Kasus Bank Century - Hesham-Rafat Gugat ke Arbitrase Internasional

Jakarta – Kasus Bank Century semakin memanas. Buktinya, saat pemerintah Indonesia tengah mengupayakan pengembalian aset dari para terpidana kasus Bank Century (dua diantaranya adalah Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Risvi), namun Hesham dan Rafat malah mengajukan gugatan ke arbitrase internasional, International Center for the Settlement of Investment Disputes (ICSID). Dalam gugatan yang didaftarkan pada 19 Mei 2011 ini, pemerintah Indonesia digugat US$75 juta.

Hesham dan Rafat adalah dua terpidana kasus Bank Century yang kini masih buron. Kedua mantan pemegang saham pengendali itu telah diputus bersalah secara in absentia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka divonis bersalah karena melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan negara (melalui Lembaga Penjamin Simpanan/LPS) harus mengeluarkan dana talangan (bailout) senilai Rp6,7 triliun.

Dengan diberikannya dana talangan tersebut, Bank Century diambilalih oleh LPS dan berganti nama menjadi Bank Mutiara. Padahal, Hesham dan Rafat dahulu adalah pemegang saham pengendali di Bank Century. Hal inilah yang menjadi salah satu poin dalam gugatan Hesham-Rafat terhadap Pemerintah Indonesia di ICSID.

Menanggapi hal itu, Wakil Jaksa Agung Darmono menyebutkan, ada dua poin dalam gugatan Hesham-Rafat. Pertama terkait dengan masalah investasi Hesham-Rafat di Bank Century. Mereka merasa dirugikan setelah adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan bail out kemudian mengambilalih Bank Century. Kedua terkait persidangan in absentia yang kini telah berkekuatan hukum tetap. “Mereka merasa hak-hak hukumnya sudah dilanggar sehingga mengajukan gugatan,” katanya di sela-sela Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR, Senin (18/7).

Meski demikian, Darmono menyatakan kedudukan Hesham dan Rafat sebagai penggugat lemah. Hal itu dikarenakan Hesham dan Rafat sebenarnya tidak memiliki perusahaan secara resmi di Indonesia. “Kan, yang namanya gugatan arbitrase (ICSID) itu adalah menggugat kepada pemerintah karena ada suatu perusahaan yang menanamkan modal di suatu negara. Itu kan harus resmi perusahaannya, kemudian kedudukan hukumnya juga dia sebagai apa,” ujarnya.

Namun, Darmono melanjutkan, mereka tidak punya perusahaan resmi di Indonesia. Dia itu punya perusahaan di Bahama sana. Sehingga, dari sisi hak, dia juga sebenarnya tidak punya. Terlebih lagi, gugatan di arbitrase internasional itu dikait-kaitkan dengan perkara pidana Hesham dan Rafat. “Ini artinya kedudukan mereka lemah. Apalagi gugatannya mengait kepada perkara pidana. Itu kan sudah di luar dari pada kompetensi arbitrase”, kata dia.

Maka dari itu, Darmono mengatakan pemerintah Indonesia telah menunjuk Jaksa Agung (dalam hal ini diserahkan kepada Jaksa Pengacara Negara –JPN) dan Karimsyah Lawfirm untuk mewakili pemerintah menghadapi gugatan Hesham-Rafat. Untuk langkah awal, pemerintah diberi kesempatan untuk menunjuk beberapa arbiter sampai dengan tanggal 17 Agustus 2011. Karena, pada 17 Agustus 2011 sidang perdana mulai digelar di arbitrase internasional.

Senada dengan Darmono, Iswahjudi A Karim dari Karimsyah Lawfirm mengaku pihaknya bersama JPN memang ditunjuk pemerintah untuk menghadapi Hesham-Rafat di arbitrase internasional. Namun, hingga saat ini pihaknya belum masuk tahap mempersiapkan jawaban. “Masih memilih siapa arbiternya. Nama calon-calonnya. Nanti dikasih ke pemerintah sebagai klien kami, mana yang mau dipilih,” tuturnya.

Walau sedang menghadapi gugatan Hesham dan Rafat, Darmono mengaku gugatan itu tidak akan menggangu proses penyitaan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan aset-aset terpidana kasus Bank Century.

Untuk aset Robert Tantular di Hong Kong, pemerintah telah meminta otoritas Hong Kong untuk melakukan pembekuan. Kini, otoritas Hong Kong tinggal menunggu putusan berkekuatan hukum tetap atas keberatan penyitaan yang diajukan Robert ke pengadilan.

Sementara, untuk Hesham dan Rafat, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutus bersalah Hesham dan Rafat secara in absentia. Keduanya dihukum 15 tahun penjara, denda sebesar Rp15 milyar, serta uang pengganti sebesar Rp3,1 triliun. Selain itu, pengadilan juga memerintahkan untuk menyita aset Hesham-Rafat yang tersebar di luar negeri. 

BERITA TERKAIT

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…