KUKM Sukabumi Belum Berbadan Hukum Sulit Kembangkan Usaha
Pasca Terbitnya UU Pemda
NERACA
Sukabumi - Kelompok Usaha Mikro Kecil (KUKM) di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat yang belum memiliki badan hukum, mulai kesulitan mengembangkan usaha pasca terbitnya undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), serta surat edaran Menteri Dalam Negeri nomor 900/4627/SJ.
“Harapan kami, Pemerintah Daerah (Pemda) masih bisa memberikan bantuan peralatan maupun permodalan. Namun harapan kami tertutup sudah ketika pihak Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan mengatakan bahwa mekanisme pemberian bantuan harus melampirkan badan hukum,” ujar Khoiril, perajin kayu rumahan kepada Neraca Selasa (3/5).
Sebagai perajin rumahan yang tidak jelas ordernya, jelas Khoiril, belum berpikiran untuk membuat izin usaha.“Bukan tidak mau. Namun modal untuk membuat izin belum ada,” katanya.
Hal senada diungkapkan Suherman. Perajin makanan ringan ini memupus mimpinya untuk mendapatkan bantuan peralatan dari pemerintah.“Dulu saya sering dapat bantuan dari pemerintah. Dan sekarang saya tidak dapat lagi karena terbentur aturan baru. Padahal saat ini, saya masih sangat membutuhkan bantuan peralatan,” ujar Herman.
Kepala Bidang Perindustrian pada Diskoperindag Kabupaten Sukabumi, H. Sudrajat membenarkan mekanisme permohonan hibah harus berbadan hukum. Hal itu, kata dia, terjadi semenjak terbitnya undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah serta Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri nomor 900/4627/SJ.
“SE tertanggal 18 Agustus 2015 itu, tentang penajaman ketentuan pasal 298 ayat (5) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sikap kehati-hatian tersebut dilakukan untuk menghindari permasalahan yang muncul di kemudian hari,” jelas dia.
Ia menyatakan, data Bidang Industri, perajin rumahan yang belum memiliki badan hukum di Kabupaten Sukabumi dan aktif berkarya sekitar 360 pelaku.“Sebelum ada aturan baru ini, mereka sering mendapatkan bantuan alakadarnya berupa peralatan kerja. Namun sekarang, kemungkinan mereka tidak akan mendapatkan bantuan,” katanya.
Dengan adanya kebijakan batu soal penerima bantuan hibah dari pemerintah, juga menjadi sorotan akademisi Kabupaten Sukabumi. Menurut Parlindungan Simbolon, undang-undang nomor 23 tahun 2014 itu, sama saja menghalangi tumbuhnya wirausaha baru yang sedang dicanangkan oleh pe.perintah sendiri.
“Tidak semua calon wirausaha baru itu memiliki modal besar, dan telah mengantongi izin. Banyak calon wirausaha baru setelah memahami prospek usaha, berharap mendapat bantuan dari pemerintah,” pandang Parlindungan.
Sedangkan dalam hal membendung produk luar atau menghadapi masyarakat ekonomi asean (MEA), ujar dia, akan sangat berpengaruh karena produksi pelaku KUKM tidak mampu menyaingi produk luar yang masuk.“Negara selalu berkampanye bahwa masyarakat harus cinta produk dalam negeri. Namun untuk mengembangkan produk dalam negeri berskala lokal, selalu mendapat hambatan dari pemerintah itu sendiri,” tukas Parlindungan. Ron
NERACA Jakarta - Atas komitmen menginisiasi program pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan lingkungan hidup yang sustain, PHE ONWJ sabet tiga penghargaan…
NERACA Jakarta – PNM hadir pada forum Asia-Pacific Economic Cooperation Small Medium Enterprises Working Group (APEC SMEWG), ajang yang menjadi…
NERACA Depok - Pemerintah Kota (Pemkot) Depok memasuki usia hari jadinya ke-25 pada 27 April 2024, kembali meraih prestasi spektakuler…
NERACA Jakarta - Atas komitmen menginisiasi program pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan lingkungan hidup yang sustain, PHE ONWJ sabet tiga penghargaan…
NERACA Jakarta – PNM hadir pada forum Asia-Pacific Economic Cooperation Small Medium Enterprises Working Group (APEC SMEWG), ajang yang menjadi…
NERACA Depok - Pemerintah Kota (Pemkot) Depok memasuki usia hari jadinya ke-25 pada 27 April 2024, kembali meraih prestasi spektakuler…