Bank Asing akan Dipermudah Salurkan Kredit UMKM

 

 

NERACA

 

Jakarta – Kantor cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia belum dapat memenuhi porsi kredit ke sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebesar 10%. Menurut Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, penyebab porsi penyaluran kredit UMKM bank asing yang tidak besar karena umumnya tidak memiliki banyak kantor cabang, hanya ada di kota-kota besar. "Sehingga memang akses langsung kepada pengusaha UMKM tidak sebesar kita bicara bank-bank besar," ujar Mirza di Jakarta, Jumat (26/8).

Bank Indonesia terus mendorong peningkatan ekonomi di sektor UMKM. Salah satunya dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17 Tahun 2015 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis Dalam Rangka Pengembangkan UMKM. Dalam PBI tersebut ditetapkan bahwa porsi penyaluran kredit perbankan untuk UMKM pada 2015 sebesar 5 persen, 2016 sebesar 10 persen, 2017 sebesar 15 persen dan 2018 sebesar 20 persen.

Mirza menjelaskan, tahapan ini dilakukan karena tidak semua bank dapat fokus ke UMKM. Bank sentral pun tidak bisa memaksa perbankan yang terbiasa menyalurkan kredit korporasi beralih ke UMKM secara langsung. "Dia harus belajar dulu, jaringan cabang yang bisa menjangkau UMKM dan penyalurannya. Karena perlu sumber daya yang banyak. Maka diberikan tahapan-tahapan,"katanya.

Menurut Mirza, cara meningkatkan porsi kredit UMKM pada kantor cabang bank asing yaitu dengan pola kerja sama seperti kredit yang terkait dengan ekspor. Hal tersebut, kata Mirza, dapat dikategorikan mendorong secara tidak langsung kredit UMKM. "Semakin banyak bank yang mengerti memberikan kredit pada UMKM. Kita dorong terus, maka semakin besar yang memberikan kredit pada UMKM. Tapi UMKM juga harus dibina, supaya menjadi layak mendapatkan kredit," jelasnya.

Sebelumnya, Kepala Departemen Pengembangan UMKM BI Yunita Resmi Sari mengatakan meskipun ada kemudahan seperti "linkage" dan juga kredit eksportir nonmigas yang termasuk UMKM, cabang bank asing masih kesulitan untuk menyalurkan kredit UMKM sesuai rencana BI. "Kita menyadari juga KCBA 'networking' (jaringan) terbatas, kemudian kapasitas mereka yang bukan begitu buat UMKM," ujarnya. BI sejak 2015 meminta perbankan untuk mencicil porsi penyaluran kredit UMKM setiap tahun bertambah lima persen hingga 20 persen pada 2018.

Yunita mengatakan pihaknya sedang menyiapkan kebijakan penyesuaian perhitungan pemenuhan kredit UMKM bagi KCBA yang ditargetkan dapat selesai tahun ini. Hingga Agustus 2016, jumlah bank dari 119 bank yang sudah memenuhi prosi kredit UMKM terus bertambah. Saat ini jumlah bank yang memenuhi porsi kredit UMKM sebesar 10 persen mencapai 100 bank. "Sudah lebih dari 100, tapi jumlahnya lupa," ujar dia.

Padahal pasar kredit UMKM masih sangat luas, karena baru 22 persen dari total 57,8 juta UMKM di Indonesia yang memiliki akses kredit ke perbankan. Alhasil pangsa kredit UMKM dari kredit perbankan hanya 19,7 persen dengan realisasi Rp827,3 triliun hingga triwulan II 2016. Sementara pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan II 2016 sebesar 8,3 persen (YOY).

Kinerja Bank Asing

Hingga kuartal I/2016, kinerja empat bank asing dari total 10 bank di Indonesia masih tertekan dari kinerja kredit dan rasio kredit bermasalah atau (nonpeforming loan/NPL). Dalam tiga bulan, HSBC Indo nesia, Citibank Indonesia, dan Standard Chartered Indonesia kompak mencatatkan penurunan nilai kredit, sedangkan bersama Deutsche Bank Indonesia, keempat bank itu kompak mencatatkan kenaikan NPL baik dari segi gross maupun net.

Pada kuartal pertama ini, HSBC Indonesia mencatatkan penurunan kredit sebesar 6,85% menjadi Rp50,42 triliun dibandingkan dengan akhir tahun lalu. Lalu, Citibank Indonesia mencatatkan penurunan kredit sebesar 3,29% menjadi Rp37,47 triliun dibandingkan dengan akhir tahun lalu, sedangkan Standard Chartered Indonesia juga turun se besar 3,68% menjadi Rp25,7 triliun dibandingkan dengan akhir tahun lalu.

Untuk Deutsche Bank Indonesia, pada tiga bulan pertama tahun ini mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 5,49% menjadi Rp7,11 triliun dibandingkan dengan akhir tahun lalu. Namun, pertumbuhan kredit itu diikuti dengan kenaikan NPL yang cukup drastis, dari NPL gross naik 369 bps, sedangkan NPL net naik 173 bps menjadi 1,73%. Dari segi rasio NPL, HSBC Indonesia mencatatkan kenaikan tingkat NPL gross sebesar 327 bps menjadi 4,58% dibandingkan dengan akhir tahun lalu, sedangkan untuk NPL net naik 51 bps men jadi 1,01% dari tahun lalu.

Citibank Indonesia pun mencatatkan kenaikan untuk NPL gross sebesar 129 bps menjadi 3,01%, se dangkan NPL net turun 17 bps menjadi 1,15%. Lalu, Standard Chartered In donesia juga mengalami kenaikan NPL gross sebesar 250 bps menjadi 4,58%, sedangkan NPL net naik 43 bps menjadi 1,54%.

 

BERITA TERKAIT

Bank Muamalat Catatkan Kinerja Positif Di Kuartal I

Bank Muamalat Catatkan Kinerja Positif fi Kuartal I NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan pertumbuhan Dana Pihak…

JTrust Bank Raih Laba Rp44,02 Miliar di Kuartal I

JTrust Bank Raih Laba Rp44,02 Miliar di Kuartal I NERACA Jakarta - PT Bank JTrust Indonesia Tbk (J Trust Bank)…

Indonesia Re Dorong Adanya Ahli Business Interruption di Asuransi Properti

  NERACA Jakarta – PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re mendorong adanya ahli atau expertise di bidang business interruption (BI) pada asuransi…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Bank Muamalat Catatkan Kinerja Positif Di Kuartal I

Bank Muamalat Catatkan Kinerja Positif fi Kuartal I NERACA Jakarta - PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mencatatkan pertumbuhan Dana Pihak…

JTrust Bank Raih Laba Rp44,02 Miliar di Kuartal I

JTrust Bank Raih Laba Rp44,02 Miliar di Kuartal I NERACA Jakarta - PT Bank JTrust Indonesia Tbk (J Trust Bank)…

Indonesia Re Dorong Adanya Ahli Business Interruption di Asuransi Properti

  NERACA Jakarta – PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re mendorong adanya ahli atau expertise di bidang business interruption (BI) pada asuransi…