Pariwisata di Tahun Politik

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi., Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

Bencana beruntun di Indonesia pada 2018 dan berlanjut di awal 2019, termasuk tsunami di Selat Sunda memberikan gambaran tentang ancaman kepariwisataan. Padahal, sektor pariwisata menjadi andalan dan target devisa pariwisata di tahun 2019 sebesar US$ 17,6 miliar atau Rp.251 triliun dengan jumlah kunjungan wisman 20 juta orang. Review dan prospek pariwisata tahun 2019 menarik dikaji tidak hanya terkait mata rantainya tetapi juga tantangan memasarkan daya tarik daerah tujuan wisata, apalagi bersamaan dengan tahun politik dan bencana beruntun.

Rilis Mastercard-CrescentRating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2018 menyebut bahwa Indonesia berada di urutan ke-2 dalam daya tarik wisata halal dan ini menjadi tantangan untuk memacu jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia. Argumen yang mendasari karena pada tahun 2019 ditargetkan 5.000 jumlah kunjungan wisatawan halal dan target 20 juta wisatawan. Data BPS menyebutkan jumlah wisman pada Januari 2018 1.100.677 orang dan Januari 2019 menjadi 1.158.162 orang, per maret 2018 jumlahnya naik menjadi 1.363.339 orang, per Juli adalah yang terbesar yaitu 1.540.549 orang, tapi di Desember 2018 turun menjadi 1.405.536 orang. Imbas tsunami Selat Sunda pasti juga berpengaruh.

Target kunjungan 17 wisman di tahun 2018 gagal terealisir karena bencana beruntun di Indonesia dan memanasnya iklim sospol menjelang pilpres 2019 yang terjadi rematch Jokowi - Prabowo. Gempa 7 SR di Lombok dan tsunami di Selat Sunda serta banjir di sejumlah daerah secara tidak langsung memicu sentimen terhadap kunjungan wisman. Kampanye Visit Indonesia Wonderful Indonsia - VIWI 2018 nampaknya terkendala bencana yang terjadi, termasuk juga pemasaran terhadap 18 destinasi unggulan. Bahkan komitmen target 17 juta wisman telah dirampungkan pembahasannya dalam Rakornas Pariwisata IV - 2017 di Jakarta bertema “Visit Wonderful Indonesia 2018” dengan fokus pembahasan seputar strategi yang dilakukan Kemenpar dan pematangan Calendar of Event Wonderful Indonesia (CoEWI) 2018, termasuk juga sinkronisasi dengan industri pariwisata serta persiapan paket tur untuk 18 destinasi unggulan yang telah ditetapkan. Jadi, ini prospek - peluang kepariwisataan pada tahun 2019 meski ada ancaman terkait bencana beruntun dan tahun politik.

Wisata Halal

Terlepas dari sulitnya mencapai target 17 juta kunjungan, pastinya, kenaikan peringkat Indonesia dalam wisata halal memberikan tantangan mengemas potensi wisata halal ke depan. Paling tidak, argumen yang mendasari adalah target belanja wisata halal yaitu di tahun 2020 sebesar US$ 220 miliar. Dari laporan Mastercard-CrescentRating Indonesia Travel Muslim Index atau ITMI 2018 juga menempatkan sejumlah daerah di Indonesia yang berpotensi besar dalam wisata halal yaitu Lombok (NTB - skor 58), Aceh (57) dan Jakarta (56).

Daerah lainnya yang juga menarik yaitu Sumatera Barat (55), Yogyakarta (51), Jawa Barat (51), Riau dan Kepulauan Riau (50), Jawa Timur (48), Jawa Tengah (47), dan Sulawesi Selatan (30). Data ini memberikan gambaran yang jelas Jawa Tengah berpotensi mengembangkan wisata halal, selain pengembangan sport tourism yang telah sukses dilaksanakan lewat berbagai event. Memacu potensi wisata halal sejatinya harus bersinergi dengan era digital dan ini selaras dengan tema World Tourism Day 2018 lalu atau Hari Pariwisata Dunia yang diperingati setiap 27 September bertema “Tourism and The Digital Transformation”.

