Ingin Anak Berprestasi, Orangtua Perlu Melakukan Hal Berikut

 

Anak-anak adalah sosok yang sangat penting bagi seluruh orang tua di dunia. Kehadiran mereka memberi warna di kehidupan dan tentu saja, setiap orang tua ingin yang terbaik untuk buah hatinya. Orang tua selalu ingin agar anak-anak mereka bahagia, sehat, dan sukses. Tentu saja, untuk mencapai hal itu, diperlukan pengorbanan, dan perilaku masing-masing orang tua akan sangat terkait untuk mendapatkan hasil manis tersebut.


Dilansir Inc, Ahad (27/10), penelitian mengungkapkan bahwa anak-anak dengan prestasi yang baik cenderung memiliki orang tua yang melakukan hal-hal berikut:

1. Tidak berbohong

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Experimental Child Psychology, orang tua yang berbohong kepada anak-anak mereka mengakibatkan anak-anak itu akhirnya juga tumbuh menjadi seorang pembohong, bahkan memiliki sejumlah masalah dalam hidupnya. Studi yang melibatkan 379 orang dewasa ini mempelajari bagaimana orang tua mereka pernah berbohong saat mereka masih anak-anak.

Kemudian, apa saja kebiasaan yang dilakukan saat mereka telah dewasa. Diantara peserta yang mengingat bahwa mereka sering dibohongi saat masih kecil mengakui bahwa ketika sudah menjadi dewasa, mereka kemudian berbalik sering berbohong kepada orangtuanya. Para peserta juga mengaku mengalami kesulitan dalam menghadapi masalah psikologis dan sosial. Kemudian, mereka kerap mengalami masalah dalam perilaku, sering merasa bersalah dan malu, serta terlibat dalam melakukan tindakan yang egois dan manipulatif.

2. Perhatikan nada suara saat berbicara

Banyak orang tua yang mengatakan bahwa hidup akan lebih mudah saat anak-anak mendengarkan apapun yang mereka katakan, termasuk untuk menuruti apa yang diminta, serta disarankan. Menurut penelitian  yang dilakukan di Universitas Cardiff di Inggris, nada suara orang dewasa banyak berkaitan dengan kepatuhan.

Dalam penelitian ini, lebih dari 1.000 remaja dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok di mana mereka semua mendengar 30 pesan yang sama yang disuarakan oleh para ibu mengenai belajar. Namun, masing-masing disampaikan dengan intonasi berbeda, mulai dari dengan gaya mengendalikan, mendukung, hingga netral.

Para remaja menjawab survei bagaimana perasaan mereka jika sang ibu berbicara dengan masing-masing cara itu. Kebanyakan dari meeka merespon negatif ibu dengan intonasi bicara yang seperti mengendalikan dan menyukai ibu dengan nada yang mendukung, bahkan dibandingkan yang netral. Karenanya, saat meminta anak Anda mengerjakan sesuatu hal, katakan dengan nada yang tidak menunjukkan diri seperti bos terhadap bawahan.

3. Sering mengobrol

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Psychological Science, peneliti melibatkan anak-anak berusia empat hingga enam tahun dan merekam pembicaraan selama dua hari. Peneliti mengukur berapa banyak kata yang diucapkan seorang anak, berapa banyak orang tua berbicara dengan anak, serta berapa banyak keduanya terlibat dalam percakapan atau saling merespon (timbal balik).

Dari peneltiian itu, ditemukan bahwa anak-anak yang sering melakukan percakapan timbal balik dengan orang tua mereka memiliki kemahiran tinggi dalam kosa kata, tata bahasa, dan penalaran verbal. Anak-anak ini juga menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi di area otak Broca ketika mendengarkan cerita saat berada di dalam pemindai fungsional magnetic resonance imaging (fMRI).

Studi menunjukkan bahwa orang tua yang ingin secara positif mempengaruhi bahasa dan perkembangan otak anak-anak harus berinvestasi dengan sering melakukan percakapan dengan mereka.

4. Berikan anak-anak ilmu seni

Peneliti Inggris menganalisis data mengenai 6.209 anak-anak yang terlibat dalam Studi Milenium Cohort Kerajaan Inggris untuk melihat apakah ada hubungan antara seni untuk anak-anak, seperti mendengarkan atau bermain musik, dengan menggambar, melukis, atau membuat suatu karya senin lainnya, hingga membaca bacaan yang menyenangkan pada usia 11 tahun. Ternyata, aktivitas-aktivitas itu dikaitkan dengan peningkatan kepercayaa diri. Ini penting karena kepercayaan diri merupakan bagian integral dari perkembangan sosial dan kognitif dan kesehatan emosional anak-anak.

