruh hakimnya. 

Lalu, Arief mengaku ditanya oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) proses register sampai putusan soal permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Pada hari ini saya datang ke KPK untuk memberi keterangan, pertanyaan yang disampaikan kepada saya adalah yang pertama bagaimana proses mulai dari register perkara sampai putusan itu dibacakan, itu yang diminta," kata Arief.

Arief menyatakan bahwa dirinya telah menjelaskan seterang-terangnya dan sebenar-benarnya dalam perkara pengujian undang-undang yang berkenaan dengan peternakan dan kesehatan hewan itu."Jadi, seluruhnya sudah saya terangkan dan saya mengapresiasi ternyata KPK betul-betul profesional," tutur dia.

Ia pun merasa tidak ada penekanan dan diperiksa secara proporsional dan profesional oleh penyidik KPK."Saya merasa keterangan saya memang diperlukan di dalam rangka untuk mencari kebenaran materiil sehingga kasus ini bisa terbuka dan yang betul memang betul dan yang salah memang salah, jadi saya kira saya sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada KPK," tutur dia.

Ia pun menegaskan bahwa kasus Patrialis bukan kasus yang menyangkut institusi MK."Semua sistem yang dibangun oleh MK itu sistemnya sudah baik, meskipun di sana-sini kami harus selalu memperbaiki sistem itu supaya kelak di kemudian hari tidak terjadi hal-hal semacam itu," ucap Arief.

Ia pun menambahkan bahwa setelah ada kasus Patrialis Akbar, MK membuka akses seluas-luasnya kepada KPK untuk memeriksa siapa pun di MK, termasuk seluruh hakimnya. 

Sebelumnya, mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar 20 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materil Perkara No 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan Dan Kesehatan Hewan agar dikabulkan MK.

Perkara No. 129/PUU-XIII/2015 itu sendiri diajukan oleh 6 pemohon yaitu Teguh Boediayana, Mangku Sitepu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi dan Rachmat Pambudi yang merasa dirugikan akibat pemberlakuan zona "base" di Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.

UU itu mengatur bahwa impor daging bisa dilakukan dari negara "Zone Based", dimana impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk dalam zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), termasuk sapi dari India. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…