NERACA
Jakarta---Pemerintah mengakui telah terjadi aliran dana keluar (capital outflow) mencapai Rp10,11 triliun dari pasar Indonesia pada Pebruari 2012. Hal tersebut disebabkan karena sentimen negatif dari pasar yang mulai khawatir terhadap keadaan fiskal Indonesia. "Capital outflow berasal dari pasar saham maupun pasar Surat Utang Negara (SUN)," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang PS Brojonegoro di Badan Anggaran DPR, Jakarta,15/3
Lebih jauh kata Bambang, capital outflow dari pasar SUN pada Februari disebabkan melemahnya yield 10 tahun karena ekspektasi inflasi yang mulai tinggi. "Pasar SUN memang ada aliran modal keluar," ujarnya
Meski begitu, dia tetap optimistis pada Maret ini akan terus terjadi inflow karena perekonomian Indonesia diyakini akan mulai membaik. "Awal maret mulai inflow lagi, posisi capital inflow kita membaik kembali," imbuhnya
Berdasarkan catatan, Surat Berharga Negara (SBN) pada awal Februari, kepemilikan asing di SBN mencapai Rp235,22 triliun namun pada akhir Februari kemarin, dana asing tercatat di angka Rp226,98 triliun atau turun Rp8,24 triliun. Pemerintah sendiri telah dua kali melakukan buy back SUN guna menjaga stabilitas obilgasi ini, dengan total pembelian sebesar Rp599,477 miliar.
Sementara itu, Dirjen Pengelolaan Utang, Rahmat Waluyanto mengatakan kepemilikan asing di SBN mulai berkurang. Namun pengurangan kepemilikan asing itu bukan dikarenakan factor kenaikkan harga BBM. “Sebetulnya sekarang mereka itu sudah mem-price-in segala kemungkinan ya. Jadi menurut saya enggak ada masalah. Karena ya namanya di capital market itu buy and hold, buy sell itu kan wajar,” jelasnya.
Menurut Rahmat, berkurang asing di SBN bisa jadi karena ekonomi AS mulai membaik. Sehingga asing mulai lari ke AS. Karena yang dikejar adalah keuntungannya. “Karena kan tiba-tiba berita di Amerika ekonominya recover, itu dianggap bahwa sektor swasta prospek akan baik, akan membukukan laba, fundamentalnya kuat, jadi kan terutama kalau pasar saham kan sifatnya fluktuatif," ungkapnya
Lebih jauh Rahmat menambahkan, dirinya melihat bahwa dalam jangka panjang obligasi masih menjadi pilihan untuk investor asing. "Tapi kalau dalam jangka panjang kita masih lihat fixed income dan obligasi masih menjadi pilihan apalagi ke depan risiko kan masih tinggi. Jadi kalau nanti pasar sudah mulai tenang itu mereka akan kembali ke fixed income," paparnya.
Rahmat juga menuturkan bahwa yield dari SBN tidak akan terjadi koreksi yang besar. Kalaupun terjadi koreksi, Rahmat memandang bahwa hal tersebut merupakan hal yang wajar. "So far saya lihat tidak terlalu besar (koreksinya). Saya kira masih relatif stabil. Kalau naik turun antara tiga basis poin itu masih wajar. Karena kita menggunakan CMP dan itu masih dianggap normal," imbuhnya. **mohar
Berkarya di Ruang Digital yang Sesuai dengan Budaya Bangsa NERACA Jawa Tengah - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia,…
Percepat Pembangunan Desa, SBI Raih 3 Penghargaan dari Kementerian Desa PDTT NERACA Jakarta – PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG)…
Sebanyak 10 perpustakaan desa dan 5 taman baca masyarakat di Kabupaten Lombok Utara (KLU) menerima bantuan buku bermutu dari Perpustakaan…
Berkarya di Ruang Digital yang Sesuai dengan Budaya Bangsa NERACA Jawa Tengah - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia,…
Percepat Pembangunan Desa, SBI Raih 3 Penghargaan dari Kementerian Desa PDTT NERACA Jakarta – PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG)…
Sebanyak 10 perpustakaan desa dan 5 taman baca masyarakat di Kabupaten Lombok Utara (KLU) menerima bantuan buku bermutu dari Perpustakaan…