Sektor Hortikultura Telantar, Indonesia Kebanjiran Buah dan Sayuran Impor

NERACA

Jakarta – Pasar nasional kebanjiran buah dan sayuran impor dalam sepuluh tahun terakhir. Kondisi ini dipicu oleh kebijakan pemerintah yang cenderung menelantarkan sektor holtikultura. Imbasnya, Indonesia kian tergantung pada pasokan impor.

Menurut Ketua Komite Tetap Bidang Agribisnis Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Karen S. Tambayong, ketergantungan Indonesia pada impor komoditas hortikultura adalah dampak buruknya tata kelola industri hortikultura di dalam negeri. Sejauh ini, sektor hortikultura belum jadi prioritas karena belum dianggap sebagai bagian penting dari upaya pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan nasional. Bahkan, pemerintah tidak punya roadmap (rencana kebijakan) yang jelas untuk pengembangan produk hortikultura. 

“Masalah utama hortikultura adalah tidak adanya strategi pemerintah di sektor ini karena tidak ada roadmap untuk pengembangan industri ini. Lihat saja, tidak ada koordinasi antar Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan yang bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan sejahtera,” kata Karen saat dihubungi Neraca, Rabu (21/3).

Karen menyesalkan sikap pemerintah yang “menganaktirikan” industri hortikultura. “Hortikultura tidak dianggap penting oleh pemerintah. Hortikultura saat ini dianggap sebagai bidang pertanian, tapi pemerintah tidak memiliki empati terhadap masalah ini. Sejauh ini bidang pertanian itu tidak hanya beras, harus melibatkan hortikultura. Selain itu, budidaya hortikultura di petani Indonesia saat ini belum di dalam skala produksi agribisnis (good agriculture product),” tandasnya.

Untuk membangun industri hortikultura, imbuh Karen, pemerintah perlu membentuk kawasan khusus dengan identifikasi tanaman di satu wilayah tertentu. Karena, lanjutnya, lahan pertanian untuk hortikultura sering bersinggungan dengan lahan perhutanan dan perkotaan. “Bagaimana caranya kita bisa menghasilkan produksi yang sama baik dengan produk? Lahan pertanian saja berebutan dengan lahan perhutanan dan pembangunan perkotaan. Mau ditanam di mana lagi?,” cetusnya.

Seperti diketahui, ketergantungan Indonesia pada produk hortikultura asal luar negeri sudah semakin menghawatirkan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, impor buah-buahan asal China sepanjang Januari 2012 melambung hingga 34% dibanding Desember 2011 sehingga membuat neraca perdagangan Indonesia-China defisit paling besar dibandingkan negara lainnya, yakni mencapai US$1,1 miliar pada Januari 2012.

Itulah sebabnya, Ketua Umum Himpunan Masyarakat Pestisida Nasional (HMPN) Rusmanto menilai buruknya pengelolaan sektor hortikultura disebabkan sikap pemerintah yang belum serius menyediakan bibit unggul untuk petani sayur dan buah-buahan. Menurut dia, penyebab utama rendahnya daya saing produk hortikultura melawan produk impor adalah karena pemerintah sampai sejauh ini belum fokus mengelola industri ini.

“Kalau pemerintah mau serius sudah dari dahulu untuk mengembangkan bibit unggul untuk sejumlah sayuran dan buah lokal agar sektor hortikultura kita bisa dikit demi sedikit tidak ketergantungan oleh impor. Untuk mengembangkan industri hortikultura harus berdasarkan pertimbangan kedaerahan. Misalnya di Pulau Jawa dan Sumatera untuk mengembangkan sayur-mayur, sementara untuk Pulau Kalimantan dan Sulawesi dan bagian Timur Indonesia untuk pengembangan buah-buahan,” tegas Rusmanto, kemarin.

Perbaiki Benih

Sementara terkait peningkatan kualitas produk hortikultura, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Hasanuddin Ibrahim mengatakan, yang perlu diperbaiki adalah benih dari produk hortikultura itu sendiri. “Misalnya, benih harus selalu dimurnikan dan diperbaharui dengan varietas yang akan menghasilkan produk yang unik  dan menarik,” terang Ibrahim.

Ibrahim juga mengatakan, perlu diperhatikan juga masa pasca panen serta perawatan yang baik sampai pengemasannya. “Hal inilah yang selama ini dinilai kurang untuk diperhatikan sehingga sektor hortikultura seolah semakin tersingkir,” lanjutnya.