Rilis dari GMTI - ITMI dan World Tourism Day 2018 menjadi warning pengembangan kepariwisataan nasional sehingga siapapun nanti pemenang pilpres 2019 berkepentingan terhadap optimalisasi sektor kepariwisataan bagi penerimaan negara, apalagi penerimaan pajak cenderung melambat dan dampak depresiasi nilai tukar rupiah sehingga APBN terdampak. Artinya isu yang menarik dicermati terkait tahun politik yaitu kepariwisataan karena daerah mempunyai potensi kepariwisataan dan jika ini bisa dikemas dengan baik maka geliat ekonomi di daerah akan bisa berkembang karena mata rantai kepariwisataan sangat kompleks dan cenderung padat karya. Selain itu, dana desa juga relevan untuk dikembangkan di sektor pariwisata di semua daerah.

Jawa Tengah merupakan daerah tujuan wisata atau DTW yang potensial dikembangkan karena 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah pada dasarnya adalah DTW yang memiliki karakteristik unik. Oleh karena itu, mengemas dan menjual DTW Jawa Tengah menjadi isu strategis dan Jawa Tengah juga berpotensi pada bidang wisata halal sesuai rilis ITMI 2018. Argumen yang mendasari karena sukses kepariwisataan berpengaruh terhadap sektor riil, tidak saja geliat ekonomi-bisnis di sekitar DTW, tetapi juga industri kerajinan - kuliner dan sentra kerajinan cinderamata. Hal ini didukung komitmen pemerintah yang menjadikan pariwisata sebagai core business penyumbang devisa terbesar kedua setelah CPO pada tahun 2019. Artinya tantangan kepariwisataan di 2019 semakin kompleks dan ini tidak bisa diabaikan bagi pemenang pilpres 2019.

Potensi

Urgensi terhadap nilai jual dan tuntutan untuk mengemas DTW di Jawa Tengah, maka beralasan jika Pemprov Jawa Tengah saat ini sedang berusaha mengembangkan pesisir utara yaitu Blora dan Rembang. Hal ini mengemuka pada FGD bertemakan “Identifikasi Segmen Pariwisata Jateng” pada Kamis 19 Oktober 2017 lalu. Karakteristik unik yang ada di DTW Blora - Rembang diyakini akan memacu tingkat kunjungan dan lama inap. Oleh karena itu, ragam paket wisata yang bersinergi dengan kawasan Blora – Rembang bisa dikemas dan dijual untuk mendukung daya tarik wisata Jawa Tengah dan bukan tidak mungkin jika ini disinergikan dengan kepariwisataan Yogya, termasuk juga aspek relevansinya dengan potensi pengembangan wisata halal sesuai rilis dari ITMI 2018.

Jawa Tengah potensial untuk menjual karakteristik dan juga keberagaman wisata yang dimilikinya, termasuk keberagaman wisata halalnya. Kekuatan lainnya yang mendukung potensi kepariwisataan di Jawa Tengah yaitu adanya industrialisasi. Meski industrialisasi tidak menjamin utuh bagi pengembangan kepariwisataan, tetapi yang bersifat kerajinan rakyat mendukung terhadap pengembangan kepariwisataan.

Potensi kekuatan lainnya yaitu jaminan keaslian wisata yang ditawarkan, khususnya wisata alam, termasuk juga dalam hal ini yaitu ketersediaan SDM, terutama dikaitkan potensi ketersediaan jumlah penduduk yang relatif padat. Hal lain yang mendukung kepariwisataan Jawa Tengah pada umumnya dan wisata halal khususnya adalah digitalisasi yang memungkinkan semua tereskpose secara luas melalui peran internet yang kini kian mudah dan murah. Oleh karena itu, rilis GMTI - ITMI 2018 memberi tantangan pemasaran kepariwisataan global dan semua daerah berkepentingan mendapatkan limpahan kunjungan wisatawan, tidak saja dari wisata halal tapi juga wisata konvensional.

BERITA TERKAIT

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Putusan MK Mengikat dan Final, Semua Pihak Harus Lapang Dada

  Oleh : Arizka Dwi, Pemerhati Sosial Politik   Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa hasil pemilihan presiden dan…

Kebijakan dan Nasib Ekonomi di Tengah Ketegangan Perang Global

  Pengantar: Sebuah diskusi publik kalangan ekonom perempuan yang diselenggarakan Indef yang berlangsung di Jakarta, belum lama ini, menampilkan Pembicara:…

Ketahanan Ekonomi Indonesia Solid Tak Terdampak Konflik di Timur Tengah

    Oleh: Eva Kalyna Audrey, Analis Geopolitik   Kalangan pakar mengungkapkan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sangat solid dan bahkan…