Ditemukan 10 Penyebab Borosnya Birokrasi - Gerakan Hemat Energi Dinilai Sia-Sia

NERACA

Jakarta - Pemerintah kembali menggulirkan gerakan penghematan energi dan air guna meringankan beban APBN. Padahal gerakan-gerakan semacam ini tak signifikan hasilnya. Meski ditargetkan bisa hemat 27% dari energi. Namun karena beban APBN paling besar adalah belanja pegawai. Maka diyakini takkan mampu berdampak apa-apa.

Berdasarkan catatan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Belanja pegawai pada APBN 2011 membengkak hingga 233% atau Rp. 126,5 trilyun dibandingkan 2005. Bahkan peningkatan belanja ini tak berdampak positif pada layanan birokrasi. Malah ditemukan 124 daerah yang belanja pegawainya di atas 60% dan 16 daerah diantaranya melebihi 70%.

“Kita mencatat ada sekitar 10 penyebab borosnya ongkos birokrasi. Ini sekaligus menunjukkan indikasi kegagalan reformasi birokrasi. Karena itu guna memaksimalkan efisiensi anggaran, maka tak cukup hanya dengan moratorium PNS,” kata Koordinator Advokasi dan Investigasi Fitra, Uchok Sky Khadafi kepada Neraca,26/7.

Uchok bahkan meminta agar remunerasi dibatalkan. Alasanya biaya remunerasi sangat besar, misalnya APBN-P 2010 dianggarkan Rp. 13,4 triliun. Besarnya ongkos remunerasi ini awalnya untuk mengekang birokrasi korup. Namun kasus Gayus dan hakim Imas “mementahkan” remunerasi.  “Ditambah lagi dengan beban, kenaikan gaji PNS, TNI/Polri antara 5% sampai  15%, terakhir 2011,”tambahnya.

Menurut Uchok, langkah pemerintah menekan pengeluaran APBN melalui gerakan penghematan energi seperti listrik dan air hanyalah upaya lain membentuk pencitraan Presiden. Mengingat beberapa waktu lalu, pemerintah saat ini dituding terlalu banyak membuang-buang energi. "Program hemat energi ini hanya bagian dari rencana pencitraan SBY. Waktu awal program hemat energi, pertama kali penerapannya di kantor-kantor. Tapi kenyataannya tidak berjalan sama sekali. Anggaran negara yang dihemat dari program ini sekitar Rp 2 triliun-an sangat kecil," tandasnya.

Dia berpendapat, banyak langkah lain untuk mengurangi beban APBN di banding program hemat energi seperti penghentian membentuk satgas, komisi, lembaga, atau badan non-departemen. Sebab pada tahun 2010 lalu anggaran yang dikeluarkan negara belanja baku non-departemen itu saja sebesar Rp 32 triliun.

Selain itu, pemerintah seharusnya melakukan pensiun dini terhadap PNS yang jumlahnya sudah sangat banyak dan menghentikan penerimaan PNS. Sebab, lebih dari 70% APBN terbuang untuk gaji PNS. "Pensiun dini-kan sekarang PNS dan berhenti membuka penerimaan PNS baru. Lebih baik  arahkan pemikiran generasi muda bangsa untuk menjadi wirausahawan guna membuka lapangan kerja sendiri," tegasnya.

Uchok optimis, jika semua hal tersebut dilakukan oleh pemerintah, setidaknya pemerintah akan menghemat uang negara sebesar Rp 100 triliun bahkan lebih. “Seharusnya penghematan itu bisa mencapai Rp100 triliun lebih,” ucapnya.

Ditempat terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Arif Nur Alam menyarankan agar gerakan penghematan energi dan air itu ada dampaknya. Maka harus diimbangi pula dengan evaluasi remunerasi. Namun jangan sampai mengurangi subsidi BBM. “Kebijakan subsidi untuk rakyat jangan dikurangi. Tapi evaluasi remunerasi PNS. Tanpa evaluasi ini, maka menambah beban rakyat. Seharusnya dana untuk aparatur ini yang dirampingkan,” terangnya kepada Neraca, Selasa (26/7).

Selain dikurangi, kata Arif, anggaran untuk PNS ini juga harus diawasi. Karena dikhawatirkan adanya penggelembungan biaya dan kebocoran pada saat pemakaiannya. “Sudah saatnya pemerintah jangan terlalu mementingkan diri sendiri, misalnya minta naik gaji, tunjangan besar. Seolah tak punya rasa empati untuk rakyat miskin,” tambahnya.

