Masyarakat Tidak Tinggalkan Asuransi, Namun Akan Selektif

Masyarakat Tidak Tinggalkan Asuransi, Namun Akan Selektif
Industri asuransi dinilai tidak akan ditinggalkan oleh masyarakat maupun investor karena kasus gagal bayar yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya dan kegagalan investasi yang mendera PT Asuransi Angkatan Bersenjata RI (Asabri).
Namun, menurut Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo di Jakarta, masyarakat dan investor akan lebih selektif memilih perusahaan asuransi, dengan kecenderungan lebih memilih perusahaan asuransi asing atau swasta yang memiliki rekam jejak baik.
Di sisi lain, kasus Jiwasraya dan Asabri perlu menjadi pelajaran bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah untuk menerapkan pengawasan yang ketat terhadap perusahaan asuransi seperti halnya pengawasan yang dilakukan terhadap industri perbankan. "Kasus Jiwasraya dan Asabri memang akan menjadi masalah. Namun masyarakat dan investor tidak akan langsung meninggalkan asuransi, mereka hanya akan pindah," kata Irvan.
Untuk mencegah krisis kepercayaan di masyarakat terhadap asuransi, menurut dia, OJK dan pemerintah serta aparat penegak hukum perlu tegas dengan mengungkap dalang intelektual yang menyebabkan masalah di Jiwasraya dan Asabri.
OJK dan pemerintah juga perlu menjabarkan kepada masyarakat mengenai langkah-langkah perbaikan tata kelola dan pengawasan terhadap perusahaan asuransi terutama perusahaan asuransi milik negara seperti dua perusahaan yang kini menjadi sorotan, Jiwasraya dan Asabri. "Asuransi masih menjadi pilihan investasi masyarakat. Namun OJK dan pemerintah perlu tegas untuk menindak dan mengawasi," ujar dia.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah sedang menyiapkan pendirian Lembaga Penjamin Polis (LPP). Lembaga ini untuk menjaga dana atau premi masyarakat yang diinvestasikan ke perusahaan asuransi. LPP bekerja seperti layaknya Lembaga Penjamin Simpanan.
Sebenarnya, lembaga ini sudah diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 2014 tentang Asuransi. Namun pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih berkoordinasi untuk mendirikan LPP. "Persiapannya terus jalan, kami mendesain yang namanya LPP tersebut," kata Suahasil usai pelantikan sebagai Anggota DK OJK Ex-Officio di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (13/1).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga berjanji akan memperketat pengawasan terhadap industri keuangan non-bank (IKNB), termasuk asuransi. OJK berencana untuk segera merilis pedoman tata kelola berbasis risiko, sehingga pengawasan pun akan berbasis risiko.
Ketua OJK Wimboh Santoso, menjelaskan, nantinya akan ada detail mengenai bagaimana pengawasan akan dijalankan, termasuk pelaporan yang harus dilakukan oleh IKNB. Ia memastikan, data-data yang wajib dilaporkan IKNB bakal diubah, misalnya yang terkait neraca keuangan. "Bukan hanya posisi-posisi neraca saja, termasuk instrumennya (penempatan dananya) apa saja. Itu paling tidak setiap bulan harus dilaporkan ke OJK," ujar Wimboh.
Adapun beberapa perusahaan asuransi kini tengah jadi sorotan, dari mulai Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera, Jiwasraya, hingga Asabri. Ini seiring masalah dalam pengelolaan keuangan dan investasinya. Jiwasraya, misalnya, mengalami gagal bayar polis seiring rugi investasi saham. Hal tersebut juga diduga terjadi di Asabri.
Semantara Wakil Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Bobby Gafur Umar meminta pemerintah dan lembaga penegak hukum mengungkap tuntas seluruh oknum pelaku di industri keuangan yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana investasi PT Asuransi Jiwasraya Persero.
Bobby di Gedung DPR Jakarta, mengatakan kasus dugaan korupsi dan permainan investasi saham oleh Jiwasraya telah mengganggu iklim investasi di pasar modal dan dikhawatirkan menghambat investasi bagi emiten yang tidak terlibat. "Sedikit banyak pasti ada gangguan ke iklim di pasar modal. Tapi perlu diingat, ini hanya segelintir saja (emiten)," kata Bobby.
Bobby mengatakan pemerintah dan penegak hukum harus membuktikan penegakkan hukum yang adil, dengan mengungkap seluruh oknum yang terlibat. "Pemerintah harus hati-hati tangani kasus ini, harus jelas dan terbuka. Karena kalau tidak, kepercayaan investor ke pasar bisa kabur semua," ujar dia.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengungkapkan kerugian sementara PT Asuransi Jiwasraya karena penurunan nilai produk reksadana saham mencapai Rp6,4 triliun dan ditambah kerugian pada investasi langsung ke saham sebesar Rp4 triliun.
Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan terdapat dugaan sementara bahwa ada indikasi "kongkalikong" pemilihan instrumen investasi oleh manajemen Jiwasraya dan Manajer Investasi.
Hasil sementara audit BPK menyebutkan mayoritas dana premi dari produk asuransi dan investasi Jiwasraya yakni JS Saving Plan diinvestasikan di instrumen saham dan reksadana saham berkualitas rendah.
Jiwasraya juga, ujar Agung, berinvestasi di saham tanpa dasar data yang valid dan objektif. "Jual beli saham dilakukan dengan pihak berafiliasi sehingga tidak mencerminkan saham yang sebenarnya," ujar Agung. (ant)

 

Industri asuransi dinilai tidak akan ditinggalkan oleh masyarakat maupun investor karena kasus gagal bayar yang menimpa PT Asuransi Jiwasraya dan kegagalan investasi yang mendera PT Asuransi Angkatan Bersenjata RI (Asabri).

