Menanti PHK Massal di Industri Rokok - Rencana Kenaikkan Cukai 23%

Pemerintah berencana akan menaikkan cukai sebesar 23% dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Disaat ekonomi sedang melesu seperti ini, seharusnya pemerintah tidak mengeluarkan regulasi yang bisa berakibat buruk untuk ekonomi nasional. Pasalnya, kenaikkan cukai sebesar 23% sangat tidak adil dan merugikan sektor industri hasil tembakau dari sektor hulu ke hilir.

Kenaikkan cukai yang terlalu tinggi hingga 23% akan berdampak bagi industri tembakau yaitu penurunan volume produksi rokok akibat kenaikan tarif yang berlebihan. Imbasnya, akan dirasakan langsung pada pendapatan petani tembakau dan cengkeh yang bergantung pada keberlangsungan industri hasil tembakau.

Selain itu, industri kecil rokok juga pada gilirannya akan terimbas kenaikkan tarif tersebut, khususnya jika daya beli masyarakat tidak cukup kuat. Penerapan kebijakan ini dapat menambahkan jumlah perusahaan yang gulung tikar dan pemutusan hubungan kerja bagi para pekerja industri tembakau.

Menurut data Asosiasi Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia, rencana kenaikkan cukai rokok sebesar 23% pada 2016. berpotensi meningkatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal hingga mencapai 15.000 tenaga kerja. Menurut data yang dilansir Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pada 2014 jumlah pabrikan produsen tembakau sudah menurun dari 4.000 menjadi 995 pabrik. Pada tahun yang sama, sekitar 20 ribu pekerja pun mengalami pemutusan hubungan kerja baik di perusahaan tembakau besar maupun kecil.

Di sisi lain, apabila hal ini terjadi terus-menerus, industri tembakau nantinya akan mati dan berhentinya kontribusi terhadap negara dalam bentuk penerimaan cukai serta hilangnya lapangan pekerjaan padat karya. Jika pemerintah tetap menaikkan cukai 23% tahun depan, ini akan menaikkan peredaran rokok ilegal. Masyarakat akan mencari rokok murah dan celah untuk menjual rokok ilegal akan semakin besar.

Kenaikan cukai yang eksesif juga akan mendorong peredaran rokok ilegal di Indonesia. Berdasarkan data asosiasi, peredaran rokok illegal pada 2014 mencapai 8 % dari total produksi rokok nasional atau setara dengan 26,4 miliar batang. Padahal apabila rokok ilegal merajalela, semua pihak akan dirugikan termasuk pabrikan rokok legal, para pekerjanya, para petani tembakau dan cengkeh. Pemerintah juga akan dirugikan karena rokok ilegal tidak bayar cukai.

Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menyatakan industri hasil tembakau (IHT) nasional akan tertekan akibat rencana pemerintah menaikan cukai. Media Center AMTI, Tri Hananto Wibisono mengatakan kami sebagai representasi masyarakat tembakau menolak keputusan ini. Selama ini, industri tembakau merupakan sumber utama penerimaan cukai negara dan termasuk sektor industri padat karya, tetapi pemerintah terkesan mengesampingkan kelangsungan industri tembakau nasional yang menjadi tumpuan mata pencaharian jutaan orang dan kenaikan target cukai tahun 2016 adalah 23 %, bukan 7 % seperti pernyataan pemerintah.

Hananto menilai, kenaikkan cukai 23 % tersebut adalah upaya yang disengaja untuk membunuh sektor IHT nasional. “Dengan kenaikan cukai rata-rata 7 hingga 9 % setiap tahun, industri tembakau sulit untuk berkembang. Kenaikan cukai yang eksesif akan mendorong peredaran rokok ilegal di Indonesia,” papar dia.

Jika rokok ilegal makin merajalela, lanjut Hananto, semua pihak akan dirugikan termasuk pabrikan rokok legal, para pekerjanya, serta para petani tembakau dan cengkeh. “Pemerintah juga akan dirugikan karena rokok ilegal tidak bayar cukai,” ujarnya saat berbincang santai dengan Neraca di kantor redaksi.

