Tren Pengguna KPR Properti Meningkat

 

 

NERACA

 

Jakarta - Konsultan properti Colliers International menyatakan tren pengguna Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau kredit pemilikan apartemen (KPA) di sektor properti semakin meningkat dengan adanya revisi aturan rasio kredit yang diperbolehkan. “Apalagi, saat ini sudah ada bank-bank yang menawarkan suku bunga digit tunggal selama 1-2 tahun pertama, meski setelah itu mengambang kembali,” kata Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto, dalam paparan properti di Jakarta, Rabu (3/10).

Ferry memaparkan jumlah pengguna KPR/KPA pada 2013 baru sekitar 16 persen, tetapi pada tahun 2018 ini jumlah pembeli properti dengan menggunakan pinjaman dari perbankan meningkat hingga 33 persen. Menurut dia, pada saat ini memang perlu adanya kebijakan seperti revisi aturan rasio kredit yang diperbolehkan atau LTV untuk memudahkan orang membeli properti dengan fasilitas kredit, karena mereka yang memiliki KPR biasanya adalah "end-user" (pengguna akhir) yang bukan semata-mata investor.

Ia mengingatkan bahwa berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini jumlah simpanan dalam tabungan di masyarakat meningkat. Bank Indonesia juga melakukan kebijakan untuk menaikkan tingkat suku bunga dalam rangka menahan pelemahan rupiah. "Ketika tingkat suku bunga naik maka akan berdampak terhadap ongkos pinjaman dari bank yang lebih mahal dan akhirnya mempengaruhi keputusan calon pembeli untuk membeli properti lewat KPR," ucapnya.

Ferry juga mengingatkan bahwa calon pembeli properti (terutama untuk kelas menengah-atas), saat ini masih cenderung untuk menunggu atau menunda membeli properti sampai pemerintahan baru terbentuk. Sebelumnya, Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur, Difi Ahmad Johansyah mengharapkan kebijakan baru BI terkait makroprudensial dalam bentuk ketentuan pelonggaran "Loan to Value/Financing to Value" (LTV/FTV) Ratio dari fasilitas kredit/pembiayaan perumahan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Jatim.

"Kebijakan LTV/FTV BI merupakan bauran kebijakan yang ditujukan untuk mendorong perekonomian melalui pertumbuhan kredit properti secara nasional yang pada saat ini masih memiliki potensi akselerasi, tapi tetap memperhatikan aspek prudensial," kata Difi pada kegiatan Diseminasi Kebijakan Makroprudensial di Surabaya, Kamis (13/9). Ia mengatakan kebijakan itu memberikan kewenangan kepada industri perbankan untuk mengatur sendiri jumlah LTV/FTV dari fasilitas kredit/pembiayaan pertama, sesuai dengan risk appetite dan kebijakan manajemen risiko masing-masing bank.

 

BERITA TERKAIT

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial NERACA Jakarta - Dalam memperingati Hari Kartini 2024, PT Dana Tabungan dan…

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji NERACA  Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk merilis fitur terbaru…

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia NERACA Jakarta - Token fanC aset kripto baru akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial

TASPEN Optimalkan Srikandi TASPEN untuk Jadi Penggerak Finansial NERACA Jakarta - Dalam memperingati Hari Kartini 2024, PT Dana Tabungan dan…

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji

Bank Muamalat Rilis Kartu Debit Nirsentuh untuk Jemaah Haji NERACA  Jakarta – PT Bank Muamalat Indonesia Tbk merilis fitur terbaru…

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Token fanC Resmi Diperdagangkan di Indonesia NERACA Jakarta - Token fanC aset kripto baru akan resmi diperdagangkan di Indonesia. Token…