Petani Berharap Pemerintah Setujui Penggunaan Bioteknologi

NERACA

Jakarta - Kelompok Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) mengharapkan pemerintah untuk segera menyetujui penggunaan benih hasil rekayasa genetika atau bioteknologi di Indonesia agar manfaatnya bisa dirasakan petani. Ketua KTNA Winarno Tohir di Jakarta, Kamis, menyatakan hingga saat ini petani di dalam negeri belum diperbolehkan menanam dan memanfaatkan bioteknologi di dalam negeri.

Kenyataannya, lanjutnya, produk bioteknologi dari luar negeri sudah banyak yang masuk ke Indonesia dan dikonsumsi masyarakat melalui impor pangan dan komoditas jagung dan kedelai. “Kesejahteraan petani dan kemandirian pangan merupakan harga mati. Karena itu peningkatan pendapatan dari hasil pertanian mutlak harus didukung dengan penggunaan teknologi dan inovasi, contohnya benih rekayasa genetika," katanya di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Hal itu, menurut dia, karena areal pertanian yang tersedia saat ini kebanyakan merupakan lahan marjinal atau sub optimal di luar Jawa, sementara di Jawa ketersediaan lahan subur sangat rendah. Winarno menyatakan, untuk memilih benih atau tanaman apa yang dapat ditanam petani guna meningkatkan kesejahteraan adalah hak petani. “Oleh karena itu kami menunggu agar diberikan kesempatan menggunakan teknologi pertanian termutakhir, dalam hal ini teknologi perbenihan yang ada pada tanaman bioteknologi,” katanya.

Sementara itu, Pakar Bioteknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Agus Pakpahan menyatakan pemanfaatan bioteknologi saat ini telah mencapai 175 juta hektare di 27 negara selama 17 tahun, dari 1,7 juta hektare pada 1996. Menurut mantan Dirjen Perkebunan itu hampir semua negara sudah memanfaatkan produk rekayasa genetika tersebut. “Kebebasan petani memilih benih apa yang akan ditanam merupakan pilihan yang dijamin undang-undang,” katanya.

Direktur Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis Institut Pertanian Bogor Arief Daryanto menyatakan dampak positif penerapan inovasi dan teknologi pertanian yakni peningkatan produktivitas pertanian. Kondisi tersebut, tambahnya, akan mampu mengurangi impor bahan pangan yang nilainya terus bertambah dari tahun ke tahun.

Keuntungan tersebut, menurut dia, juga akan menimbulkan efek berantai ke industri dan sektor lainnya seperti peternakan, perunggasan, makanan olahan dan sebagainya. “Oleh karena itu petani perlu diberikan insentif agar mereka mau terus menekuni sektor ini. Petani perlu diberikan pilihan untuk mengakses kepada teknologi apa yang sesuai guna meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupny,” jelasnya.

Direktur Indonesia Biotechnolgy Information Center (IndoBIC) Bambang Purwantara menyatakan teknologi perbenihan merupakan faktor penting yang harus dilihat pemerintah sebagai salah satu solusi dalam upaya peningkatan produktivitas pertanian dan mendorong terciptanya ketahanan pangan Indonesia.

Dia menyatakan, pada 2013 sebanyak 18 juta petani di 27 negara menanam tanaman bioteknologi dan 90 persen diantaranya adalah petani miskin di negara berkembang. “Ini menggambarkan kepercayaan petani yang biasanya enggan mengambil risiko terhadap bioteknologi," katanya.

Menteri Pertanian Suswono mengakui reinventasi dan pengembangan tehnologi mutakhir dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang nuklir dan bioteknologi diperlukan untuk menuju Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). “Untuk menuju MEA perlu disiapkan produk pertanian andalan yang mampu bertahan pada pasar domestik dan mampu bersaing dalam pasar regional dan global,” katanya.

Digunakan Negara Maju

Presiden Core to Core wilayah Indonesia, Anton Muhibuddin juga mengatakan pemanfaatan bioteknologi sebenarnya sudah banyak digunakan di negara maju. "Dan sudah waktunya sektor pertanian kita mendapat sentuhan bioteknologi karena dalam waktu singkat dan biaya yang tidak terlalu besar bisa memberikan hasil yang signifikan," katanya.

Anton yang juga dosen Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya itu menjelaskan ada beberapa hasil penelitian yang sesuai dan bisa diaplikasikan di jatim. Misalnya pemanfaatan mikoriza yang merupakan jamur hidup untuk pupuk hayati. Sebelumnya, Core to Core sudah bekerja sama dengan pemerintah Kupang di lahan seluas 1.000 hektare. Kemudian di Lampung seluas 700 hektare. "Estimasi kami, penghematan penggunaan mikoriza sebagai pengganti pupuk kimia bisa mencapai Rp200 triliun per tahun," tuturnya.

BERITA TERKAIT

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

BERITA LAINNYA DI Industri

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…