Revisi Harga Gas Jadi Momentum Pembenahan Sektor Energi

NERACA

 

Jakarta – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai rencana pemerintah mengkaji ulang harga gas, bisa dijadikan momentum untuk melakukan pembenahan di sektor energi. Terutama untuk mendorong upstrean, mindstream dan downstream bisnis gas.

“Momentum itu harus bisa mendorong sektor upstrem, midstream,  downstream  bergairah dalam bisnis gas di satu sisi. Tetapi dari sisi lain juga mempertimbangkan kemampuan industri sebagai pengguna gas.  Bila harga gas terlalu tinggi untuk industri, tentu  semua itu akan  banyak dibebankan kepada konsumen,” kata Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, di Jakarta, Senin (25/6).

Menurut Tulus, saat ini efek paling  kongkret  terhadap masalah harga gas  yang tinggi untuk sektor industri adalah konsumen akhir, yakni ditandai dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Dan kepentingan konsumen akhir seharusnya  lebih diutamakan, bukan sebaliknya malah dikorbankan.

Harga gas yang ditetapkan PT. Perusahaan Gas Negara (PGN) dan diterima konsumen, kata Tulus, terlalu tinggi dan tidak adil, karena harga di hulu yang terbentuk seharga US$2-6 per mmbtu, sedangkan PGN menjual dengan harga US$10,2 per mmbtu. Padahal di pasar internasional, best practices margin gas trading hanya US$2 per mmbtu.

Rencana PGN untuk menaikan harga gas ke kalangan industri karena ada kenaikan harga di  hulu tentu bisa dipahami. Namun proporsin kenaikanya tidak wajar, dalam kasus harga gas dari Conoco Philips (Lapangan Grisik) menaikkan harga US$1,85 menjadi US$5,6 per mmbtu. PGN kemudian menaikkan  harga dari US$6,7 menjadi US$10,1 per mmbtu.

Lebih lanjut Tulus menyebut, fakta semacam itu menurut Tulus membuktikan terjadi praktek bisnis patgulipat di sektor hilir gas.  Karena itu,   pemerintah  harus dengan tegas  mereposisi  peran ganda  PT PGN , akan bermain di sisi mana, apakah sebagai transporter  atau sebagai trader.  Kalau tidak, tak hanya sektor industri yang dirugikan, tetapi juga  konsumen akhir, yang ditandai dengan kenaikan  harga-harga kebutuhan  pokok.

Peran Ganda

Sementara itu Juru bicara BP Migas, Gde Pradnyana tidak menyangka  PGN akan menetapkan  kenaikan harga  55%  untuk wilayah Sumatera Selatan dan Jawa Barat. Ia menduga, kenaikan yang terlalu tinggi  akibat peran ganda  PGN sebagai transporter  dan trader.

“Sebagai transporter PGN membebankan kepada industri hilir  atas biaya angkut atau toll fee. Sementara sebagai trader mereka membebankan  kepada industri  biaya keuntungan  atau service  cost  kepada pembeli  hilir,” ujarnya.

Terkait dengan itu, Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini mendesak  PT PGN  berhenti menikmati  delta atau keuntungan besar dalam menjual gas.  Kenaikan sebesar 55% dinilai terlalu besar.

“Investasi PGN membangun pipa-pipa sudah terbayar alias balik modal  dengan delta margin yang besar pada masa lalu. Saat ini biarlah  rakyat yang menikmati murahnya gas,” tegasnya.

Di sisi lain, Vice Presiden Comercial and Development Gas PT Pertamina Djohardi A. Kusumah, menyebut harga gas yang murah di hulu justru menghalangi  pengembangan  aset upstream yang berbiaya tinggi  dan juga pengembangan  infrastruktur.

“Bila di industri hulu tak ada insentif atau insentifnya kecil, bisa dipastikan KKKS yang kini memproduksi gas  tak akan mau menjual  gasnya untuk domestik. Mereka akan memilih untuk ekspor, karena lebih menjanjikan keuntungan,” paparnya.

Insentif harga gas di industri hulu, kata Djohari juga  bisa untuk  menekan impor gas, yang  harganya jauh lebih mahal bila dibanding dengan insentif  harga  gas di sektor Hulu.  Contohnya   harga gas di sektor hulu US$7 per mmbtu.  Jauh lebih murah bila dibanding impor gas dari Amerika.

Djohari menyebut harga gas di Amerika Serikat US$3 per mmbtu, biaya regasifikasi  US$3 per mmbtu dan biaya angkut US$4 per mmbtu, atau sekitar US$10 miliar. “Karena itu penetapan harga gas  harus adil dan proporsional, karena dari harga inilah bisa untuk menata bisnis  gas di Indonesia,” imbuhnya.

BERITA TERKAIT

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

BERITA LAINNYA DI Industri

PIS Siap Jadi Agregator Transportasi dan Logistik CCS

NERACA Jerman – PT Pertamina International Shipping (PIS) memaparkan sejumlah strategi dan kesiapan perusahaan untuk dekarbonisasi di Indonesia, salah satunya…

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…