Melacak Celah Stabilkan Harga Kebutuhan Pokok

Oleh: Hanni Sofia Soepardi

Ekstrimnya cuaca dalam beberapa waktu terakhir lebih sering dituding menjadi biang kerok bagi melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, khususnya pangan di Tanah Air.

Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) sempat mengumumkan hampir semua komponen mengalami kenaikan harga kecuali sandang, dengan kenaikan tertinggi terjadi pada komoditas pangan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan cuaca yang ekstrim salah satunya menjadi penyebab utama menurunnya produksi bahan pangan, termasuk cabai dan bawang.

"Karena cuaca memang jelek sehingga cabai dan bawang agak busuk. Maka produksinya turun, harganya naik. Tapi ada yang naiknya sedikit tapi bertahan terus, gula, daging, masih tetap tinggi," katanya.

Namun pemerintah menegaskan bahwa bagaimanapun perdagangan dunia sedang dalam kondisi yang terus menurun sehingga upaya untuk ekspor pun penuh perjuangan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri menginginkan penurunan produksi untuk komoditas pangan yang menyebabkan produk langka di pasaran sehingga harganya naik bukan melulu dijawab dengan impor.

Menurut Darmin, Presiden menginginkan disiapkan celah kebijakan atau langkah-langkah dengan evaluasi terlebih dahulu.

"Memang kita akan mengundang BPS, karena datanya berdebat juga, ada perbedaan pendapat juga. Antara Kementan, Kemendag dengan data BPS. Kita mau dudukkan dululah, sampelnya bagaimana sih ini sebenarnya. Kok sini bilang sekian, sana umumkan sekian. Setelah itu kita baru susun kebijakannya," katanya.

Oleh karena itulah, celah tersebut kini sedang terus dilacak sebagai upaya untuk menyetabilkan harga-harga kebutuhan pokok di Tanah Air.

Upaya Swasembada

Kebutuhan pokok terutama pangan menjadi hajat hidup orang banyak sehingga harga-harga yang melabelinya kian sensitif saat terjadi pergolakan. Kendali atas harga kebutuhan pokok kerap kali menjadi tolak ukur keberhasilan pemerintah dalam masa kerjanya.

Oleh karena itulah, Presiden Jokowi memprioritaskan diri pada kebijakan stabilisasi harga kebutuhan pokok termasuk di dalamnya upaya untuk mencapai swasembada pangan menuju kedaulatan pangan di NKRI.

Menurut dia, salah satu hal yang menjadi kunci dalam upaya swasembada pangan adalah penyiapan benih dengan kualitas terbaik.

Presiden Jokowi menegaskan bahwa benih dengan kualitas terbaik merupakan kunci utama untuk meningkatkan produksi bahan pangan.

"Ini menjadi kunci nantinya kita swasembada, kuncinya di benih, dengan hektar yang sama tapi hasilnya bisa dobel," kata Presiden, beberapa waktu lalu.

Presiden menambahkan, dengan benih yang unggul, produksi komoditas pangan dapat ditingkatkan dua kali lipat meskipun dengan luas lahan yang sama.

"Tadi 1 hektare biasanya 5 sampai 6 ton, tadi bisa 11,3 ton padinya, sekarang jagung juga sama biasanya 5 sampai 6 ton juga, sekarang juga bisa 11 ton dan punya potensi ke 13 ton," ucap Presiden.

Selain benih, Presiden juga mengatakan bahwa pengairan dan mekanisasi panen-tanam, yaitu penanaman kembali pascapanen juga tak kalah penting untuk mewujudkan swasembada.

Untuk itu, pada 2017, Presiden akan berkonsentrasi membangun waduk-waduk berukuran kecil untuk mengairi embung di sekitar lahan tanam.

"Tahun depan konsentrasi di embung, artinya waduk-waduk kecil yang bisa mengairi di sekitar embung itu," ujar Presiden.

Akurasi Data

Upaya pengendalian harga kebutuhan pokok melalui kebijakan yang tepat bukan melulu sekadar membalik telapak tangan.

Mencari celah dalam bentuk kebijakan pengendalian harga kebutuhan pokok memerlukan ketepatan analisis sehingga tidak salah mengambil kebijakan.

Pengamat Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto J. Siregar mengingatkan pentingnya bagi Indonesia untuk memiliki data pangan agar kebijakan yang diambil tepat sasaran.

Di satu sisi Hermanto J. Siregar menyatakan sangat mengapresiasi upaya pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan deregulasi ekspor dan impor namun akurasi data pangan harus diprioritaskan.

"Kalau datanya salah, kebijakannya juga menjadi salah," kata Hermanto.

Hermanto yang juga Wakil Rektor IPB itu mengapresiasi laporan pengendalian impor di bidang hortikultura dan komoditas seperti beras, sepanjang laporan itu disertai dengan data yang akurat.

Ia mengingatkan, pemerintah harus berhati-hati dalam melakukan impor di bidang hortikultura dan komoditas pangan agar jangan sampai merugikan petani.

Untuk itu, Hermanto menyarankan agar Kemendag harus sering melakukan inspeksi mendadak dan mengambil sampling data secara random terkait jumlah serta kualitas data pangan yang diimpor.

Ia mendukung rencana Kemendag melakukan deregulasi di bidang ekspor dan impor.

"Tapi jangan sampai deregulasi itu diartikan sebagai kebijakan yang membuka kebebasan atau mempermudah kegiatan impor," kata Hermanto.

Ia menegaskan bahwa impor bukan sesuatu yang haram namun prinsipnya harus mengutamakan produksi sendiri oleh karena itu upaya deregulasi harus mampu menjangkau kepentingan publik yang lebih luas.

"Maka perencanaan impor harus bagus. Laksanakan impor, simpan dulu di gudang Bulog. Nanti dilemparkan ke pasar pada saat panen kita belum datang-datang," kata Hermanto.

Senada disampaikan anggota Komisi VI DPR RI Dwie Aroem Hadiatie yang mengatakan, kebijakan deregulasi akan memangkas peraturan yang sudah ditetapkan dalam peraturan.

"Misalnya saja menyederhanakan perizinan. Yang dimana dalam setiap Permendag tertulis mengenai verifikasi surveyor. Namun mengapa hal ini dihapuskan," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, verifikasi surveyor adalah kegiatan pemeriksaan teknis mengenai produk ekspor dan impor yang dilakukan oleh surveyor.

"Contohnya beras, harus diketahui jenis dan volume, nama, serta alamat eksportir. Impor juga wajib tahu mengenai nama dan masa berlaku serta semua ketentuan yang ada dalam Permendag Nomor 19 tahun 2014 mengenai beras." Aroem mengingatkan Pemerintah, agar verifikasi surveyor jangan dihapuskan sebab hal itu akan memicu semakin banyaknya produk impor yang masuk tanpa identitas yang jelas.

"Selain itu juga bisa mengganggu ketahanan pangan nasional dikarenakan membludaknya volume impor yang melemahkan tujuan swasembada pangan," katanya. (Ant.)

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…