Dorong Daya Beli, Suku Bunga Didesak Turun

 

 

NERACA

 

Jakarta - Pengamat pasar keuangan Norico Gaman menyarankan suku bunga kredit perbankan di dalam negeri diturunkan sehingga dapat mendorong daya beli konsumen, seperti di sektor otomotif dan properti. "Penurunan suku bunga bank akan bagus untuk konsumen karena penurunan suku bunga merefleksikan potensi adanya peningkatan daya beli konsumen, misalnya di sektor otomotif dan properti. Dengan kredit perbankan yang turun ini, akan lebih banyak pelanggan yang menggunakan fasilitas pinjaman," ujar Norico Gaman yang juga Head of reaserch BNI Securities di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Menurut dia, suku bunga perbankan yang turun juga akan berdampak positif dalam mengurangi potensi kemungkinan terjadinya kredit macet. Apalagi, kalau suku bunga Bank Indonesia (BI rate) juga diturunkan karena situasi itu akan menurunkan suku bunga deposito yang membuat perhitungan biaya dana (cost of fund) menjadi lebih rendah.

Kendati demikian, dia mengakui bahwa untuk menurunkan suku bunga perbankan dibutuhkan perhitungan yang cukup panjang karena jangan sampai kebijakan itu mempengaruhi kinerja bank kedepan. "Hal ini karena perbankan akan sangat memperhatikan kondisi ekonomi dan operasional perbankan itu sendiri, saat ini hanya bank yang paling efisien mampu menurunkan sukubunganya. Kita berharap ke depannya suku bunga perbankan bisa turun apabila sudah bisa melakukan efisiensi secara internal di tengah kondisi ekonomi yang belum kondusif," katanya.

Namun, menurut Norico Gaman, untuk saat ini yang harus diperhatikan, yakni langah-langkah antisipatif dari kebijakan Bank Indonesia agar lebih mengakomodasi pertumbuhan ekonomi ke depan. "Jadi, yang paling utama adalah BI menjaga jangan sampai terjadi inflasi yang tinggi sehingga dapat menajaga daya beli konsumen, setelah itu menjaga stabilitas nilai tukar," katanya.

Kamis pekan lalu, Bank Indonesia (BI) menetapkan suku bunga acuan atau BI rate tetap di level 7,5%. Hal tersebut diputuskan Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%.

Melalui pengumuman yang disampaikan melalui situs Bank Indonesia, dinyatakan beberapa poin penting yang mendasari pengambilan keputusan mempertahankan suku bunga pada level 7,5%, yaitu Bank Indonesia meyakini bahwa inflasi untuk keseluruhan tahun 2015 akan berada di bawah titik tengah sasaran 4%, sementara defisit transaksi berjalan diprakirakan lebih rendah dari prakiraan semula, atau sekitar 2% pada akhir 2015.

Ekonom DBS Gundy Cahyadi memperkirakan BI akan tetap mempertahankan kebijakan moneternya ke depan, walaupun adanya risiko penurunan terhadap pertumbuhan PDB. "Alasan pertama adalah meningkatnya inflasi. Tidak seperti negara lain di Asia, tingkat inflasi inti di Indonesia sejak 2014 lalu sudah mengalami kenaikan. Pelemahan rupiah yang berkelanjutan terhadap dolar Amerika terus berlanjut dalam meningkatkan harga barang domestik. Ini mengingat bahwa import content of production diperkirakan sekitar 70 persen," kata Gundy.

Meskipun rupiah sempat mengalami penguatan di dua minggu terakhir, pelemahan rupiah tetap menjadi perhatian untuk BI. Sejak akhir tahun 2013, rupiah telah jatuh sekitar 17 persen terhadap dolar hingga bulan September 2015 kemarin. Secara nominal effective exchange rate (NEER), rupiah juga berada di level terlemahnya sepanjang sejarah, walaupun sebenarnya hanya sekitaran 1 persen lebih lemah dibandingkan level di akhir tahun 2013.

"Sebagian besar dari barang-barang impor didenominasikan dalam mata uang dolar Amerika, dan ini memengaruhi sentimen di antara pelaku bisnis. Biaya produksi yang melonjak juga meredam pertumbuhan investasi, yang diprediksikan sekitar 3,6 persen untuk tahun ini, terendah selama 10 tahun terakhir," kata Gundy.

Bank Indonesia tidak lagi bersikap toleran terhadap lemahnya rupiah. Bank sentral sudah melakukan banyak usaha untuk mencegah pelemahan lebih lanjut. Jumlah cadangan devisa telah mengalami penurunan. "Dan menurut kami, intervensi yang agresif mungkin bukan pilihan terbaik untuk saat ini, mengingat pelemahan rupiah lebih dikarenakan penguatan sentimen global terhadap dolar, seperti yang tercemin di pergerakan NEER rupiah. Walaupun perlu dicatat bahwa jumlah cadangan devisa saat ini masih memberikan cakupan sebesar dua kali dari utang luar negeri jangka pendek dan delapan kali import cover," kata Gundy.

 

BERITA TERKAIT

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji NERACA  Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk merilis fitur terbaru…

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia NERACA Jakarta - Token fanC aset kripto baru akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token…

BI Catat Term Deposit Valas DHE Capai US$1,9 Miliar

    NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri melalui instrumen Term…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji NERACA  Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk merilis fitur terbaru…

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia NERACA Jakarta - Token fanC aset kripto baru akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token…

BI Catat Term Deposit Valas DHE Capai US$1,9 Miliar

    NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri melalui instrumen Term…