UU BPJS Terjerat Kapitalisme


Kita melihat dalam Rancangan UU BPJS usulan DPR disebutkan bahwa badan hukum BPJS adalah badan hukum publik wali amanat yang didefinisikan sebagai badan hukum yang mengelola dana amanah sesuai dengan UU SJSN.  Sesuai  penjelasan UU 40/ 2004 tentang SJSN, dana amanah adalah  iuran peserta termasuk hasil pengembangan yang diperoleh dari investasi. Selanjutnya badan hukum publik wali amanah merupakan  lembaga yang independen, yang dipercaya UU menyelenggarakan jaminan sosial dan mengelola dana milik peserta.

Artinya, UU BPJS menempatkan badan penyelenggara jaminan sosial sebagai badan yang otonom. Ini dapat dilihat dari tiga hal. Pertama, kewenangan BPJS sangat luas dalam membuat kebijakan, mengusulkan anggaran kepada pemerintah, menggunakan anggaran untuk investasi dan mengumpulkan iuran. Kedua, BPJS merupakan badan yang bebas dari intervensi pemerintah dan DPR. Ketiga, sumber pendanaan utama dari BPJS adalah iuran peserta dan keuntungan investasi.

Dari gambaran seperti itu,  pengelolaan jaminan sosial dengan konsep badan hukum wali amanat tampaknya akan menjadikan BPJS beroperasi seperti layaknya perusahaan swasta yang bebas dari intervensi negara. Apalagi, dalam UU SJSN disebutkan bahwa asas jaminan sosial adalah nirlaba, yang tentu tetap berorientasi keuntungan. Karena, dalam salah satu pasal disebutkan bahwa salah satu kewenangan BPJS adalah melakukan investasi dana jaminan sosial.

Lalu apa tujuan investasi, tentu saja adalah untuk menumpuk laba. Investasi dapat dilakukan dalam kegiatan bisnis sektor riil maupun kegiatan spekulasi. Investasi juga dapat dilakukan di dalam maupun luar negeri. Hal ini dimungkinkan mengingat batasan investasi tersebut tidak diatur secara jelas dan tegas dalam UU BPJS dan SJSN. 

Karena itu, kita perlu mewaspadai peluang menggunakan dana masyarakat untuk kegiatan investasi inilah yang akan membuka kesempatan perusahaan swasta asing maupun nasional menggunakan dana peserta jaminan sosial. Pertanyaannya, bagaimana jika perusahaan yang menggunakan dana SJSN bangkrut? Bagaimana jika dana BPJS hilang dan lembaga ini tidak dapat membayar klaim peserta asuransi sosial? Dalam situasi semacam itu, negara seringkali terpaksa menanggung beban tanggung jawab dengan alasan menyangkut kepentingan masyarakat luas.

UU SJSN dan BPJS menganut sistem kepesertaan wajib, di mana setiap orang wajib menjadi peserta jaminan sosial. Kepesertaan wajib ini menimbulkan kewajiban bagi rakyat untuk membayar jaminan sosial. Misalnya, buruh wajib menjadi peserta SJSN, pengusaha wajib memungut dari buruh untuk dibayarkan kepada BPJS.

Kepesertaan wajib ini juga akan menimbulkan kewajiban bagi kelompok masyarakat lain seperti petani, nelayan dan kaum miskin. Prinsip kepesertaan menegasikan kedudukan warga negara dan hak-haknya yang harus dijamin oleh negara. Sepatutnya negara lah yang bertanggung jawab menyelenggarakan jaminan sosial untuk seluruh rakyat, dan bukan sebaliknya rakyat dibebankan untuk menjamin dirinya terhadap risiko akibat krisis yang disebabkab oleh kesalahan negara dalam menjalankan perekonomian.

Begitu pula seharusnya jaminan sosial harus bersifat total coverage, dimana seluruh warga negara berhak atas pemenuhan kebutuhan dasar seperti kesehatan, kecelakaan, jaminan hari tua, pendidikan, dan lain-lain. Negara juga wajib menjamin keamanan seluruh warga negara atas segala risiko akibat krisis. Dengan demikian sumber pembiayaan jaminan sosial haruslah berasal dari APBN dan bukan dari iuran yang dibayarkan masyarakat. 

Jadi, konsep jaminan sosial yang diusulkan DPR itu jelas  tidak relevan dengan konstitusi Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Semestinya penyelenggaran jaminan sosial yang besifat wajib mutlak dilaksanakan oleh institusi pemerintah, sedangkan yang bersifat sukarela dilaksanakan oleh perusahaan negara yang kuat dan berorientasi pelayanan publik.

 

 

 

 

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…