Insentif Bertabur, Penerimaan Negara Kabur

Oleh: Sarwani

Sedikitnya 16 paket kebijakan ekonomi digelontorkan pemerintah untuk mendorong ekonomi berlari  lebih kencang lagi. Semangat deregulasi sangat terasa dihembuskan pemerintah agar dunia usaha terbebas dari belenggu birokrasi, mudah mengurus perizinan,  mengurangi beban biaya melalui pemberian insentif dan fasilitasi, dan membantu membuka akses modal dan pasar.

Pemerintah berkepentingan terhadap dunia usaha untuk tumbuh dan berkembang agar perekonomian berputar, membuka lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan, mengurangi kemiskinan, mengatasi masalah sosial pengangguran, dan menjadi sumber penerimaan negara melalui pajak.

Untuk sektor-sektor tertentu yang dinilai mempunyai peran  strategis, mempunyai dampak yang luas terhadap perekonomian, menjadi sumber devisa, menyerap banyak tenaga kerja, dan mempunyai daya saing di pasar global, pemerintah bermurah hati memberikan banyak insentif. Namun tepatkah kebijakan ini?

Di tengah tekanan defisit transaksi berjalan, tergerusnya cadangan devisa, persaingan memperebutkan investasi asing untuk ditanamkan di Tanah Air, dan upaya menggenjot ekspor maka insentif makin diintensifkan.

Bahkan Presiden Joko Widodo harus marah-marah mengingatkan jajaran pemerintah agar memperbaiki kesalahan dari merosotnya nilai tukar rupiah dan terjadinya defisit neraca perdagangan yang terus menerus.

Jawaban sederhana mengatasi defisit neraca perdagangan adalah dengan menggenjot penjualan barang  dan jasa ke luar negeri. Jokowi berargumen ekspor adalah kunci pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu industri yang berorientasi ekspor atau  melalukan hilirisasi harus mendapatkan kemudahan dalam mengurus perizinan. Industri petrokimia, misalnya, harus diberikan insentif seperti pembebasan pajak untuk waktu tertentu (tax holiday).

Begitu semangatnya memberikan insentif sehingga menimbulkan kesan membabi buta. Seperti perintah Presiden Jokowi agar Menteri Keuangan tutup mata, tidak perlu berpikir lama, langsung saja memberikan tax holiday jika ada industri petrokimia mengajukan izin pendirian usaha di Tanah Air. Apakah memang perlakuan seperti ini yang diharapkan oleh dunia usaha?

Pemerintah sudah menggelontorkan banyak insentif tetapi tetap saja Indonesia ditinggalkan investor. Mereka lebih memilih Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina atau Vietnam sebagai tujuan investasinya. Jokowi ingin ke depan Indonesia tidak tertinggal dari negara lain karena memiliki potensi  besar yang bisa dijual kepada investor.

Kenyataan di lapangan menunjukkan pemberian insentif justru memicu kerugian negara. Insentif ekspor yang diberikan untuk enam komoditas ekspor yakni minyak sawit, tembaga, batu bara, kopi, karet, dan udang-udangan menimbulkan peluang disalahgunakan. Jadi masalahnya dimana?

Insentif fiskal yang diberikan pemerintah membuka celah bagi praktek penggelapan dan penghindaran pajak. Modusnya adalah dengan menaikkan nilai ekspor agar dapat mengimpor lebih banyak bahan baku. Dengan begitu perusahaan mendapatkan diskon bea masuk jika tujuannya adalah untuk ekspor.

Pemerintah kecolongan dua kali; ekspor tak meningkat signifikan, penerimaan pajak melayang. Apakah hal seperti ini tidak  diantisipasi sebelumnya? Bagaimana mendeteksi kecurangan yang dilakukan industri? Apakah karena sistem pencegahan risiko yang masih lemah atau ada aparat pemerintah yang bermain di dalamnya? (www.watyutink.com)

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…