Kemenkeu Menilai Tuduhan Fitra Keliru

NERACA

 

Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui rilisnya, Senin (17/6), menyatakan Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) telah menyampaikan pernyataan yang tidak tepat ke publik. Pernyataan itu, terkait kenaikan ke-14 kuota IMF (14th IMF Quota Reform), yang menyatakan di antaranya pemerintah melakukan pembayaran sebesar Rp38 triliun, tanpa melibatkan parlemen (anggaran siluman).

 

Dalam rilis itu ditegaskan tidak ada pembayaran sebesar Rp38 triliun atas \"14th IMF Quota Reform\" pada APBN 2013, APBN- P 2013, maupun APBN 2014 serta tidak ada pembayaran atas hal tersebut melalui cadangan devisa yang sudah dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).

 

Sesuai dengan asas transparansi dan tata kelola yang baik sebagaimana diatur di antaranya dalam UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pembayaran atas kewajiban dan investasi kepada pihak terkait baik di dalam maupun luar negeri dilakukan dengan mekanisme ketentuan yang berlaku, termasuk pengajuan anggaran untuk mendapatkan persetujuan DPR.

 

Menurut Kemenkeu, reformasi kuota IMF ke-14 adalah hasil perjuangan berat negara-negara berkembang yang selama ini berpandangan bahwa struktur kuota di IMF tidak adil bagi kepentingan negara-negara berkembang.

 

Perjuangan negara-negara berkembang termasuk yang dilakukan oleh Indonesia di forum-forum multilateral, G20 dan Sidang-sidang IMF, akhirnya membuahkan hasil penting dengan meningkatnya kuota negara-negara berkembang dari 44% suara menjadi 47% suara di IMF.

 

Namun demikian, Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya berpandangan bahwa hasil ini masih belum cukup, sehingga terus memperjuangkan lebih lanjut untuk bisa memiliki mayoritas kuota suara di IMF.

 

Dengan begitu, kepentingan negara-negara berkembang akan semakin diprioritaskan dalam keputusan-keputusan yang akan diambil oleh IMF di masa yang akan datang, tidak seperti waktu yang lalu.

 

Pembayaran untuk kuota Indonesia dalam struktur baru adalah sekitar 0,97%, yang adalah setara dengan peningkatan jumlah dana sebesar Rp38 triliun yang dilakukan melalui penempatan cadangan devisa, bukan dari APBN. Penempatan devisa tersebut tidak mengurangi jumlah devisa Indonesia yang saat ini dikelola BI. Pembayaran melalui cadangan devisa tersebut akan dikonsultasikan dengan pihak legislatif sesuai mekanisme yang diatur oleh ketentuan yang berlaku. [ardi]

BERITA TERKAIT

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial NERACA Jakarta - Dalam memperingati Hari Kartini 2024, PT Dana Tabungan dan…

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji NERACA  Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk merilis fitur terbaru…

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia NERACA Jakarta - Token fanC aset kripto baru akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji NERACA  Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk merilis fitur terbaru…

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia NERACA Jakarta - Token fanC aset kripto baru akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token…

BI Catat Term Deposit Valas DHE Capai US$1,9 Miliar

    NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri melalui instrumen Term…