Namun, menurut Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo di Jakarta, masyarakat dan investor akan lebih selektif memilih perusahaan asuransi, dengan kecenderungan lebih memilih perusahaan asuransi asing atau swasta yang memiliki rekam jejak baik.

Di sisi lain, kasus Jiwasraya dan Asabri perlu menjadi pelajaran bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pemerintah untuk menerapkan pengawasan yang ketat terhadap perusahaan asuransi seperti halnya pengawasan yang dilakukan terhadap industri perbankan. "Kasus Jiwasraya dan Asabri memang akan menjadi masalah. Namun masyarakat dan investor tidak akan langsung meninggalkan asuransi, mereka hanya akan pindah," kata Irvan.

Untuk mencegah krisis kepercayaan di masyarakat terhadap asuransi, menurut dia, OJK dan pemerintah serta aparat penegak hukum perlu tegas dengan mengungkap dalang intelektual yang menyebabkan masalah di Jiwasraya dan Asabri.

OJK dan pemerintah juga perlu menjabarkan kepada masyarakat mengenai langkah-langkah perbaikan tata kelola dan pengawasan terhadap perusahaan asuransi terutama perusahaan asuransi milik negara seperti dua perusahaan yang kini menjadi sorotan, Jiwasraya dan Asabri. "Asuransi masih menjadi pilihan investasi masyarakat. Namun OJK dan pemerintah perlu tegas untuk menindak dan mengawasi," ujar dia.

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan pemerintah sedang menyiapkan pendirian Lembaga Penjamin Polis (LPP). Lembaga ini untuk menjaga dana atau premi masyarakat yang diinvestasikan ke perusahaan asuransi. LPP bekerja seperti layaknya Lembaga Penjamin Simpanan.

Sebenarnya, lembaga ini sudah diamanatkan dalam Undang-undang (UU) Nomor 40 tahun 2014 tentang Asuransi. Namun pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih berkoordinasi untuk mendirikan LPP. "Persiapannya terus jalan, kami mendesain yang namanya LPP tersebut," kata Suahasil usai pelantikan sebagai Anggota DK OJK Ex-Officio di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (13/1).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga berjanji akan memperketat pengawasan terhadap industri keuangan non-bank (IKNB), termasuk asuransi. OJK berencana untuk segera merilis pedoman tata kelola berbasis risiko, sehingga pengawasan pun akan berbasis risiko.

Ketua OJK Wimboh Santoso, menjelaskan, nantinya akan ada detail mengenai bagaimana pengawasan akan dijalankan, termasuk pelaporan yang harus dilakukan oleh IKNB. Ia memastikan, data-data yang wajib dilaporkan IKNB bakal diubah, misalnya yang terkait neraca keuangan. "Bukan hanya posisi-posisi neraca saja, termasuk instrumennya (penempatan dananya) apa saja. Itu paling tidak setiap bulan harus dilaporkan ke OJK," ujar Wimboh.

Adapun beberapa perusahaan asuransi kini tengah jadi sorotan, dari mulai Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera, Jiwasraya, hingga Asabri. Ini seiring masalah dalam pengelolaan keuangan dan investasinya. Jiwasraya, misalnya, mengalami gagal bayar polis seiring rugi investasi saham. Hal tersebut juga diduga terjadi di Asabri.

Semantara Wakil Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Bobby Gafur Umar meminta pemerintah dan lembaga penegak hukum mengungkap tuntas seluruh oknum pelaku di industri keuangan yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana investasi PT Asuransi Jiwasraya Persero.

Bobby di Gedung DPR Jakarta, mengatakan kasus dugaan korupsi dan permainan investasi saham oleh Jiwasraya telah mengganggu iklim investasi di pasar modal dan dikhawatirkan menghambat investasi bagi emiten yang tidak terlibat. "Sedikit banyak pasti ada gangguan ke iklim di pasar modal. Tapi perlu diingat, ini hanya segelintir saja (emiten)," kata Bobby.

Bobby mengatakan pemerintah dan penegak hukum harus membuktikan penegakkan hukum yang adil, dengan mengungkap seluruh oknum yang terlibat. "Pemerintah harus hati-hati tangani kasus ini, harus jelas dan terbuka. Karena kalau tidak, kepercayaan investor ke pasar bisa kabur semua," ujar dia.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah mengungkapkan kerugian sementara PT Asuransi Jiwasraya karena penurunan nilai produk reksadana saham mencapai Rp6,4 triliun dan ditambah kerugian pada investasi langsung ke saham sebesar Rp4 triliun.

Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan terdapat dugaan sementara bahwa ada indikasi "kongkalikong" pemilihan instrumen investasi oleh manajemen Jiwasraya dan Manajer Investasi.

Hasil sementara audit BPK menyebutkan mayoritas dana premi dari produk asuransi dan investasi Jiwasraya yakni JS Saving Plan diinvestasikan di instrumen saham dan reksadana saham berkualitas rendah.

Jiwasraya juga, ujar Agung, berinvestasi di saham tanpa dasar data yang valid dan objektif. "Jual beli saham dilakukan dengan pihak berafiliasi sehingga tidak mencerminkan saham yang sebenarnya," ujar Agung. (ant)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…