Belajar melulu Akademis? - Miskonsepsi Orang tua tentang Belajar pada Anak

 

Bermain memiliki berbagai manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh anak. Pasalnya, bermain dapat menjadi sarana anak-anak untuk dapat mengembangkan diri secara optimal baik dalam aspek fisik-motorik, sosial-emosional, kognitif dan bahasa. Selain itu, bermain merupakan bagian penting dari perkembangan anak serta turut mendukung pembentukan keterampilan hidup anak di masa dewasa, ketika mereka bekerja, berorganisasi dan berkeluarga

NERACA

Bermain merupakan kegiatan yang sangat krusial untuk perkembangan intelektual, sosial, emosional, dan fisik anak-anak. Akan tetapi bagaimana kenyataannya akhir-akhir ini? Kegiatan bermain semakin kehilangan pamor, dianggap ketinggalan jaman dan tidak berguna.

Berdasarkan riset, waktu bermain anak-anak telah berkurang dari 40% pada tahun 1981 menjadi 25 % di tahun 1997 - anak-anak pra-sekolah harus berkutat dengan kegiatan yang menomorsatukan aspek kognitif yang tidak sesuai dengan usianya.

Ada miskonsepsi, ketika orang tua mengira kegiatan belajar pada anak melulu berpusat pada kegiatan akademis. Padahal, anak-anak yang banyak dijejali kegiatan belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah dapat berakibat negatif pada perkembangan anak. buktinya kasus anak yang menolak belajar, menolak sekolah, stress karena terlampau dituntut untuk belajar, cukup banyak yang ditangani di klinik-klinik psikologi.

Psikolog senior dan pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Dra. Mayke Tedjasaputra, M.Si. mengatakan, untuk hidup sehat dan sejahtera, orang dewasa membutuhkan keseimbangan hidup, antara kegiatan bekerja dan rekreasi (bermain). Sama halnya dengan orang dewasa, anak-anak pun sangat perlu memiliki waktu yang seimbang antara belajar dan bermain.

“Kalau dihitung-hitung, kegiatan belajar pada anak-anak SD di masa sekarang, bisa berlangsung lebih dari delapan (8) jam sehari. Selama sekian jam lamanya mereka terkungkung di dalam ruang kelas, istirahat di sekolah hanya 2 kali 15 menit per hari. Seusai sekolah, mereka harus mengikuti les tambahan pelajaran, atau les lainnya yang kadang bukan menjadi minat mereka. Jadi, tidak heran apabila anak-anak ini mengalami stress, jenuh belajar, dan tidak bersemangat untuk belajar, prestasi akademis melorot,” kata dia.

Mengapa anak-anak perlu bermain? Sebab kegiatan bermain menimbulkan rasa senang dan menjadi sarana anak-anak agar dapat mengembangkan diri secara optimal, baik pada aspek fisik-motorik; sosial-emosional; kognitif, dan bahasa.

Dengan bermain, maka energi yang tertahan bisa disalurkan; otot tubuh, pertumbuhan tulang belulang, gerakan motorik kasar dan motorik halus, dapat berkembang lebih baik. Contohnya, anak usia SD yang bermain galah asin, lompat tali, saling mengejar dan menangkap lawan. Melalui melukis, mewarnai gambar, merakit mainan, maka kegiatan motorik halus makin sempurna.

Tak hanya itu, aspek sosial-emosional terasah melalui kegiatan bermain. Mengingat bermain adalah aktivitas yang bebas dari penilaian, maka melalui bermain mereka dapat menyalurkan emosi yang terpendam, meluapkan rasa tertekan atau rasa senang, excited, misalnya, melalui teriakan yang disuarakan ketika bermain. Anak perlu mengatur (regulasi) diri agar tidak memaksakan kehendaknya, menyesuaikan dengan apa yang disepakati oleh kelompok teman, dapat menerima kekalahan, bersikap sportive, fair, tidak mudah menyerah ketika mengalami kesulitan/hambatan.

