Saat Bank Dunia Mengakrabkan Diri dengan Indonesia

Oleh: Muhammad Razi Rahman

Kunjungan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim ke Indonesia selama empat hari, 19--22 Mei 2015, dinyatakan sebagai upaya memperkuat kerja sama lembaga multilateral tersebut dengan Indonesia.

Kim dalam kunjungan tersebut bertemu Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, dan pejabat pemerintah lainnya, serta para pengusaha.

Selain itu, Kim juga akan mengunjungi proyek rekonstruksi Bank Dunia pascabencana berbasis masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat atau kelompok, Pelabuhan Sunda Kelapa, dan Pelabuhan Tanjung Priok.

Kim menyebutkan Indonesia merupakan salah satu pemegang saham Bank Dunia yang paling penting, apalagi Kantor Bank Dunia di Jakarta yang dibuka pada tahun 1968, merupakan kantor pertama di luar Washington, D.C.

"Kami mendukung misi Presiden Widodo untuk pengentasan masyarakat dari kemiskinan ekstrem dan mengupayakan kesejahteraan yang lebih merata di seluruh kepulauan yang luas ini. Indonesia sepatutnya berbangga atas kemajuan yang luar biasa dan pencapaian sangat besar dalam pengentasan kemiskinan," ujarnya.

Kim lebih lanjut mengatakan, "Mengurangi angka kemiskinan dalam 15 tahun menjadi 11,3 persen saat ini adalah prestasi besar. Kami yakin bahwa Indonesia akan terus mengurangi angka kemiskinan dengan cepat dan membantu lebih banyak rakyatnya keluar dari kemiskinan." Kunjungan itu dilakukan setelah Presiden Joko Widodo dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) 2015 mengkritik peran tiga lembaga keuangan dunia, yaitu IMF, ADB, dan Bank Dunia dalam penyelesaian masalah ekonomi dunia sebagai sesuatu yang usang.

Menurut dia, pengelolaan ekonomi dunia tidak bisa diserahkan hanya kepada tiga lembaga tersebut dan mendesak reformasi arsitektur keuangan global.

Saat Presiden Bank Dunia berkunjung ke Indonesia tersebut, Wapres Jusuf Kalla juga datang pada acara Konferensi Masa Depan Asia yang digelar Nikkei di Tokyo, Jepang, Kamis (21/5), menginginkan peran dari berbagai lembaga keuangan multilateral, seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB), dapat diperbesar agar lebih memadai.

"Institusi seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia berperan sangat penting. Akan tetapi, masih jauh dari memadai," kata Wapres Jusuf Kalla sebagaimana dikutip laman berita asia.nikkei.com.

Untuk itu, ujar Wapres, negara-negara Asia membutuhkan sumber pembiayaan jangka panjang terhadap beragam proyek seperti pembangunan infrastruktur yang agresif di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Kalla berpendapat bahwa lembaga baru Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB), yang pembangunannya diinisiasi oleh Republik Rakyat Tiongkok, dinilai berpotensi mengisi kesenjangan permodalan itu.

Apalagi, Indonesia juga menghadapi sejumlah tantangan seperti dalam sektor transportasi karena kurang memadainya infrastruktur logistik. "Saat ini, sistem logistik Indonesia masih jauh dari kompetitif. Biaya logistik sebesar 24 persen dari PDB, tertinggi di kawasan," katanya.

Kompetisi dengan AIIB Sebagaimana diketahui, AIIB itu sendiri merupakan lembaga pembiayaan seperti halnya Bank Dunia, tetapi AIIB merupakan lembaga bentukan Republik Rakyat Tiongkok.

Sejumlah negara yang dominan pengaruhnya di ADB dan Bank Dunia, seperti Jepang dan Amerika Serikat, menjadi pihak yang paling menonjol pada awal 2015 ketika Tiongkok mulai mendekati negara-negara anggota untuk membentuk AIIB.

Pemerintahan AS, sebagaimana dikutip dari kantor berita AFP, telah melakukan upaya besar-besaran, dan akhirnya tidak berhasil untuk menghalangi mitra-mitranya mengambil bagian dalam proyek pembentukan AIIB.

Pembentukan AIIB itu dikritik beberapa pihak, termasuk AS, karena tidak menetapkan tata kelola pemerintahan dan standar lingkungan sama yang diterapkan oleh badan-badan internasional lainnya, seperti ADB, badan yang telah lama terbentuk dan pemerintah Jepang memainkan peranan kunci di dalamnya.

