Lembaga Rating dan Kinerja Sektor Keuangan

 

Oleh: Achmad Deni Daruri, President Director Center for Banking Crisis

Pecahnya bubble dalam pasar saham China tidak lepas dari tidak adanya lembaga pemeringkat berkualitas di China saat ini. Krisis yang terjadi di Amerika Serikat, Eropa dan Asia pada dasarnya merupakan kontribusi dari lembaga pemeringkat (rating). Krisis meletus ketika badan-badan pemeringkat menurunkan nilai sekuritas berjaminan hipotek, suatu langkah yang mengejutkan banyak pihak di pasar.

Dampak langsung dari penurunan peringkat ini adalah hilangnya kemungkinan bagi instrumen-instrumen bertujuan khusus (special-purpose vehicles) untuk melakukan pendanaan ulang. Investor institusional dan pemodal agresif seperti perusahaan hedge funds menghentikan pembelian sekuritas dengan jaminan hipotek dan sekuritisasi dengan komponen pinjaman riil estat serta surat obligasi jangka pendek tanpa jaminan yang dikeluarkan oleh instrumen-instrumen bertujuan khusus tersebut.

Akibat yang brutal adalah bank harus mengambil alih instrumen-instrumen bertujuan khusus mereka, yang kemudian memerosokkan bank ke dalam permasalahan likuiditas dan bahkan solvensi (kesanggupan melunaskan hutang). Pada titik ini fakta bahwa instrumen-instrumen bertujuan khusus itu tidak memiliki modal ekuitas mulai menyebabkan konsekuensi yang mengerikan dan terkadang memicu transformasi maturitas yang ekstrim.

Ditambah lagi, faktor-faktor tersebut menempatkan lembaga-lembaga keuangan yang telah mengadakan instrumen-instrumen bertujuan khusus itu dibawah tekanan yang cukup tinggi. Lembaga rating memainkan peran yang sangat vital dalam meningkatkan kinerja sektor keuangan karena lembaga ini mempengaruhi peringkat kredit yang pada akhirnya mempengaruhi harga modal.

Peringkat kredit dibuat berdasarkan riwayat finansial dan aset yang dimiliki sekarang serta kewajiban. Pada umumnya suatu peringkat kredit menggambarkan kepada kreditur atau investor tingkat kemungkinan dari subjek dalam melaksanakan pengembalian/pembayaran utangnya . Namun pada akhir-akhir ini peringkat kredit juga digunakan guna menentukan premi asuransi, memutuskan kelayakan suatu pekerjaan, dan penetapan besarnya nilai jaminan dalam sewa guna usaha (leasing).

Penerbit dari obligasi yang dapat diperdagangkan pada pasar sekunder tersebut biasanya merupakan perusahaan, kota, lembaga nirlaba, ataupun pemerintahan suatu negara. Peringkat kredit tersebut mengukur kelayakan kredit, kemampuan pembayaran kembali utang, dan berpengaruh pada suku bunga yang dibebankan pada utang tersebut. Suatu perusahaan yang menerbitkan skor kredit bagi kelayakan kredit individu secara umum disebut dengan istilah biro kredit atau lembaga pelaporan kredit konsumen.

Suku bunga yang dibebankan adalah tidak sama bagi setiap orang, tetapi penetapan suku bunganya berdasarkan risiko. Ini adalah bentuk diskriminasi harga berdasarkan pada perbedaan biaya dari masing-masing debitur yang berbeda sebagaimana yang nampak pada peringkat kredit mereka. Saat ini terdapat kurang lebih 100 lembaga pemeringkat kredit diseluruh dunia.

Dengan begitu banyaknya lembaga pemeringkat maka kualitas dari lembaga tersebut akan sulit dijaga secara konsisten. Karena tidak ada transparansi berkenaan dengan bank apa yang harus menanggung instrumen khusus yang mana, dan bank yang mana yang memiliki sekuritas yang terhambat risiko dalam neraca keuangannya, pasar keuangan antar bank runtuh.

Bank sentral di seluruh dunia terpaksa mengalokasikan sumber daya yang sangat besar untuk menjamin likuiditas sistem keuangan. Seiring dengan berjalannya krisis, pasar keuangan sulit untuk direvitalisasi akibat kurangnya kepercayaan antar bank yang terlalu tinggi. Bukan hanya itu, kepercayaan antara bank investasi dan lembaga-lembaga lain di dalam sistem perbankan bayangan (shadow banking) juga runtuh.

Krisis kemudian berkembang sebagaimana digambarkan secara buku teks. Pemutihan langsung pinjaman-pinjaman riil estat di Amerika Serikat diperkirakan oleh IMF mencapai jumlah antara US$ 500 juta dan US$ 600 juta. Meskipun jumlah itu cukup besar, namun tidak cukup untuk mengatasi krisis keuangan dan perekonomian global dengan sendirinya.

Faktor penentunya adalah mekanisme umpan balik negatif dari krisis subprima, yang mempengaruhi sistem  keuangan yang pada umumnya tidak stabil. Lembaga-lembaga keuangan dilanda kekurangan modal ekuitas yang terjadi karena sumber daya mereka terkuras saat berusaha untuk mendukung instrumen-instrumen bertujuan khusus mereka.

Misalnya, sebagai hasil dari rasio modal bank komersil yang rendah, mereka tidak dapat lagi memenuhi tingkat cadangan modal ekuitas yang disarankan dan harus mengurangi pinjaman mereka. Sekarang keputusan sistem perbankan untuk menggunakan instrumen-instrumen bertujuan khusus agar dapat mengindari penyediaan modal terbukti memiliki konsekuensi yang besar.

Harga riil estat jatuh, dan sekuritas dengan jaminan hipotek, obligasi hutang yang dikolateralisasi dan aset-aset yang disekuritaskan lainnya harus menanggung diskon yang cukup besar. Ekspektasi negatif  ditransmisikan ke bursa saham dan harga saham juga mulai jatuh. Krisis pecahnya bubble harga saham tidak terhindarkan di negara manapun yang tak memiliki lembaga pemeringkat yang kredibel termasuk China!(*)

BERITA TERKAIT

Dukungan Publik pada Bea Cukai Sangat Berarti, Waspadai Provokasi Cegah Polemik

  Oleh: Febi Tri Andini, Pengamat Kebijakan Publik   Dukungan penuh publik kepada Bea Cukai tentu merupakan hal yang sangat…

Etika, Hukum dan Masa Depan Demokrasi Politik

    Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshidiqie SH, MH, Guru Besar FHUI   Dalam sejarah politik Indonesia, belum pernah muncul…

Jaga Situasi Kondusif Wujudkan Pilkada Damai

  Oleh: Samuel Christian Galal, Pemerhati Sosial Politik   Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah momen penting dalam kehidupan demokrasi di…

BERITA LAINNYA DI Opini

Dukungan Publik pada Bea Cukai Sangat Berarti, Waspadai Provokasi Cegah Polemik

  Oleh: Febi Tri Andini, Pengamat Kebijakan Publik   Dukungan penuh publik kepada Bea Cukai tentu merupakan hal yang sangat…

Etika, Hukum dan Masa Depan Demokrasi Politik

    Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshidiqie SH, MH, Guru Besar FHUI   Dalam sejarah politik Indonesia, belum pernah muncul…

Jaga Situasi Kondusif Wujudkan Pilkada Damai

  Oleh: Samuel Christian Galal, Pemerhati Sosial Politik   Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah momen penting dalam kehidupan demokrasi di…