Rupiah Menguat Seiring Minat Aset Negara Berkembang

 

 

NERACA

 

Jakarta - Pergerakan nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Kamis sore, menguat sebesar 23 poin ke posisi Rp14.568 dibandingkan sebelumnya Rp14.591 per dolar AS. Pengamat pasar uang dari Bank Woori Saudara Indonesia, Rully Nova di Jakarta, Kamis, mengatakan aset berdenominasi mata uang negara berkembang, termasuk rupiah kembali diminati oleh pelaku pasar sehingga mengalami apresiasi.

"Rupiah masih bertahan di area positif seiring adanya potensi perlambatan ekonomi di Amerika Serikat akibat 'shutdown' pemerintahan. Situasi itu membuat pelaku pasar uang mengalihkan dananya ke pasar negara berkembang," ujarnya. Dari dalam negeri, ia menambahkan transaksi Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) yang meningkat turut menjadi faktor yang menopang rupiah.

"Peningkatan transaksi DNDF itu dapat membantu stabilitas nilai tukar rupiah," katanya. Ia optimistis stabilitas nilai tukar rupiah akan terjaga hingga 2019 mendatang mengingat fundamental ekonomi nasional Indonesia masih kondusif.

Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan dolar AS tertekan seiring dengan kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi AS yang berdampak pada penurunan imbal hasil obligasi AS. "Penurunan imbal hasil menjadi salah satu pemicu tekanan terhadap dolar AS," katanya. Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Kamis ini (27/12), tercatat mata uang rupiah menguat menjadi Rp14.563 dibanding sebelumnya (26/12) di posisi Rp14.602 per dolar AS.

Analis CSA Research Institute, Reza Priyambada mengatakan bahwa dolar AS bergerak melemah seiring adanya potensi pelemahan pada ekonomi negara adi daya itu akibat imbas perang dagang, ditambah dengan "shutdown" pemerintahan AS. "Secara sentimen, itu yang membuat dolar AS mengalami pelemahan terhadap sejumlah mata uang dunia, termasuk rupiah," katanya.

Ia menambahkan penutupan pemerintahan juga memicu imbal hasil obligasi AS menjadi lebih rendah, sehingga membuka peluang aliran dana menuju negara berkembang, termasuk Indonesia. Analis Monex Investindo Futures, Putu Agus Pransuamitra, mengatakan, rilis data tingkat keyakinan konsumen AS menjadi salah satu faktor yang menjadi perhatian pelaku pasar.

"Jika data tingkat keyakinan konsumen AS dirilis lebih rendah dari perkiraan, dolar kemungkinan akan kembali tertekan," katanya. Ia menambahkan pelaku pasar juga masih dibayangi kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi Amerika Serikat akibat "shutdown" pemerintahan, sehingga pergerakan dolar AS relatif tertahan.

BERITA TERKAIT

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial NERACA Jakarta - Dalam memperingati Hari Kartini 2024, PT Dana Tabungan dan…

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji NERACA  Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk merilis fitur terbaru…

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia NERACA Jakarta - Token fanC aset kripto baru akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial NERACA Jakarta - Dalam memperingati Hari Kartini 2024, PT Dana Tabungan dan…

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji NERACA  Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk merilis fitur terbaru…

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia NERACA Jakarta - Token fanC aset kripto baru akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token…