MIAP Ingatkan Hadirnya Barang Palsu Melalui e-Commerce

MIAP Ingatkan Hadirnya Barang Palsu Melalui e-Commerce

NERACA

Jakarta - Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), Justisiari P. Kusumah mengingatkan hadirnya barang-barang palsu atau ilegal melalui perdagangan elektronik (e-commerce) yang harus segera diantisipasi untuk menghindarkan kerugian ekonomi.

"Hadirnya e-commerce itu membuat peluang pasar bagi pelaku bisnis terbuka lebar baik di dalam maupun luar negeri, namun juga harus diingat peredaran barang palsu atau ilegal juga semakin mudah," kata Justisiari di Jakarta, Kamis (15/11), usai membuka diskusi bertajuk "Penanggulangan Peredaran Produk Palsu/llegal Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia".

Justisiari mengatakan masih beredarnya barang palsu atau tidak legal itu disebabkan masih adanya permintaan dari masyarakat padahal barang seperti itu tidak terjamin kualitasnya, bahkan untuk obat atau makanan bisa membahayakan bagi yang mengkonsumsi.

Menurut Justisiari untuk menekan peredaran barang palsu dan tidak legal itu tidak bisa membebankan kepada penegak hukum sepenuhnya (kepolisian, Ditjen HAKI, Ditjen Bea dan Cukai), peran pemegang merek serta penyedia platform sangat penting, untuk itu pentingnya segera dilakukan koordinasi.

Diungkapkan juga kerugian ekonomi akibat barang palsu dan tidak legal itu sangat besar berupa kehilangan potensi pajak, investasi, lapangan pekerjaan, dan sebagainya, sehingga perlu segera ditangani agar tidak memberikan dampak yang serius.

Justisiari mengatakan, bagi pemegang merek harus proaktif apabila sudah menemukan beredarnya barang-barang palsu dan tidak legal untuk melaporkan kepada Ditjen HAKI dan kepolisian. Kemudian bagi penyedia platform e-commerce bisa dibuatkan sistem verivikasi sehingga barang yang diperdagangkan dapat dijamin keasliannya serta mereknya sudah terdaftar di Ditjen HAKI, jelas dia.

"Bisa saja apabila diketahui ada barang palsu dan tidak legal beredar, maka penyedia platform dapat melakukan suspen terhadap pemilik barang, baru dilakukan verivikasi untuk penindakan lebih lanjut," ujar dia.

Pemalsuan produk merupakan masalah bagi banyak industri dalam skala global. Berdasarkan laporan INTA (International Trademark Association) dan The International Chamber of Commerce, nilai ekonomi global dari pemalsuan dan pembajakan diperkirakan mencapai 2,3 triliun dolar AS pada tahun 2022. Sedangkan di Indonesia hasil survei MIAP kerugian ekonomi akibat pemalsuan produk di tahun 2005 mencapai Rp4,41 triliun, sedangkan di 2014 mencapai Rp65,1 triliun.

Justiari mengatakan untuk survei terkini MIAP baru akan melaksanakannya dalam waktu dekat diharapkan dengan berbagai penegakan hukum dan kesadaran masyarakat untuk tidak menggunakan barang palsu angkanya bisa menurun.

Lebih jauh Anticounterfeiting Advisor Asia-Pacific INTA, Valentina Salmoiraghi mengatakan, perjuangan melawan pemalsuan menjadi agenda utama organisasinya saat ini."Kami sangat senang berkerja sama dengan Kepolisian Indonesia, Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Kekayaan intelektual sebagai otoritas yang bertanggung jawab atas penegakan hukum baik untuk pasar online dan offline," ujar Valentina.

Imbauan Tidak Beli Produk Otomotif Palsu

Kemudian MIAP mengimbau pada masyarakat agar tidak membeli berbagai produk palsu, termasuk yang berkaitan dengan otomotif, sebab penggunaan produk "abal-abal" tersebut dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen.

"Misalnya yang harus kita buat sadar itu konsumennya, apa sih risiko pakai disc brake palsu? Orang berhenti harusnya satu meter, mungkin jadi tiga meter (karena menggunakan produk otomotif palsu)," ujar Justisiari.

"Oleh karena itu harus dibuat sadar bahwa menghemat uang itu mungkin penting, tapi menyelematkan nyawa itu jauh lebih penting," tambah dia.

Justisiari mengatakan hal tersebut saat ditemui disela-sela diskusi terbatas bertajuk "Penanggulangan Peredaran Produk Palsu/Ilegal Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen di Indonesia", yang diselenggarakan oleh MIAP bekerjasama dengan International Trademark Association (INTA).

Saat ini praktik pembuatan produk otomotif palsu masih marak dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Salah satunya adalah produksi pelumas palsu. Banyak produsen nakal yang masih melakukan praktik pengoplosan pelumas palsu, dengan modus memproduksi pelumas daur ulang yang dikemas dan ditempelkan merek tertentu tanpa hak. Pelumas aspal (asli tapi palsu itu) itu dibuat semirip mungkin dengan yang asli, sehingga mampu menipu masyarakat awam. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kementan Gandeng Polri Tingkatkan Ketahanan Pangan

NERACA Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) menggandeng Polri dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada pangan seperti yang terjadi…

Remotivi: Revisi UU Penyiaran Ancam Kreativitas di Ruang Digital

NERACA Jakarta - Lembaga studi dan pemantauan media Remotivi menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, dapat mengancam…

Kompolnas Dorong Polri Segera Bentuk Direktorat PPA-PPO

NERACA Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mendorong Polri segera mengaktifkan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Pemberantasan Perdagangan…