Pengamat: Kinerja BPH Migas Belum Optimal

Pengamat: Kinerja BPH Migas Belum Optimal 

NERACA

Jakarta - Pengamat energi dari UGM Fahmy Radhi menilai kinerja Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) masih belum optimal.

"Kinerja BPH Migas belum maksimal, baik dalam hal pengembangan pipa gas bumi, maupun bidang lainnya," kata dia di Jakarta, Kamis (1/12).

Menurut dia, kekurangan ketersediaan pipa gas baik untuk industri maupun masyarakat perkotaan, menjadi indikator bahwa kinerja BPH Migas memang jeblok. Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas tersebut juga mencatat, dalam pelaksanaan lelang pipa gas, BPH Migas tidak mampu mendorong keikutsertaan para pedagang (trader) gas.

"Bahkan, BPH Migas tidak berkutik saat ada perusahaan pemenang lelang, tetapi bertahun-tahun tidak juga membangun pipanya," ujar dia.

Oleh karena itu, ia menyarankan, sebaiknya BPH Migas dikembalikan saja kewenangannya ke Ditjen Migas Kementerian ESDM. Fahmy juga berpendapat, mengingat pentingnya pengadaan pipa gas sekaligus mempercepat pengembangannya, pemerintah dapat menunjuk langsung BUMN, PT PGN (Persero) Tbk membangun pipa gas baik untuk industri maupun perkotaan dengan biaya investasi sendiri.

"Imbalannya, PGN sebagai BUMN diberikan hak natural monopoli untuk menyalurkan gas industri dengan harga yang ditetapkan pemerintah," ungkap dia.

Selanjutnya, kalau pipa gas sudah "mature" dan mencapai ke seluruh konsumen industri, maka penyaluran gas dapat dibuka.

Sebelumnya, kalangan pengusaha di Provinsi Jawa Tengah mengeluhkan ketiadaan infrastruktur pipa gas di wilayahnya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi mengatakan, sudah puluhan tahun, pihaknya menanti pasokan gas bumi melalui pipa seperti wilayah lainnya. Menurut dia, jika Jatim, Jabar, dan DKI Jakarta sudah lama menikmati bahan bakar gas melalui pipa yang murah dan bersih, maka Jateng belum.

"Sekitar 15-20 tahun lalu, Kementerian ESDM pernah menyurvei ke industri untuk memasok gas melalui pipa, namun sampai sekarang belum terealisasi," kata dia.

Dari sekitar 1.300 anggota Apindo Jateng, lanjut Frans, ratusan pengusaha di antaranya sudah menanti dan siap menerima pasokan bahan bakar gas bumi. Ia mencontohkan, di wilayah Semarang dan sekitarnya saja, ada 100-200 pengusaha, yang sudah siap menerima pasokan gas melalui pipa.

"Belum lagi ditambah pengusaha di Solo, Kudus, serta Kawasan Industri Kendal yang baru diresmikan Presiden Joko Widodo," ujar dia.

Jika pipa sudah melewati pabrik, tambah dia, maka bisa dipastikan pengusaha akan mau menggunakan gas bumi.

Frans juga mengatakan, bahan bakar gas pipa jauh lebih murah dibandingkan minyak, sehingga produk industri, yang dihasilkan, bisa lebih murah dan tentunya akan meningkatkan daya saing dengan wilayah lainnya."Ditambah lagi, gas bumi ini lebih bersih dibandingkan minyak, sehingga ramah lingkungan," ujar dia.

Dari sisi biaya pengeluaran, menurut dia, komponen bahan bakar menempati peringkat kedua setelah bahan baku. Dengan demikian, jika industri mendapat bahan bakar dengan harga murah seperti gas, maka produk yang dihasilkan akan lebih kompetitif dalam menghadapi persaingan pasar.

"Dalam dunia industri, pengeluaran untuk energi menempati peringkat kedua setelah bahan baku. Jika energi bisa ditekan, maka pengusaha tentu makin kompetitif," kata dia.

Frans mengakui jika saat ini ada beberapa pengusaha di Jateng yang telah menggunakan gas bumi sebagai sumber energi. Namun, jumlahnya masih relatif sangat sedikit. Terkait dengan hal itu, Apindo Jateng berharap pembangunan infrastruktur jaringan gas bumi di Jateng segera terealisasi karena rencana tersebut sudah didengar sejak 15 tahun yang lalu.

"Saya harap jangan omong doang, tetapi bangun infrastrukturnya. Pasalnya, jika pipa gas sudah melewati pabrik, semua pengusaha mau menggunakan gas bumi," ujar dia.

Menurut dia, pengusaha di Jateng sudah siap menggunakan gas bumi sebagai sumber energi untuk produksi. Kendati demikian, kata dia, gas yang digunakan pengusaha Jateng saat ini bukan gas bumi yang dialirkan melalui pipa.

"Kami beli gas diangkut pakai truk dari Gresik dan harganya jauh lebih mahal daripada gas yang dialirkan dengan pipa sehingga dengan kondisi seperti sekarang ini, pengusaha di Jateng tidak akan mampu bersaing dengan pengusaha dari Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jakarta," kata dia. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…