Selain itu, lanjut dia, kendala transportasi, merupakan persoalan yang harus dipecahkan untuk pengembangan hortikultura. Faktanya perdagangan di dalam negeri Indonesia jauh lebih mahal dibanding luar negeri.

Di samping itu, Ibrahim menyebut, selama ini lahan merupakan faktor pembatas dalam pengembangan pertanian. Sebagai contoh, salah satu lahan yang dapat dimanfaatkan adalah pekarangan. “Pemanfaatan pekarangan tidak hanya untuk kebutuhan keluarga tetapi dapat dilakukan dalam skala komersial. Pemanfaatan pekarangan juga tetap menerapkan kaidah budidaya, misalnya dengan jarak tanam yang sesuai, pemupukan dan perawatan untuk mendapatkan mutu produk yang tinggi,” ujarnya.

Pada dasarnya, lanjut Ibrahim, ada beberapa komoditas hortikultura yang memiliki prospek baik di pasar internasional antara lain mangga, salak, manggis, tanaman hias dan tanaman biofarmaka. Sehingga komoditas tersebut perlu ditingkatkan penanganannya baik di tingkat on farm (budidaya), off farm (pasca panen) maupun promosinya. "Penerapan berbagai proses standar penanganan baku seperti good agricultural practices (GAP), good handleling practices (GHP) dan Standar operating procedures (SOP) dan sertifikasi yang selama ini telah gencar diterapkan dan akan terus ditingkatkan," katanya.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo mengungkap, anggaran Kementerian Pertanian sangat kecil dibandingkan anggaran kementerian lainnya. “Anggaran yang terdapat di Kementerian Pertanian yang untuk menunjang kemajuan pertanian jangan dipotong seperti anggaran penelitian bibit karena hal ini penting bagi masyarakat petani Indonesia dalam pengumpulan data dan temuan hasil pertanian yang terbaru,” papar Firman.

Selain itu, tukas Firman, pemerintah terlalu terbuai mengurusi produksi beras ketimbang holtikultura. Oleh sebab itu UU Pangan akan direvisi dan dirubah dengan mengutamakan sektor-sektor lainnya seperti holtikultura. “Buah-buahan lokal kontribusinya sangat baik di masyarakat, tetapi ada juga jenis buah yang harus diimpor kemudian daripada itu makanya bagaimana kita untuk membatasi impor luar negeri sehingga masyarakat petani buah dapat menjual hasil buah-buahannya,” imbuhnya.

Kebijakan pemerintah di sektor pertanian, lanjutnya, sejauh ini tidak berdasarkan justifikasi ilimiah. Seharusnya, kata Firman, data pertanian harus merupakan data yang akurat dan benar sehingga dalam pengembangan pertanian dapat berjalan baik. Alasannya, dasar kebijakan sektor pertanian lebih banyak memakai data yang digunakan oleh BPS, sedangkan data dari Kementan banyak berbeda dengan data BPS. “Selama ini data yang kita peroleh tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak melalui data penelitian yang akurat,” tegasnya.

BERITA TERKAIT

MIGRANT CARE MENILAI ATURAN BARU MEREPOTKAN - YLKI Pertanyakan Permendag No. 7/2024

Jakarta-Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mempertanyakan alasan dibalik berubahnya peraturan yang dirilis Kementerian Perdagangan terkait barang bawaan Pekerja Migran Indonesia…

PRESIDEN JOKOWI: - Anggaran Jangan Banyak Dipakai Rapat dan Studi Banding

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menekankan kepada kepala daerah agar tidak menggunakan anggaran untuk agenda rapat dan…

BPS MENGUNGKAPKAN: - Pertumbuhan Kuartal I Tembus 5,11 Persen

Jakarta-Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,11 persen di kuartal I-2024 ini. Adapun penopang utama pertumbuhan ekonomi…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MIGRANT CARE MENILAI ATURAN BARU MEREPOTKAN - YLKI Pertanyakan Permendag No. 7/2024

Jakarta-Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mempertanyakan alasan dibalik berubahnya peraturan yang dirilis Kementerian Perdagangan terkait barang bawaan Pekerja Migran Indonesia…

PRESIDEN JOKOWI: - Anggaran Jangan Banyak Dipakai Rapat dan Studi Banding

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menekankan kepada kepala daerah agar tidak menggunakan anggaran untuk agenda rapat dan…

BPS MENGUNGKAPKAN: - Pertumbuhan Kuartal I Tembus 5,11 Persen

Jakarta-Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,11 persen di kuartal I-2024 ini. Adapun penopang utama pertumbuhan ekonomi…