Fasilitas PPh Final 0% atas DHE Bagi Eksportir

 

Oleh: Rifky Bagas Nugrahanto, AR KPP Pratama Sorong *) 

Begitu antusiasnya media sering memberitakan naik turunnya nilai tukar mata uang rupiah, sedikit banyak memperlihatkan kekhawatiran pasar di Indonesia. Hal ini terasa semakin semarak, semenjak merebaknya pengaruh Amerika Serikat dengan segala kebijakannya yang sensasional dan secara langsung memberi dampak pula bagi negeri ini.

Perjuangan mata uang rupiah pun seakan seperti perjuangan para pahlawan Indonesia bersaing dengan negara lainnya. Seperti halnya mata uang dolar yang belum pernah sekalipun takluk atau bahkan senilai dengan mata uang negara ASEAN sekalipun. Seperti yang terdokumentasi dalam APBN Kita Februari 2019, tren penguatan rupiah terus berlanjut akhir-akhir ini dan hingga per 13 Februari 2019, rupiah pada level Rp 14.027 per dolar Amerika Serikat.

Sedikit melegakan bahwa penguatan ini salah satunya disebabkan karena keputusan Federal Reserve yang tetap mempertahankan suku bunga acuan AS di level 2,25 persen hingga 2,5 persen. Walaupun pemerintah Indonesia masih perlu siaga untuk mewaspadai beberapa risiko-risiko global yang dapat memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah, seperti perang dagang AS dan tiongkok serta isu Brexit.

Para pengamat ekonomi menyadari bahwa hakekat dari nilai mata uang suatu negara adalah relatif. Keberadaanya yang sering berubah, menjadi indikator level perekonomian suatu negara. Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai mata uang, bukan lain adalah neraca perdagangan negara.

Lebih lanjut, bahwa neraca perdagangan suatu negara disebut defisit jika negara tersebut membayar lebih banyak ke negara mitra dagangnya. Hal ini akan sulit dihadapi, jika perbandingan atas pembayaran yang diperoleh dari negara patner dagang lebih rendah.

Selain itu, jika dalam kondisi utang publik tinggi dan suatu negara gagal membayar utangnya, akan menurunkan peringkat utangnya. Secara jelas, utang publik yang tinggi akan cenderung memperlemah nilai tukar mata uang negara tersebut. Oleh karena itu, diperlukan formulasi yang efektif dalam mengelola indikator perekonomian ini.

Melihat data keuangan di kemenkeu.go.id lewat APBN Kita bulan Februari, cadangan devisa Indonesia berada pada level yang cukup tinggi, yakni sebesar USD 120,1 miliar pada akhir Januari 2019. Posisi ini setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta masih berada di atas standar kecukupan internasional untuk 3 masa impor.

Strategi Pemerintah

Pemerintah ke depannya, selalu berupaya untuk mengantisipasi risiko-risiko yang ada dan mempertahankan stabilitas ekonomi guna menopang perekonomian nasional. Diperlukannya kebijakan-kebijakan fiskal yang dapat mendorong masuknya pembayaran mata uang asing untuk kebutuhan investasi di Indonesia. Karena permintaan akan barang dan jasa akan meningkatkan permintaan mata uang negara pengekspor tersebut maupun juga akan berimbas sebaliknya jika kuantitas impor yang banyak dilakukan.

Kebijakan yang telah berjalan seperti pengendalian yang terus dilakukan Bank Indonesia untuk mendorong ekspor dan menekan impor salah satunya bertujuan mengendalikan defisit transaksi berjalan. Rantai-rantai peranan pun juga ditanggapi oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mempermudah alur ekspor dengan menerbitkan program KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor) IKM.

Namun apakah ada yang baru akan fasilitas perpajakan yang diberikan?, ternyata, pemerintah sangat perhatian terhadap DHE (Dana Hasil Ekspor) yang dimiliki para pengusaha ekspor di Indonesia.

Hadirnya PMK-212/PMK.03/2018 menyambut upaya-upaya untuk meningkatkan DHE masuk ke dalam perekonomian di Indonesia. Regulasi ini memberikan fasilitas berupa pemberian tarif pemotongan atas deposito yang lebih rendah dibandingkan penerapan tarif normal.

Pemerintah menyadari bahwa prosedur atas pemberian fasilitas sebelumnya terlihat kurang menarik bagi para eksportir karena banyak tidak dimanfaatkan. Banyak keterbatasan yang dimiliki KMK-51/2001 jo PMK-26/2016, yang dianggap sebagai kebijakan yang belum sepenuh hati. Oleh karena itu, demi menjaga ketersedianya valas yang sebagian besar dimiliki para eksportir maka PMK 212/2018 ini dapat menjadi fasilitas yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha ekspor.

Prosedur Fasilitas

Lebih lanjut dalam penerapan peraturan baru ini, pengguna fasilitas dapat dikenakan tarif pajak final yang lebih rendah hingga 0 persen. Untuk penempatan mata uang deposito dolar Amerika Serikat, dengan perinciannya yaitu, jangka waktu 1 bulan sebesar 10 persen, sedangkan jangka waktu 3 bulan sebesar 7,5 persen. Penempatan deposito selama 6 bulan dikenai tarif 2,5 persen dan dapat dikenakan tarif pajak final persen atau tanpa dipotong pajak jika ditempatkan lebih dari 6 bulan.

Selain itu, penempatan dalam bentuk rupiah untuk jangka waktu 1 bulan sebesar 7,5 persen, 3 bulan 5 persen, dan untuk 6 bulan atau lebih sebesar 0 persen. Terlihat sangat rendah jika dibandingkan dengan tarif pajak final sebesar 20 persen untuk deposito dalam kondisi umum.

Perbedaan pun dapat terasa juga jika fasilitas yang dulu hanya diberikan pada bank penempatan deposito atas DHE harus sama, dengan ketentuan terbaru ini diperbolehkan menempatkan pada bank yang berbeda dari sumber DHE. Penempatannya pun hanya melampirkan surat pernyataan atas penempatan deposito yang berbeda dari DHE.

Fasilitas keringanan pajak ini juga berlaku untuk deposito DHE baru maupun yang ditempatkan kembali, baik dalam mata uang rupiah maupun dolar Amerika Serikat. Tanggung jawab pelaporan nasabah pun secara langsung ke otoritas Bank Indonesia sehingga tidak perlu melampirkan SPT Masa PPh Final 4 ayat (2) saat pelaporan pajak.

Namun, terdapat hal yang perlu diperhatikan bagi para pengguna fasilitas ini. Dengan adanya penggunaan teknologi yang masif seperti ini, jika terindikasi terjadi pencairan deposito atas DHE sebelum jangka waktunya maka fasilitas ini akan dibatalkan. Selain itu, penempatan deposito jika sebagian atau seluruhnya bukan berasal dari DHE maka dapat dianulir fasilitas yang telah diberikan.

Payung hukum atas fasilitas ini memperjelas upaya-upaya apa saja yang tengah dilakukan pemerintah untuk menjaga kestabilan perekonomian Indonesia. Pemerintah berharap bahwa fasilitas ini dapat dimanfaatkan para pengusaha ekspor dengan baik, dan menunjukkan perhatiannya Direktorat Jenderal Pajak untuk membuat pajak bukan hanya penopang penerimaan negara, namun juga stimulus bagi entitas-entitas yang beriktikad baik memajukan bangsa. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…