Hananto menyatakan, semakin mahalnya harga rokok legal disebabkan pembayaran cukai yang tinggi. “Tidak semua orang memiliki kemampuan finansial yang mumpuni. Jika tidak mampu membeli rokok legal yang harganya mahal karena cukainya yang tinggi, konsumen akan menyiasatinya dengan membeli rokok murah yang ilegal dan tidak bayar cukai,” terang Hananto.

 

Berdasarkan data AMTI, Peredaran rokok ilegal pada tahun 2014 mencapai 8 % dari total produksi rokok nasional atau setara dengan 26,4 M batang.

 

Selain itu dampak yang sangat terasa bagi industri tembakau ialah penurunan volume produksi rokok akibat kenaikan tarif yang berlebihan. Imbasnya dirasakan langsung pada pendapatan petani tembakau dan cengkeh yang bergantung pada keberlangsungan industri hasil tembakau.

Bukan hanya bagi petani saja, pelaku lain dalam industri pun akan terkena imbasnya. Penerapan kebijakan ini dapat menambahkan jumlah perusahaan yang gulung tikar dan pemutusan hubungan kerja bagi para pekerja industri tembakau. “Jika bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, pemerintah harus lebih bijak dalam menentukan kebijakan dan industri diberi ruang untuk berkembang, bukan diperas habis-habisan seperti ini. Apabila hal ini terjadi terus-menerus, industri tembakau nantinya akan mati dan berhentinya kontribusi terhadap negara dalam bentuk penerimaan cukai serta hilangnya lapangan pekerjaan padat karya,” ujarnya.

Namun, Hananto juga berpendapat  kenaikkan cukai idealnya hanya sekitar 7% sesuai laju inflasi.

 

Kaji Ulang

 

Sementara Direktur Industri Minuman dan Tembakau Kementerian Perindutrian Faiz Achmad menambahkan, Kementerian Perindustrian akan mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan untuk mengkaji kembali kenaikan cukai rokok hingga 23%. ”Inti suratnya supaya mengkaji kembali penghitungan cukai,” katanya.

Menurut dia, kenaikan cukai seharusnya menyesuaikan angka inflasi yakni di kisaran 7-8%. Target penerimaan cukai sebelum APBN Perubahan 2015 adalah Rp 120,6 triliun. Dengan kenaikan 7% pada tahun depan, maka total cukai akan mencapai Rp129 triliun. Angka tersebut sesuai dengan usulan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Senada, Anggota Komisi XI DPR Misbakhun juga meminta pemerintah menghitung kembali target penerimaan cukai rokok tahun depan. Pasalnya, tahun ini saja diprediksi target cukai rokok tidak akan tercapai. ”Ini pertama kalinya target cukai tidak tercapai. Apalagi tahun depan dinaikkan targetnya,” katanya.

Sedangkan pengamat ekonomi Institute National Development and Financial (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, Kementerian Keuangan jangan hanya mengumpulkan pendapatan negara dari cukai rokok semata. Di sampingitu, perlujugamelaksanakan perluasan ke cukai barang lain seperti minuman berakohol dan minuman bersoda. ”Kenaikan cukai rokok justru berpeluang memicu beredarnya produk rokok ilegal,” ujar Enny.

Selain itu, ujar Enny, kenaikan target penerimaan cukai tembakau dinilai tidak tepat untuk kondisi sekarang karena sistem penerapan tarifnya belum transparan. Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia( Gappri) Hasan Aoni Aziz mengatakan, pemerintah harus membuka ruang diskusi dengan pelaku usaha dalam menetapkan kenaikan cukai 2016 sesuai amanat Undang-Undang No 39/2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 11/1995 tentang Cukai.

Menurutnya, sesuai amanat undang-undang, penentuan besaran target cukai pada Rancangan APBN harus memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri. ”Kemudian baru disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan. Kami setuju adanya penaikan target cukai rokok, tetapi harus realistis. Selain itu, kebijakan penaikan jangan sampai menyalahi undang-undang,” ujarnya. (iwan)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…