Protokol Manajemen Krisis

Idealnya, suatu negara jika menghadapi ancaman krisis global, setidaknya sudah memiliki protokol manajemen krisis secara nasional. Hal itu yang ditempuh Korea pascakrisis global 2008. Dalam protokol itu diatur mekanisme surveillance terhadap indikator deteksi dini yang dapat mengindikasikan kemungkinan timbulnya krisis, penetapan status tekanan yang timbul, respon kebijakan yang perlu ditempuh, serta organisasi dan proses pengambilan keputusan untuk memastikan governance berjalan baik dan transparan.

Artinya, protokol itu merupakan tindakan riil yang diperlukan untuk mengantispasi, mencegah, dan menangani krisis. Ini penting, karena krisis akan menimbulkan biaya dan kerugian bagi perekonomian, negara, dan masyarakat bila penanganan tidak dilakukan secara dini. Adalah lebih baik mencegah sejak dini kemungkinan terjadinya krisis ketimbang harus menanggung biaya yang mahal kalau krisis sudah terjadi.

Namun dalam teknis pelaksanaannya, protokol manajemen krisis nasional akan mencakup beberapa sub-protokol seperti krisis nilai tukar, krisis perbankan dan lembaga keuangan, krisis pasar modal (obligasi, saham), krisis fiskal dan utang, serta krisis ekonomi.

Lalu masing-masing sub-protokol itu akan dijalankan oleh lembaga sesuai kewenangan yang diberikan UU. Misalnya sub-protokol krisis nilai tukar dan perbankan dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), sub-protokol krisis pasar modal oleh Bapepam-LK. Untuk fiskal, dan utang oleh kementerian keuangan, dan seterusnya. Tapi yang pasti, setiap sub-protokol itu harus terkoordinasi dan terintegrasi secara utuh dan terpadu.  

Pengalaman yang menarik adalah ketika terjadi krisis Eropa belum lama ini, apabila kondisi tersebut tidak ditangani secara baik, dampak buruk pembalikan modal dapat menimbulkan instabilitas ekonomi dan keuangan, yang kemudian dapat berimbas ke perekonomian secara keseluruhan.

Berdasarkan data Kemenkeu, selama September lalu tidak kurang dari Rp 30 triliun dana asing ke luar. Ini yang kemudian membuat harga saham jatuh, yield obligasi negara naik, dan rupiah melemah. Padahal BI sudah bekerja keras intervensi di pasar valas, dan bersama pemerintah membeli surat utang negara (SUN) dari pasar sekunder.


Karena itu sudah saatnya protokol nasional perlu segera dibangun di Indonesia. Bagaimanapun krisis di Eropa diprediksi berlangsung lebih lama, cepat atau lambat akan berimplikasi pada perekonomian nasional. Sehebat apa pun indikator dan daya analisis kita, tidak bakalan mampu memprediksi terjadinya krisis secara tepat.

Protokol nasional tersebut harus dituangkan dalam undang-undang. Untuk itu ada baiknya rencana RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) diperluas menjadi RUU Protokol Manajemen Krisis Nasional. Ini tidak hanya akan memperkuat landasan hukum, tapi juga memperjelas kegiatan surveillance indikator, penetapan status, respon kebijakan maupun organisasi dan proses pengambilan keputusannya. Tentu semua ini akan memperkuat governance dalam pengelolaan ekonomi nasional.

Hanya masalahnya, protokol yang ada di masing-masing instansi sekarang belum terintegrasi ke dalam suatu protokol manajemen krisis nasional secara utuh. Indikator deteksi dini, penetapan status, ataupun bagaimana respon kebijakan perlu dilakukan dan dikoordinasikan juga belum sinkron.  Organisasi dan mekanisme koordinasi pengambilan keputusan baik di dalam instansi maupun antarinstansi juga masih perlu diperjelas peran para pengambil keputusannya.  

Tidak hanya itu. Yang juga perlu diperjelas juga adalah bagaimana mekanisme komunikasi politik yang perlu dilakukan dengan DPR, khususnya kalau ada indikasi yang mengarah pada krisis yang sistemik dan berdampak pada sistem perekonomian nasional. Antara legislatif dan eksekutif harus punya kesamaan pengertian dampak sistemik saat menilai kondisi krisis terjadi di negeri ini. Semoga!

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…