Dampak Kenaikan BI Rate - Analis : Reksa Dana Saham Masih Menjanjikan

NERACA

Jakarta- Di tengah ancaman inflasi, reksa dana berbasiskan saham dinilai menjadi instrumen investasi yang menjanjikan bagi investor dibandingkan tabungan dan deposito. Dengan minimal 10% dari penghasilan, investor sudah bisa mulai berinvestasi pada reksa dana saham yang secara rata-rata memberikan imbal hasil 20% per tahun.

“Bagaimana mulai berpikir menghadapi inflasi ke depan. Tabungan dan deposito pastinya tergerus inflasi. Sebaiknya masyarakat mulai berinvestasi reksa dana saham justru imbal hasilnya di atas inflasi,” kata Alvin Pattisahusiwa, Direktur Investasi PT Manulife Aset Manajemen Indonesia di Jakarta, Kamis (18/7). 

Dengan imbal hasil 20% per tahun seseorang yang menempatkan dananya sebesar Rp15 juta misalnya, maka dalam jangka waktu lima tahun dapat memberikan tambahan keuntungan sebesar Rp61 juta. Sementara apabila disimpan di tabungan yang secara rata-rata memberikan bunga 1% per tahun maka jumlah uang yang disimpan hanya dapat bertambah Rp2,2 juta.

Begitupun apabila dana tersebut ditempatkan dalam bentuk deposito, yang imbal hasilnya rata-rata 6% per tahun, “Dengan menempatkan uang sebesar Rp15 juta, seseorang hanya bisa menghasilkan tambahan income sebesar Rp14 juta,” jelasnya.

Karena itu, sambung dia, diperlukan edukasi dalam mengenal pasar modal untuk investasi jangka panjang dan mendapatkan return lebih tinggi kepada masyarakat. Meski demikian, untuk berinvestasi di saham Alvin menyarankan investor agar melihat tujuan investasinya. Pasalnya, masing-masing orang memiliki profil risiko yang berbeda.

Selain itu, kata dia, juga perlu dilihat kebutuhan keuangan dalam jangka menengah dan panjang. Selanjutnya dibuat komposisinya, apakah akan ditempatkan pada saham atau intrumen investasi lainnya. “Kalau misalnya setiap hari memperhatikan naik turunnya saham 5% dan masih bisa tidur tenang, itu berarti tingkat risikonya tinggi. Jadi dia tidak masalah alokasi investasi penuh di saham,” jelasnya.

Dia menilai, kenaikan inflasi yang tinggi disebabkan terjadinya kenaikan BBM naik sehingga pada tahun depan sentimen inflasi akan hilang dan akan sangat menguntungkan untuk investasi di obligasi. Namun hal itu tergantung dari masing-masing investor dengan profil risiko masing-masing.

Sementara itu, Director of Business Development PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Putut Endro Andanawaring mengatakan, kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) beberapa waktu lalu membuat kenaikan angka inflasi dan hal ini sangat berdampak ke reksa dana pendapatan tetap. “Kita lakukan beberapa pemindahan aset, dari reksa dana pendapatan tetap ke saham, agar tidak terkena dampak langsungnya. Porsi pemindahannya kami tidak hapal,” jelasnya. (lia)

 

BERITA TERKAIT

BI Rate Bakal Turun - Pasar Otomotif dan Mobil Bekas Masih Bisa Tumbuh

NERACA Jakarta – Meski pasar otomotif dalam negeri tengah lesu, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi industri tersebut dapat membaik…

Pasar Saham Masih Jadi Pilihan Jangka Panjang

NERACA Jakarta - Capital Sensitivity Analysis Index atau CSA Index menyebut pasar saham masih menjadi pilihan untuk investasi jangka panjang…

Jasa Marga Cetak Laba Bersih Rp585,92 Miliar

NERACA Jakarta – Kuartal pertama 2024, PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR) meraup laba bersih sebesar Rp585,92 miliar. Jumlah tersebut…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

BI Rate Bakal Turun - Pasar Otomotif dan Mobil Bekas Masih Bisa Tumbuh

NERACA Jakarta – Meski pasar otomotif dalam negeri tengah lesu, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi industri tersebut dapat membaik…

Pasar Saham Masih Jadi Pilihan Jangka Panjang

NERACA Jakarta - Capital Sensitivity Analysis Index atau CSA Index menyebut pasar saham masih menjadi pilihan untuk investasi jangka panjang…

Jasa Marga Cetak Laba Bersih Rp585,92 Miliar

NERACA Jakarta – Kuartal pertama 2024, PT Jasa Marga (Persero) Tbk. (JSMR) meraup laba bersih sebesar Rp585,92 miliar. Jumlah tersebut…