Haji Perlu Ditunda? - Oleh: Denis Arifandi Pakih Sati, Dosen Mahad Ali bin Abi Thalib Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Wacana yang diembuskan beberapa pengamat untuk menunda pelaksanaan ibadah haji tahun ini, seperti yang disampaikan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatra Utara Dr Ansari Yamamah di Medan (Republika, 23/4) perlu untuk dikaji dan dilihat, terutama jika kondisi di Yaman terus memanas. Keselamatan jiwa tentu lebih penting dan diutamakan. Sebab, keberadaan syariat salah satunya untuk menjaga eksistensi jiwa (hifzd al-nafs).


Keadaan di Yaman sampai saat ini belum stabil. Pada Rabu (22/4), pasukan koalisi yang dipimpin Arab Saudi resmi mengumumkan berakhirnya operasi "Badan Pasir", sebagaimana disampaikan juru bicara koalisi Brigjen Ahmed al-Asiri. Kemudian menggantinya dengan operasi bernama "Harapan Baru" yang merupakan gabungan dari upaya militer, politik, dan diplomatik untuk mengembalikan kondisi stabil di Yaman.

Beberapa bulan ke depan, pemberangkatan jamaah haji asal Indonesia akan mulai dilakukan. Dan ini tentu menjadi perhatian pemerintah, terutama kondisi keamanan di sana. Pemerintah harus bisa memberikan jaminan keamanan bagi mereka yang akan menunaikan ibadah haji. Sebab, dalam kondisi tidak normal (perang), kemungkinan buruk bisa saja terjadi. Dan menolak kemudaratan itu harus lebih didahulukan dari mendatangkan kemaslahatan (dar-u al-mafasid awla min jalb al-mashalih).

Satu pertanyaan yang perlu direnungkan, jika kondisi tidak kondusif juga apakah ibadah haji harus ditunda, sebagaimana disampaikan sebagian pengamat? Syekh Ali Jumah, yang sekarang menjadi Syekh al-Azhar, pernah menulis dalam harian al-Ahram (3/10/2009) tentang beberapa sebab yang bisa dijadikan landasan untuk menunda haji.

Pertama, cuaca yang sangat ekstrem yang menyebabkan para jamaah haji tidak mampu bertahan dalam kondisi seperti itu. Dalam artian, jika tetap dilakukan, dikhawatirkan akan membahayakan jiwa. Ekstrem di sini bisa saja dingin yang sangat luar biasa atau panas yang sangat menyiksa, yang tidak mampu lagi ditanggung tubuh.

Kedua, tersebarnya wabah penyakit berbahaya. Jika dalam suatu waktu ada wabah yang tidak mampu dicegah, yang dikhawatirkan menjangkiti dan membunuh orang-orang yang menunaikan ibadah haji, dalam kondisi ini pemerintah atau lembaga yang berwenang bisa saja mengambil kebijakan mencegah penyebaran penyakit yang mebahayakan demi menjaga jiwa.

Ketiga, bencana kekeringan. Jika di wilayah haram atau dalam safar menuju wilayah itu tidak ada air untuk memenuhi dahaga sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan kehausan yang berujung kematian, kebijaksanaan harus diambil dalam kondisi seperti ini.

Keempat, gejolak politik. Kondisi politik wilayah yang akan membahayakan mereka yang menunaikan ibadah haji juga bisa dijadikan landasan bolehnya menunda pelaksanaan ibadah haji sampai kondisi politik stabil.

Kelima, gejolak keamanan. Bila di wilayah terjadi sesuatu yang mengguncang keamanan, misalnya, terjadi pemberontakan dan sejenisnya, kebijakan untuk menunda pelaksanaan ibadah haji sampai keamanan itu kembali pada kondisi yang tenang adalah ijtihad yang bisa diterima akal.

Keenam, gejolak ekonomi. Kondisi ekonomi yang tidak baik dan harga yang meroket adalah beberapa poin yang bisa menyebabkan tertundanya pelaksanaan ibadah haji. Dalam kondisi seperti itu, tentu ada prioritas lain yang bisa didahulukan.

Ketujuh, kondisi udara yang menyebabkan tidak amannya penerbangan yang bisa berpangkal dari adanya pemberontakan atau ancaman alami, seperti angin dan badai yang bisa membahayakan jiwa.

Kedelapan, perompak. Jikalau dalam perjalanan menuju wilayah haram ada ancaman perompak, yang mengadang orang-orang yang menunaikan haji dalam perjalanan, dan pihak terkait tidak mampu mencegah dan menjamin keamanan, kondisi ini bisa dipertimbangkan untuk menunda haji.

Itulah beberapa alasan yang disampaikan oleh Syekh Ali Jumah yang bisa menyebabkan penundaan pelaksanaan ibadah haji. Sebenarnya, itu hanyalah beberapa poin dari sekian banyak poin yang bisa dijadikan pertimbangan. Dan jika diperhatikan, semua itu kembali pada satu poin utama, yaitu menjaga jiwa.

Bila jiwa terancam oleh keadaan yang menyertai pelaksanaannya, penundaan pelaksanaannya adalah kebijakan yang layak diambil. Dan muara utama dari semua ini adalah istitha’ah (kemampuan). Kemampuan yang dimaksud dalam Islam bukan saja kemampuan maali (harta) semata, melainkan juga kemampuan dari segi jaminan keamanan.

Dalam sejarahnya, tertundanya pelaksanaan ibadah haji memang pernah terjadi, yang merupakan efek dari keamanan wilayah yang tidak kondusif dan membahayakan. Al-Zahaby (Tarikh al-Islami, 23/374) pernah menjelaskan kejadian pada 316 H.

Pada waktu itu tidak ada seorang pun yang menunaikan haji karena takut dengan Qaramithah, yaitu salah satu sekte Syiah yang ekstrem dan radikal. Hal yang sama juga disampaikan oleh Ibn Tagharry Bardy (al-Nujum al-Zhahirah, 3/227). Bahkan, ini berlangsung sampai 326 H.

Ibn Katsir (al-Bidayah wa al-Nihayah, 11/265) menjelaskan tentang kejadian berbeda yang terjadi pada 357 H. Pada waktu itu ada penyakit menular berbahaya yang menewaskan banyak manusia. Orang-orang yang menunaikan haji meninggal dalam perjalanan karena kehausan dan tidak mendapatkan air. Tidak ada yang berhasil sampai ke Makkah pada waktu itu kecuali sedikit. Dan yang sedikit itu sebagian besarnya meninggal setelah menunaikan ibadah haji.

Keamanan dan keselamatan memang faktor penting dalam pelaksanaan ibadah haji. Tidak ada seorang pun yang menginginkan ibadahnya tertunda, apalagi ibadah haji yang sudah lama ditunggu-tunggu kaum Muslimin. Di beberapa wilayah, ada yang antre sampai 20 tahun. Namun, satu faktor ini harus diperhatikan dengan baik. Sebab, menjaga jiwa adalah salah satu tujuan utama pensyariatan (hifdz al-nafs). Wallahu a’lam. (haluankepri.com)

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…