Namun, para pendukung AIIB mengatakan bahwa hal itu merupakan bentuk kekhawatiran yang tidak semestinya dan pengaruh Tiongkok terlalu digembar-gemborkan dan bahwa keikutsertaan kalangan beragam negara, seperti Inggris dan Iran, dinilai akan mengurangi pengaruh Tiongkok.

Yang menarik, ketika Wapres berbicara di Konferensi Masa Depan Asia di Tokyo, pada hari yang sama pula Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengumumkan rencana investasi senilai 110 miliar dolar AS untuk proyek-proyek infrastruktur di Asia.

Rencana itu tampaknya merupakan upaya untuk menyaingi langkah Tiongkok, yang akan meluncurkan sebuah lembaga AIIB.

Abe mengatakan, dalam pidato yang disampaikannya di Tokyo, bahwa Jepang dan Bank Pembangunan Asia (ADB) akan meningkatkan bantuan mereka sebesar 30 persen untuk memberikan bantuan investasi besar-besaran di bawah visi kemitraan umum-swasta selama lima tahun.

"Dengan menarik pendanaan beragam, kita berharap dapat membawa perubahan bagi Asia," kata Abe seperti dikutip kantor berita Kyodo News.

Perdana Menteri Jepang itu menambahkan bahwa untuk jangka panjang, pihaknya ingin menyebarkan infrastruktur berkualitas serta infrastruktur inovatif di Asia.

Angka itu sedikit lebih tinggi daripada modal 100 miliar dolar AIIB yang kini telah memiliki anggota lebih dari 50 negara.

Siap Sinergi Sementara itu, ADB siap bersinergi dengan Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) guna meningkatkan koordinasi dan kerja sama antara kedua lembaga multilateral yang juga bergerak di bidang pembiayaan infrastruktur tersebut.

"ADB akan bekerja sama pembiayaan dengan AIIB dalam bidang infrastruktur di seluruh Asia berdasarkan pengalaman panjang dan keahlian kami di kawasan ini," kata Presiden ADB Takehiko Nakao dalam Pertemuan Tahunan ke-48 ADB di Azerbaijan, Mei 2015.

Presiden ADB bersama dengan stafnya dilaporkan juga telah berdiskusi selama satu jam dengan Sekjen Sekretariat Interim AIIB Liqun Jin dalam pertemuan tersebut.

Kedua lembaga tersebut menyadari besarnya kesenjangan infrastruktur dalam kawasan tersebut serta memahami pentingnya pembangunan infrastruktur untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan.

Selain itu, baik ADB maupun AIIB juga sepakat untuk saling membagi informasi yang dibutuhkan dan melanjutkan diskusi guna membahas opsi yang lebih konkrit dalam bentuk kerja sama dan kolaborasi antara kedua lembaga tersebut.

Kantor berita Xinhua telah melaporkan bahwa calon anggota pendiri Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) mencapai 57 pada tanggal 15 April 2015 setelah tujuh negara disetujui, menurut pernyataan Kementerian Keuangan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Swedia, Israel, Afrika Selatan, Azerbaijan, Islandia, Portugal, dan Polandia semua termasuk sebagai anggota pendiri.

Anggota pendiri AIIB memiliki hak untuk membantu menentukan peraturan bank, sementara negara-negara yang mengajukan untuk bergabung setelah 31 Maret akan dipertimbangkan sebagai anggota biasa dengan hak suara tetapi sedikit berperan dalam pembuatan aturan.

AIIB akan menyediakan pembiayaan untuk jalan, kereta api, bandara, dan proyek infrastruktur lainnya di Asia. Lembaga ini diharapkan akan dibentuk pada akhir 2015.

Dengan adanya kolaborasi yang berbalut rivalitas atau kompetisi antara berbagai lembaga keuangan tersebut, tidak heran bila Presiden Bank Dunia juga mengakrabkan diri dengan Indonesia.

Apalagi, Indonesia dinilai bakal menjadi magnet bagi pasar konstruksi global, terutama dengan semakin fokusnya alokasi anggaran untuk pembangunan sektor infrastruktur di berbagai daerah di Tanah Air.

"Indonesia bisa dipastikan akan menjadi magnet pasar konstruksi baik di ASEAN maupun global," kata Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Yusid Toyib di Jakarta, Selasa (12/5).

Untuk itu, dibutuhkan kejelian pemerintah RI untuk bisa memanfaatkan momentum situasi tersebut untuk membantu mewujudkan pembangunan infrastruktur yang sedang digalakkan Presiden Jokowi di Indonesia. (ant.)

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…