41 Tahun BANI : Kebangkitan Arbitrase di Indonesia

41 Tahun BANI : Kebangkitan Arbitrase di Indonesia

NERACA

Jakarta - Penyelesaian sengketa diluar pengadilan melalui mekanisme Arbitrase telah umum diselenggarakan dalam dunia perdagangan dan bisnis internasional di berbagai negara, dalam peraturan perundang-undangan Indonesia pun penyelesaian sengketa dengan Arbitrase sudah cukup lama dikenal tepatnya sejak zaman pemerintahan Belanda.

Namun kegiatan pemanfaatan Arbitrase sebagai mekanisme penyelesaian sengketa secara nyata dan luas barulah terlihat setelah berdirinya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) pada tahun 1977.

“BANI didirikan oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) pada 30 November 1977, yang pada kala itu diketuai oleh Marsekal TNI Suwoto Sukendar,” kata Ketua BANI, Husseyn Umar di Kantor BANI, Mampang, Jakarta Selatan, Rabu (28/11).

BANI didirikan dengan pertimbangan bahwa dunia usaha memerlukan suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang memenuhi kebutuhan dan sifat – sifat kegiatan komersial bisnis, yaitu mekanisme penyelesaian yang dilakukan secara cepat dan efektif.

Husseyn menjelaskan, bahwa tugas pokok BANI sebagai Lembaga Arbitrase adalah memfasilitasi secara administratif penyelenggaraan penyelesaian sengketa bisnis melalui Arbitrase.“Hal ini termasuk menyediakan fasilitas sekretariat dan tempat bersidang, peraturan dan prosedur Berarbitrase, serta daftar Arbiter,” ujar dia.

Semenjak berdiri, perlahan namun pasti BANI mulai menerima dan menyelenggarakan proses penyelesaian sengketa di berbagai bidang bisnis, mulai dari bidang konstruksi, industri dan berbagai bidang bisnis lainnya. Bahkan sekitar 20 persen perkara yang ditangani oleh BANI melibatkan perusahaan asing sebagai pihak yang berperkara.

“Dari tahun ke tahun pun jumlah perkara yang masuk ke BANI pun semakin meningkat, hingga kini menjelang ulang tahun BANI yang ke-41, lebih dari 1000 kasus sengketa yang telah kami tangani, Jumlah ini terus meningkat seiring waktu dan kepercayaan sejumlah pihak kepada kapabilitas BANI,” papar Husseyn.

Husseyn juga menambahkan pihaknya terus mensosialisasikan fungsi dan keberadaan BANI kepada masyarakat luas, khususnya pelaku usaha atau perusahaan. Sosialisasi dilakukan berbagai cara yaitu melalui seminar, workshop, bahkan mengundang pelaku usaha maupun perguruan tinggi untuk membahas mengenai fungsi dan tugas dari BANI tersebut.

Kemudian BANI menyatakan perkara sengketa bisnis yang paling banyak ditangani terdapat di sektor konstruksi. Husseyn mengatakan, dari ratusan sengketa bisnis, sektor konstruksi mencapai 30 persen dan paling banyak menjadi perhatian sebab sektor ini mencakup berbagai keahlian dan profesi.

Dia pun mengimbau kepada kalangan usaha di dalam negeri memanfaatkan Badan Arbitrase dalam setiap sengketa yang terjadi di antara pelaku dan badan usaha.”Karena kerahasiaannya terjaga dan tertutup. Selain itu, keputusannya setara dengan pengadilan biasa. Arbitrase kita di Indonesia sebagaimana undang-undang mengamanatkan perkara itu harus selesai dalam waktu 180 hari atau paling lama enam bulan,” pungkas dia.

Eksistensi BANI pun terlihat dari putusannya yang telah terdaftar di berbagai Pengadilan Negeri seluruh Indonesia dengan para pihak berasal dari berbagai negara. Di BANI terdaftar sebanyak 146 Arbiter, yang terdiri dari 75 Arbiter berkewarganegaraan Indonesia dan 71 Arbiter berkewarganegaraan asing.

Tingginya kasus sengketa yang telah diselesaikan oleh BANI juga tak terlepas dari beberapa kelebihan jika kasus sengketa dibawa serta diselesaikan di BANI. Kelebihan itu antara lain kerahasiaan (confidentiality) dapat dijaga, penyelesaiannya cepat, putusan arbitrase bersifat final dan mengikat, dan beberapa kelebihan lainnya.

Selain membawa kebangkitan Arbitrase di Indonesia, BANI pun tercatat aktif di berbagai organisasi Arbitrase Internasional, seperti Asia Pacifik Regional Arbitration Group (APRAG), dimana Ketua BANI yakni Husseyn Umar kini menjabat sebagai Presiden organisasi tersebut, dan menjadi member International Council Commercial Arbitration (ICCA) dan Regional Arbitration Institutes Forum (RAIF) sampai tahun 2012 yang keanggotaannya dilanjutkan oleh IarbI.

BANI juga mempunyai Cooperation Agreement dengan kurang lebih 14 (empat belas) lembaga arbitrase internasional di negara-negara lain. BANI juga aktif mengikuti berbagai konferensi-konferensi internasional tentang arbitrase/ADR, termasuk yang diselenggarakan organisasi khusus PBB, yaitu UNCITRAL dan lain-lain. Mohar

 

 

BERITA TERKAIT

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…