Efektivitas Paket Kebijakan dan "Iddle Fund" di Daerah

Oleh: Joko Tri Haryanto, Staf Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu *)

Rencananya, pemerintah sedang menyiapkan paket kebijakan ekonomi ke-13, yang berisikan perbaikan prosedur usaha di sektor tertentu. Hal ini didasari oleh keluhan investor yang masih banyak menghadapi kesulitan usaha lantaran peliknya prosedur dan perijinan yang harus dilalui. Karenanya pemerintah berjanji untuk memangkas kerumitan tersebut demi mendukung pertumbuhan ekonomi. Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi hingga jilid 12. Sayangnya, hingga kini efektivitas kebijakannya masih terkendala beberapa persoalan di level teknis.

Menariknya, dalam suatu kesempatan, Presiden Jokowi mengungkapkan kegeramannya terkait fakta masih besarnya dana yang mengendap di daerah. Hingga akhir bulan April 2016, menurut data pemerintah dana yang terparkir di daerah mencapai akumulasi hingga Rp220 triliun, naik 20,2% dari awal bulan April 2016 sebesar Rp183 triliun. Presiden juga menyentil persoalan lambatnya realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) sebagai bagian dari komponen Transfer ke Daerah. Padahal, alokasi tersebut sejatinya digunakan sebagai salah satu mekanisme bantuan pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah.

Hingga akhir tahun 2015 saja misalnya, realisasi DAK masih di bawah 50%. Penyerapan belanja di masing-masing bidang juga relatif memprihatinkan. DAK bidang pendidikan, dari total anggaran Rp10,4 triliun hanya terserap Rp2,6 triliun, sama halnya dengan alokasi DAK Kesehatan yang hanya berkisar Rp619 miliar dari total alokasi Rp1,9 triliun. Sementara DAK bidang Pertanian hanya membelanjakan Rp3,9 triliun dari besaran pagu Rp6,1 triliun.

Paket kebijakan ekonomi desa

Jika diingat, permasalahan lambatnya realisasi anggaran di daerah ini pernah menjadi fokus pemerintah untuk mengeluarkan paket kebijakan ekonomi ke-7. Secara keseluruhan, isi paket kebijakan ekonomi ke-7 adalah peningkatan daya beli masyarakat melalui perekonomian desa melalui percepatan realisasi belanja dana desa serta perbaikan mekanisme kebijakan terkait permasalahan logistik.

Dalam hal mendukung efektifitas penggunaan dana desa, pemerintah menyasar 2 hal yaitu memperlancar dan mempercepat penyaluran dana desa serta mendorong penggunaan dana desa melalui mekanisme insentif. Insentif akan diberikan agar pembangunan infrastruktur desa yang memanfaatkan alokasi dana desa dapat ditingkatkan. Untuk mempercepat penyaluran dana desa itu sendiri, pemerintah juga sedang merancang payung hukum berupa regulasi yang memperbolehkan dana desa dapat disalurkan langsung ke kas pemerintah desa tidak perlu melalui kas pemerintah kabupaten atau kota terlebih dahulu. Tujuannya jelas untuk memotong rantai birokrasi.

Memperhatikan fenomena tersebut, paket kebijakan ekonomi tampaknya betul-betul menjadi hal yang krusial. Bukan lagi sekedar paket kebijakan yang dikeluarkan untuk kepentingan politik pemerintah semata. Namun demikian, menurut penulis, pemerintah juga wajib mencermati pokok permasalahan yang muncul sebelum mengeluarkan paket kebijakan ekonomi itu sendiri. 

Permasalahan dana iddle di daerah misalnya. Munculnya kondisi tersebut jika ditelusuri secara mendalam bukan hanya menjadi kesalahan daerah semata. Kesemrawutan regulasi di level pusat juga menjadi faktor pendukung munculnya dana iddle di daerah. Banyak daerah yang sengaja menunda realisasi belanjanya karena kebingungan untuk mengikuti regulasi pemerintah. Belum lagi persoalan perubahan regulasi di tengah jalan.

Hal lainnya yang juga wajib dicermati adalah adanya fakta dana iddle di daerah tidak selalu berkonotasi negatif. Beberapa daerah memiliki danaiddle yang besar karena terlampauinya realisasi pendapatan daerah dibandingkan target awalnya ataupun muncul akibat kebijakan penghematan/efisiensi belanja yang dilakukan sebagai suatu kebijakan pemerintah. Untuk hal ini, daerah justru wajib diberikan apresiasi.

Terlepas dari apapun yang menciptakan dana iddle di daerah, paket kebijakan ekonomi pemerintah wajib dijadikan mekanisme riil dalam memecah persoalan nyata yang muncul di daerah. Menjadi sempurna jika paket kebijakan ekonomi tersebut diluncurkan setelah melalui suatu proses kajian yang mendasarkan kepada evidence based policy secara akademik. Dengan demikian, paket kebijakan ekonomi tersebut nantinya akan betul-betul menjadi paket kebijakan ekonomi yang berdaya bukan semata paket kebijakan ekonomi yang bergaya. (www.kemenkeu.go.id)

*) Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi 

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…