Omnibus Law Perpajakan : Sinyal Pusat ke Daerah

 

Oleh: Usti Nugraeni, Staf Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu*)

DPR-RI secara resmi menetapkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020 pada rapat paripurna yang diselenggarakan hari Rabu, 22 Januari 2020 yang lalu. Salah satu rancangan undang-undang yang menjadi prioritas pembahasan di tahun 2020 ini adalah Omnibus Law Perpajakan. Melalui mega proyek ini, Pemerintah memberikan sinyal yang lebih kuat terkait dukungan investasi kepada dunia usaha.

Omnibus Law Perpajakan disusun dengan mengusung tema penguatan perekonomian nasional. Hal ini dilakukan melalui deregulasi tujuh peraturan perundang-undangan ke dalam 28 Pasal. Terbagi ke dalam enam kluster, Omnibus Law Perpajakan menawarkan berbagai skema insentif untuk menarik masuknya investasi ke dalam negeri. Salah satunya adalah melalui kluster pajak daerah dimana insentif investasi akan diberikan hingga level daerah.

Lantas, apakah insentif investasi merupakan faktor yang penting bagi investor dalam mempertimbangkan pilihan tempat investasi?

Meskipun beberapa studi menunjukkan bahwa insentif pajak tidak selalu menunjukkan dampak positif terhadap perekonomian, nyatanya insentif pajak masih diperhitungkan sebagai langkah strategis dari Pemerintah untuk menaikkan posisi tawar Indonesia dalam dunia usaha. Saat ini, Indonesia telah memiliki banyak skema insentif pajak. Diantara skema insentif pajak yang ada, terdapat dua skema insentif unggulan untuk menarik investasi, yaitu skema tax holiday dan tax allowance.

Tax holiday merupakan skema fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) korporasi sebesar persentase tertentu dan dalam jangka waktu tertentu, yang pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 150/PMK.010/2018. Sedangkan tax allowance merupakan skema fasilitas pengurangan PPh dengan perlakuan tertentu, seperti pengurangan penghasilan neto sebesar nilai investasi, penyusutan aset yang dipercepat, penurunan tarif dividen, serta kompensasi kerugian yang diperpajang, yang pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2019. Nyatanya, keberadaan kedua insentif tersebut tidak serta merta mampu menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Menurut data Bank Dunia, 23 dari 33 perusahaan yang hengkang dari China lebih memilih Vietnam untuk mengalihkan investasi mereka. Sementara sisanya memilih Kamboja, India, Malaysia, Serbia, dan Thailand. Tidak ada satupun yang melirik Indonesia. Hal inilah yang kemudian memicu Presiden Joko Widodo untuk lebih mengoptimalkan langkah dalam menjaring investasi asing langsung atau foreign direct investment ke Indonesia.

Pada survei yang dilakukan oleh Bank Dunia, Indonesia menduduki peringkat ke-73 dari 190 negara dari sisi aspek Ease of Doing Business. Sedangkan Vietnam menduduki hanya beberapa tingkat lebih tinggi, yaitu ke-70. Dari sisi beban pajak, total kontribusi pajak terhadap laba di Indonesia justru masih lebih rendah dari Vietnam. Ini menunjukkan bahwa fasilitas perpajakan saja ternyata tidak cukup untuk menjaring investor masuk ke Indonesia.

Selanjutnya, dalam survei tersebut, beberapa pekerjaan rumah yang harus mendapatkan fokus lebih untuk dibenahi oleh Pemerintah Indonesia adalah kemudahan memulai usaha, kemudahan proses pencatatan tanah dan bangunan, hingga permasalahan pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Sebagian besar hal tersebut merupakan kewenangan dari Pemerintah Daerah.

Semenjak Daerah diberikan kewenangan untuk membentuk peraturan daerah terkait pajak daerah dan retribusi daerah, rantai perizinan dan birokrasi justru menjadi semakin panjang. Belum lagi perbedaan kebijakan antar satu daerah dan daerah lainnya. Inilah yang kemudian disinyalir menaikkan investment cost di Indonesia dan menjadi salah satu alasan investor lebih memilih negara lain dibanding Indonesia.

Iklim Kondusif

Bagaimanapun, Daerah dianggap memiliki peran yang juga strategis dalam menarik masuknya investasi ke dalam negeri. Kita dapat melihat hal tesebut contohnya pada Vietnam. Beberapa keunggulan yang dimiliki Vietnam dibanding Indonesia antara lain tarif sewa properti yang lebih rendah, pengadaan lahan yang lebih mudah, hingga perizinan yang lebih sederhana. Sebagian besar aspek tersebut justru merupakan wewenang dari Pemerintah Daerah. Oleh karenanya, Omnibus Law Perpajakan akan memberikan ruang yang lebih untuk Daerah untuk turut berpartisipasi dalam mendukung dunia usaha.

Melalui kluster insentif pajak daerah dalam Omnibus Law Perpajakan, Pemerintah Pusat mengajak Pemerintah Daerah untuk bersama-sama membentuk iklim yang kondusif bagi masuknya investasi. Lebih lanjut lagi, Pemerintah akan diberikan kewenangan melakukan intervensi peraturan daerah yang tidak sejalan dengan fokus Pemerintah saat ini.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyatakan bahwa selain mementingkan kemampuan daerah dalam mengumpulkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan optimal, Pemerintah Pusat berharap agar kebijakan di daerah juga menciptakan iklim usaha dan investasi yang baik. Oleh karena itu, dalam Omnibus Law Perpajakan nantinya, salah satu langkah Pemerintah nantinya adalah melalui rasionalisasi tarif pajak dan pungutan daerah.

Melalui langkah rasionalisasi tersebut, penghitungan beban pajak dan pungutan investasi perlu dilakukan dengan memperhitungkan total beban pajak dan pungutan yang nantinya akan ditanggung oleh investor. Di satu sisi, Pemerintah Pusat telah berencana menurunkan besaran PPh korporasi secara bertahap dari tarif yang berlaku saat ini (25%). Di sisi lain, langkah ini dianggap tidak akan efektif apabila tidak diimbangi dengan kerelaan daerah untuk menurunkan besaran pajak dan pungutan di wilayahnya. Meskipun hal tersebut berpotensi menurunkan penerimaan dalam jangka pendek, tetapi dampak dari masuknya investasi akan mendukung kestabilan perekonomian jangka panjang.

Selain hal tersebut, Daerah juga diharapkan dapat melakukan pembenahan birokrasi khususnya terkait percepatan dan kemudahan perizinan.  Pemerintah telah menginisiasi hal tersebut melalui penggunaan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) untuk pelayanan perizinan berusaha. OSS diharapkan dapat menyederhanakan perizinan dan memberikan pelayanan perizinan yang lebih terintegrasi secara cepat dan murah, serta memberikan kepastian. Dari sisi dukungan Daerah, Pemerintah Daerah juga diharapkan dapat mengevaluasi kembali kebijakan fiskal regionalnya yang bersifat kontra produktif untuk mendukung investasi.

Segala kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat tidak akan efektif apabila Pemerintah Daerah tidak sejalan dengan visi tersebut. Kunci keberhasilan dari Omnibus Law Perpajakan ini adalah kerja sama dan koordinasi yang baik antara Pemerintah Pusat dan Daerah. *)Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis. 

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…