 Aspek kognitif akan terasah, sebab ketika bermain anak perlu berpikir untuk menentukan strategi yang  jitu agar dapat memenangkan permainan, memfokuskan perhatiannya pada apa yang sedang dilakukan, mencari solusi ketika ada masalah yang muncul,  mengorganisir teman-teman agar tercipta team-work, menghubungkan pengalaman masa lalu dengan tindakannya di masa sekarang. Bahasa pun semakin fasih, melalui percakapan dengan teman, kosa kata semakin kaya, anak-anak dapat saling berbagi pengetahuan.  Dengan demikian, kegiatan bermain ikut mengasah executive function.

Menurut Mayke, hal lain yang perlu diperhatikan adalah keseimbangan antara bermain indoor dan outdoor. Keduanya sama-sama bermanfaat , masing-masing memiliki ciri yang unik, namun, keseimbangan antara kegiatan bermain indoor dan outdoor tetap perlu dijaga.

“Dari survei yang dilakukan, dalam beberapa dekade terakhir, ada kecenderungan anak-anak lebih banyak bermain indoor. Kemajuan teknologi merupakan salah satu faktor yang ikut memberikan andil, yaitu dengan semakin canggih dan menariknya gadget yang bisa menyihir, sangat memukau buat anak-anak, para remaja dan orang dewasa untuk duduk diam menikmati gadgetnya,” ungkap dia

Mengapa anak-anak perlu bermain outdoor? Bermain outdoor merupakan kebutuhan anak usia prasekolah dan SD. American Academy of Pediatrics, merekomendasikan agar setiap hari anak bermain bebas selama 60 menit, sebab bermain bebas merupakan bagian yang esensial dari perkembangan fisik, kesehatan mental dan sosial dari anak. Anak-anak perlu excercise, tubuh mereka perlu  bergerak setelah sekian jam duduk diam di dalam kelas yang bisa difasilitasi melalui bermain outdoor.

Kegiatan bermain outdoor, mempunyai ciri yang khas, selain memberi kesempatan agar tubuh aktif  bergerak , tubuh menjadi lebih sehat, gerakan tubuh lebih terampil/fleksibel (sebagai modal dasar skill berolah raga); melibatkan lebih dari satu anak. Dengan demikian, kesempatan anak usia SD untuk bersosialisasi semakin terbuka, apalagi bila dikaitkan dengan tugas perkembangan mereka, yang membutuhkan pertemanan, dapat diterima dan mendapatkan pengakuan dari teman.

“Semua hal ini penting dalam membangun konsep diri yang positif, fondasi life skill anak-anak di masa dewasanya, ketika mereka harus bekerja, berorganisasi, berkeluarga,” jelas Mayke Tedjasaputra

BERITA TERKAIT

Wisuda dan Dies Natalis ke 63, Rektor Moestopo : Terapkan Integritas, Profesionalisme dan Entrepreneurship Dalam Dunia Profesi

NERACA Jakarta – Universitas Moestopo Beragama menggelar wisuda dan Dies Natalis ke 63 di Jakarta Convention Centre (JCC) pada Selasa…

Mempersiapkan Perlengkapan Sebelum Masuk Sekolah

  Perlengkapan sekolah adalah hal yang sangat penting untuk disiapkan setelah libur panjang, salah satunya setelah libur Lebaran. Banyak persiapan yang perlu…

Blokir Game yang Memuat Unsur Kekerasan

  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kembali mengungkapkan pandangannya terkait game-game yang sering dimainkan kalangan anak-anak. Menurut lembaga tersebut, sudah seharusnya…

BERITA LAINNYA DI

Wisuda dan Dies Natalis ke 63, Rektor Moestopo : Terapkan Integritas, Profesionalisme dan Entrepreneurship Dalam Dunia Profesi

NERACA Jakarta – Universitas Moestopo Beragama menggelar wisuda dan Dies Natalis ke 63 di Jakarta Convention Centre (JCC) pada Selasa…

Mempersiapkan Perlengkapan Sebelum Masuk Sekolah

  Perlengkapan sekolah adalah hal yang sangat penting untuk disiapkan setelah libur panjang, salah satunya setelah libur Lebaran. Banyak persiapan yang perlu…

Blokir Game yang Memuat Unsur Kekerasan

  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kembali mengungkapkan pandangannya terkait game-game yang sering dimainkan kalangan anak-anak. Menurut lembaga tersebut, sudah seharusnya…