5. Tidak berlebihan membagikan informasi anak

Dalam sebuah peneltiian berjudul Civility, Safety and Interaction Online - 2019, Microsoft melakukan survei pada remaja berusia 13 hingga 17 tahun, serta orang dewasa berusia 18 hingga 74 tahun tentang paparan mereka terhadap berbagai resiko dunia maya. Secara total, ada 12.520 orang yang disurvei untuk hal ini.

Dari sana, ditemukan bahwa 42 persen remaja di 25 negara ternyata mempermasalahkan orang tua mereka yang mengunggah apapun tentang mereka di media sosial. Bahkan 11 persen diantaranya merasa bahwa ini adalah masalah besar, sementara 14 persen menganggap sebagai masalah yang cukup mengkhawatirkan dan 17 persen berpikir ini sebagai masalah kecil.

Terlebih, 66 persen remaja mengatakan bahwa mereka telah menjadi korban di dunia maya, dengan persentase yang  sama bahwa bagaimana dampak negatif daring berpengaruh untuk masa depan. Microsoft juga memperingatkan orangtua untuk menolak mengunggah informasi tentang anak-anak mereka, termasuk diantaranya adalah nama lengkap, usia, tanggal ulang tahun, alamat rumah, nama gadis ibu, tim olahraga favorit, hingga nama hewan peliharaan.

Alasan utama untuk tidak membagikan informasi-infomasi tersebut adalah kekhawatiran bahwa akan ada yang menyalahgunakan, hingga mungkin anak-anak tersebut nantinya menjadi target dari kasus penipuan daring, serta pencurian identitas. Bahkan, dalam kasus yang lebih mengerikan, ini dapat mengarah pada online grooming atau kasus di mana anak-anak dimanipulasi, dieksploitasi, hingga menjadi korban pelecehan seksual melalui media sosial.

Grooming menjadi istilah atas upaya yang dilakukan seseorang untuk membangun hubungan, kepercayaan, dan hubungan emosional dengan anak-anak atau remaja sehingga mereka dapat melakukan kejahatan tersebut. Di banyak negara, hal ini menjadi modus utama kejahatan seksual terhadap anak, yang harus sangat diwaspadai.

Membagikan informasi yang berlebihan tentang anak di media sosial memang menjadi hal yang begitu lazim di era digital saat ini. Terdapat istilah bagi orang tua yang melakukan ini, yaitu sharenting. Karenanya, jadilah bijak dan jangan lakukan itu.

BERITA TERKAIT

Wisuda dan Dies Natalis ke 63, Rektor Moestopo : Terapkan Integritas, Profesionalisme dan Entrepreneurship Dalam Dunia Profesi

NERACA Jakarta – Universitas Moestopo Beragama menggelar wisuda dan Dies Natalis ke 63 di Jakarta Convention Centre (JCC) pada Selasa…

Mempersiapkan Perlengkapan Sebelum Masuk Sekolah

  Perlengkapan sekolah adalah hal yang sangat penting untuk disiapkan setelah libur panjang, salah satunya setelah libur Lebaran. Banyak persiapan yang perlu…

Blokir Game yang Memuat Unsur Kekerasan

  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kembali mengungkapkan pandangannya terkait game-game yang sering dimainkan kalangan anak-anak. Menurut lembaga tersebut, sudah seharusnya…

BERITA LAINNYA DI

Wisuda dan Dies Natalis ke 63, Rektor Moestopo : Terapkan Integritas, Profesionalisme dan Entrepreneurship Dalam Dunia Profesi

NERACA Jakarta – Universitas Moestopo Beragama menggelar wisuda dan Dies Natalis ke 63 di Jakarta Convention Centre (JCC) pada Selasa…

Mempersiapkan Perlengkapan Sebelum Masuk Sekolah

  Perlengkapan sekolah adalah hal yang sangat penting untuk disiapkan setelah libur panjang, salah satunya setelah libur Lebaran. Banyak persiapan yang perlu…

Blokir Game yang Memuat Unsur Kekerasan

  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kembali mengungkapkan pandangannya terkait game-game yang sering dimainkan kalangan anak-anak. Menurut lembaga tersebut, sudah seharusnya…