Nampaknya moratorium PNS harus segera ditindak lanjuti agar orang orang yang tidak produktif bisa digeser oleh yang muda dan produktif. "Moratorium PNS harus segera diterapkan, tak mungkin ditunda,” tegasnya.

Ekonom FEUI, Dr. Agustian Budi Prasetya, MPA, juga tak setuju dengan pencabutan subsidi BBM guna meringankan beban APBN. Alasanya sangat ironis mengurangi subsidi BBM. ”Itu ironis untuk permasalahan yang seharusnya untuk publik tapi masyarakat justru selalu disudutkan dengan harga minyak mentah dunia yang seolah-olah tidak bisa dihindarkan. Itu sangat jauh, jauh sekali dari pemikiran masyarakat miskin,” katanya.

Agustian, yang merupakan peneliti Progam Kajian Ketahanan Nasional FEUI, menilai pencabutan subsidi harus dijelaskan kepada masyarakat dengan detail dan rasional. Serta bagaimana pengembaliannya untuk masyarakat. “Intinya, harus dibarengi dibarengi dengan upaya pemerintah untuk memberikan sesuatu yang lebih kepada masyarakat. Sebagai bentuk konsekunsi pemerintah," paparnya.

Seperti diketahui, Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Radjasa mengatakan pemerintah memunculkan gerakan penghematan terhadap energi dan air. “Khusus untuk listrik pemerintah menargetkan penghematan sebesar 27% dari sebelumnya 10-25%. Penghematan listrik dari hitungan ESDM mencapai Rp2,5 triliun per tahun,” ujarnya.

Hatta menyebut, gerakan hemat energi tersebut merupakan implementasi dan penjabaran dari Inpres 2/2008 yang sudah ada.dan dipimpin langsung oleh Kementrian ESDM sebagai leading sektornya.  "Jadi Menteri ESDM sebagai ketua harian,” tambahnya.

Selain lembaga pemerintah, kata Hatta, sasaran penghematan juga mengarah pada sejumlah BUMN, BUMD dan bupati gubernur walikota. "Kita semua melakukan gerakan penghematan energi dan air," tegasnya.

Menyinggung soal penghematan BBM, lanjut Ketua umum PAN ini, menargetkan penghematan hingga mencapai 10%. "Kita harus berani meng-cut off konsumsinya itu di lingkungan 10%. Dari dulu juga berjalan, cuma karena waktu itu BBM harganya turun, kita juga menurunkan harga, ini terasa agak kendor. Seharusnya nggak boleh kendor," jelasnya.

Menurut Hatta, jika ada kementerian/lembaga yang tidak menjalankan aturan ini dengan baik maka akan menjadi catatan dari kinerja kementerian atau lembaga bersangkutan. "Itu Inpres (Intruksi Presiden). Presiden bisa melihat bagaimana menyangkut kinerja nanti," jelasnya.

BERITA TERKAIT

MIGRANT CARE MENILAI ATURAN BARU MEREPOTKAN - YLKI Pertanyakan Permendag No. 7/2024

Jakarta-Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mempertanyakan alasan dibalik berubahnya peraturan yang dirilis Kementerian Perdagangan terkait barang bawaan Pekerja Migran Indonesia…

PRESIDEN JOKOWI: - Anggaran Jangan Banyak Dipakai Rapat dan Studi Banding

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menekankan kepada kepala daerah agar tidak menggunakan anggaran untuk agenda rapat dan…

BPS MENGUNGKAPKAN: - Pertumbuhan Kuartal I Tembus 5,11 Persen

Jakarta-Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,11 persen di kuartal I-2024 ini. Adapun penopang utama pertumbuhan ekonomi…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MIGRANT CARE MENILAI ATURAN BARU MEREPOTKAN - YLKI Pertanyakan Permendag No. 7/2024

Jakarta-Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mempertanyakan alasan dibalik berubahnya peraturan yang dirilis Kementerian Perdagangan terkait barang bawaan Pekerja Migran Indonesia…

PRESIDEN JOKOWI: - Anggaran Jangan Banyak Dipakai Rapat dan Studi Banding

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menekankan kepada kepala daerah agar tidak menggunakan anggaran untuk agenda rapat dan…

BPS MENGUNGKAPKAN: - Pertumbuhan Kuartal I Tembus 5,11 Persen

Jakarta-Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,11 persen di kuartal I-2024 ini. Adapun penopang utama pertumbuhan ekonomi…